Terbuka pada orang yang tepat akan membantu sembuh dari luka lebih cepat.
***...***...***
Karin sudah beberapa kali mondar-mandir di didepan kamar Satya. Semenjak siang pulang sekolah tadi Karin tidak bertemu Satya sama sekali.
Padahal Karin sudah melihat mobil Satya terparkir digarasi semenjak 5 jam lalu. Cewek itu juga sudah berkali-kali keluar kamar atau sekedar naik turun tangga menunggu abangnya keluar dari kamar, namun Satya sama sekali tidak memunculkan diri.
Akhirnya Karin menyerah. Cewek itu berdiri didepan kamar Satya. Kamar yang sudah tidak pernah Karin masuki lagi semenjak beberapa tahun lalu. Karena semakin lama Satya semakin membuat batasan pada Karin.
Walaupun mereka tampak sering saling melempar makian, tapi sesungguhnya kakak beradik itu sudah saling jauh semenjak beberapa tahun lalu.
Karin memegang gagang pintu sejenak menimbang-nimbang apakah yang akan dia lakukan benar. Lalu cewek itu mendorong gagang pintu itu kebawah dan membuka pintu kamar Satya.
Beberapa saat Karin terdiam melihat Satya tengah duduk bersender pada dinding sambil menundukkan kepalanya. Memeluk foto didadanya. Dalam keadaan kamar yang gelap hanya ada pencahayaan dari lampu kamar mandi.
"Abang?"
Satya mendongak dan Karin bisa melihat jejak air mata yang masih tersisa diwajah Satya.
Hati cewek itu teriris. Dia baru tahu kalau selama ini dirinya dan Satya tidak jauh berbeda. Menangis dikamar sendirian. Menanggung semua rasa sakit sendirian. Tanpa tahu harus bagaimana lagi menahan rasa sakitnya.
Mereka hanya tidak saling mengetahui luka satu sama lain. Padahal, alasan mereka menangis sama. Karena orang tua mereka yang ternyata tidak bisa mempertahankan keutuhan keluarga.
Karin berjalan menghampiri Satya. Cewek itu jongkok didepan abangnya. Lalu melempar senyum menenangkan. Sungguh ini pertama kalinya Karin melihat abangnya serapuh ini. Karin benar-benar tidak tahu kalau abangnya juga menderita separah dia.
"Maafin Abang, Rin," ujar Satya dengan suara bergetar.
"Maaf karena gue... karena gue... lo harus sakit hati. Maaf karena gue gak mikir kalau akibat permintaan gue ke Arya bisa bikin lo seterluka ini. Maaf karena gue selama ini gak ada buat lo. Maaf karena gue gak bisa jadi Abang yang baik buat lo. Maaf selalu ngebuat lo ngerasa sendiri. Maaf selalu ninggalin lo seolah gak terjadi apa-apa".
"Maaf. Maaf. Maafin gue, Rin," lanjut Satya kembali menangis, menumpahkan air mata dari kedua matanya.
Perasaan bersalah yang Satya tanggung benar-benar seperti mengikatnya, membelenggu dalam kesesakan yang selalu dia rasa setiap hari. Membuat dia merasa sangat jahat dan tidak layak disebut saudara.
Cowok itu menunduk, tidak berani menatap adiknya sama sekali. Entah kenapa hari ini Satya merasa sangat lelah. Lelah merasa jauh dari adiknya. Lelah merasa sendirian. Lelah karena berharap keluarga mereka bisa kembali baik-baik saja.
Karin mengangguk. Tangan cewek itu meraih foto yang dipeluk abangnya. Yang ternyata merupakan foto keluarga mereka sewaktu dulu saat mereka berdua masih kecil. Saat orang tua mereka masih selalu ada untuk mereka.
"Karin maafin Abang," sahut Karin pelan.
Cewek itu lalu meletakkan foto tersebut dilantai. Setelahnya memeluk tubuh Satya erat. Membiarkan abangnya menenggelamkan kepalanya dipundaknya.
"Abang masih punya Karin, kok. Abang gak sendiri. Karin ada buat abang. Karin masih adik Abang," ujar cewek itu tulus.
Selama ini Karin selalu berharap Satya yang mengatakan kalimat itu kepadanya. Tapi siapa sangka ternyata cewek itu yang malah mengatakan kalimat itu pada Satya lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Anggap Aku Apa (Completed)
Novela Juvenil"Jadi, Bang Arya bohongin Karin?" "Enggak gitu, Yin...." "Abang selama ini pacaran sama Karin karena disuruh sama bang Satya!" "Yin, dengar penjelasan aku du...." "Karin benci sama Abang. Jangan temui Karin lagi. Kita cukup sampai disini," tuntas Ka...