"Mama, Papa!" teriak Ridwan menyambut kepulangan keduanya.
"Anak Papa," ucap Zydan kemudian berjongkok dan merentangkan tangannya.
Ridwan pun langsung berlari memeluknya.
"Pah, malam ini Mama bobo di kamar Uwan lagi, ya?" pinta Ridwan.
"Kenapa?" tanya Zydan.
"Uwan seneng ditemenin mama. Papa ngak papa 'kan, bobo sendiri? Papa kan udah gede," ucap Ridwan yang menggemaskan.
"Ya sudah iya, Sayang. Apa sih yang nggak buat putra kecil Papa yang ganteng ini," ucap Zydan yang kemudian mencium pipi anaknya.
"Mama kenapa senyum-senyum sendiri gitu?" tanya Ridwan heran karena sejak tadi Ridwan memerhatikan Raina yang selalu saja tersenyum.
"Mmm ... ngak papa, Sayang. Mama lagi seneng aja. Mama seneng liat kamu udah sehat gini," ucap Raina yang menyejajarkan tubuhnya dengan Ridwan.
"Mama bobo di kamar Uwan lagi, ya, Mah?" pinta Ridwan.
Raina hanya mengangguk.
"Mama bersih-bersih dulu ya, abis itu langsung ke kamar Ridwan," ucap Raina lembut.
"Iya, Mah," sahut Ridwan.
Hari semakin larut. Sudah hampir tengah malam ketika Zydan yang merasa haus akhirnya pergi ke dapur untuk mengambil minuman dingin di kulkas. Ia duduk sebentar di sofa dekat dapur sembari menikmati minumannya. Saat itu, matanya melirik ke arah kamar Ridwan dan lampunya masih menyala.
"Apa Raina belum tidur?" gumam Zydan.
"Apa dia sakit?" ucapnya lagi.
Selang berapa lama, kenop pintu pun bergerak dan kemudian terbuka, menampakkan sosok wanita mungil yang hanya mengenakan piyama berbentuk dress dengan tali kecil sebagai penyangga di kedua bahunya.
Jangan tanya seberapa panjang piyama itu. Panjangnya hanya sebatas paha dan Raina dengan santainya berjalan menuju dapur untuk mengambil sebotol air minera. Sepertinya Raina belum menyadari keberadaan Zydan yang sedari tadi memperhatikan dirinya.
Namun, ekspresinya berubah kala matanya bertemu dengan mata Zydan yg sedari tadi memerhatikan dirinya.
Botol minum yang digenggamnya pun refleks ia jatuhkan karena saking terkejutnya. Dengan cepat, Zydan beranjak dari kursi dan mengambil botol yang Raina jatuhkan.
"Kamu haus?" tanya Zydan yg sudah berada di hadapan Raina.
"I-iya, Tuan," jawab Raina gugup dengan pandangan terus menunduk dan kedua tangannya menutupi bagian dada yang sedikit terbuka.
"Raina," panggil Zydan.
Raina pun mendongakkan wajahnya. Ia menampilkan ekspresi malu yang menggemaskan itu sambil terus saja mengigiti bibir bawahnya. Ia lupa akan peringatan Zydan.
"Buka mulutmu," perintah Zydan.
"Hah?" tanya Raina.
"Buka mulutmu!" titah Zydan lagi yg kemudian meneguk air mineral yang sedari tadi digenggamnya. Ia mendekati wajah Raina dan menyalurkan air iru ke mulut Raina. Terlihat jelas betapa kesulitannya Raina untuk menelannya.
Bukan karena airnya, tetapi bagaimana cara Zydan memberikannya.
Napas Raina sudah tersengal-sengal karena sudah tidak mampu menahan rasa gugup grogi dan malu. Sesaat setelah melepas tautan bibirnya, Zydan pun membisikkan sesuatu tepat di telinga Raina.
"Bibir yang manis, aku ketagihan. Aku sudah bilang jangan menggigit bibirmu di hadapanku, tapi kamu masih saja melakukannya. Apa kau selalu berpakaian seseksi ini saat tidur?" tanya Zydan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Husband (END REVISI✔️)
Romance✨Follow Dulu Sebelum Membaca❤ [Tahap Revisi] Aku harus menikah dengan pria dingin itu sama saja seperti aku dinikahi oleh es balok ~Raina Tiara Andini~ Menikah dengannya mengingatkan ku pada masalalu bersama almh istriku ~Muhammad Zydan Devanorendra...