Tanpa sadar kita kerap kali membangun harapan yang besar pada sesuatu yang bahkan samar-samar kebenarannya.
***...***...***
Karin baru pulang setelah tadi dia habis pergi bersama Steven. Tanpa sama sekali berekspektasi bahwa papanya sudah menunggu diruang tengah.
Karin menatap pada papanya yang sudah lebih dulu melihat Karin.
Karin menyunggingkan senyum. Walau dia tahu kepulangan papanya saat ini tidak lain pasti hanya sekedar sekejap.
"Papa pulang?" tanya cewek itu.
Ada harapan terselip dalam hati Karin. Bahwa papanya pulang karena mengingat ulang tahunnya yang walaupun sudah lewat hampir satu bulan.
Papa Karin melangkah mendekati Karin. Seperti biasa wajah pria itu kaku dan tegas. Membuat siapa saja yang berhadapan dengannya tidak akan berpikir untuk melempar candaan, melainkan serius mendengarkan apa yang pria itu katakan.
"Malam ini kita makan malam dirumah," ujar papa Karin.
Sesaat Karin terdiam. Harapan bahwa papanya mengingat ulang tahunnya semakin besar. Karena selama ini mereka sudah tidak pernah lagi makan malam bersama. Terakhir waktu Karin ulang tahun ke 15 dua tahun lalu.
"Memangnya kita merayakan apa, Pa?" pancing Karin semakin bersemangat.
Rasa lelah sehabis dari sekolah, pemotretan, dan menemani Steven menguap begitu saja. Hilang semenjak Karin melihat papanya pulang dan tiba-tiba saja mengajak makan malam bersama.
Papa Karin menatap anak gadisnya dengan satu alis yang terangkat. Mirip ketika Karin sedang bingung akan sesuatu.
"Papa mau kenalin kalian sama seseorang," jawab papa Karin.
Tentu jawaban itu sama sekali tidak dieskpektasikan atau melintas dalam kepala Karin.
Tubuh cewek itu lemas seketika. Harapan macam apa yang tadi dia bangun didalam hatinya? Dan lagi dikenalkan pada siapa?
"Bilang sama Satya juga," lanjut papanya lagi.
Senyum yang tadinya bertengger diwajar Karin sudah luntur.
"Siapa?" tanya Karin nadanya sudah berubah datar.
Papa Karin jelas melemparkan tatapan heran pada anaknya itu karena dengan cepat merubah ekspresinya.
"Kekasih papa".
Karin tersenyum miring. Senyum pahit yang menggambarkan betapa kecewanya dia mendengar kenyataan itu. Sebuah kenyataan lagi yang menamparnya telak bahwa orang tuanya sudah tidak mungkin kembali. Bahkan masing-masing sudah memiliki pendamping baru.
"Karin gak tau," ujar Karin.
Cewek itu tidak lagi menyembunyikan perasaannya. Secara terang-terangan Karin menunjukkan bahwa dia tidak suka dengan apa yang baru saja papanya katakan.
"Tidak ada penolakan. Kamu harus ada malam ini bersama Satya".
Karin menghela napas berat. Matanya menatap lurus pada kedua bola mata papanya. Pria yang selama ini selalu dia rindukan untuk kembali memeluknya. Kalau kemarin saja papanya tidak peduli padanya, apalagi nanti ketika sudah memiliki istri baru jelas dia semakin tidak terlihat.
Sialan. Baru saja Karin pikir akan ada secercah harapan untuk dia dan Satya, tapi ternyata kehidupan tidak mengizinkan kakak beradik itu mengecap rasanya keluarga yang bahagia.
"Maaf, Pa. Karin gak bisa," ujar cewek itu.
Untuk pertama kalinya Karin berani melawan perkataan papanya. Jelas karena kali ini apa yang papanya inginkan benar-benar tidak bisa Karin turuti. Cukup sekali dia melihat mamanya pergi bersama pria lain. Jangan lagi dia melihat papanya bersama perempuan lain. Mana tahan Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Anggap Aku Apa (Completed)
Novela Juvenil"Jadi, Bang Arya bohongin Karin?" "Enggak gitu, Yin...." "Abang selama ini pacaran sama Karin karena disuruh sama bang Satya!" "Yin, dengar penjelasan aku du...." "Karin benci sama Abang. Jangan temui Karin lagi. Kita cukup sampai disini," tuntas Ka...