1.4

531 23 0
                                    

Vanya masuk ke dalam mobil dan pada saat setelah memakai seat belt,

"Arga?"

Ucap Vanya ketika ada Arga di depan mobilnya, dengan kedua tangannya ditumpukkan pada depan mobil Vanya.

Dengan terpaksa Vanya membuka seat belt nya, dan turun menemui Arga.

"Loh, kamu belum pulang?" Tanya Vanya menahan rasa gugupnya.

Arga menyilang kan tangannya di depan dada. "Harusnya aku yang nanya, kenapa kamu pulang?" Tanyanya pelan tapi penuh penekanan.

"Aku---"

"Enak pelukan sama Farel tadi?" Tanya Arga to the point sambil mulai mendekati Vanya.

Vanya menggeleng pelan. "Kamu gak liat semuanya Arga. Aku refleks tadi---"

"Refleks? Nanti lama-lama nyaman gimana? Dia harus dikasih pelajaran." Ucapnya memanas-manasi.

Vanya menggeleng kuat. "Ar, aku yang peluk dia, bukan dia yang peluk aku. Kamu salah paham. Kamu gak usah marah sama dia, dia gak salah."

Arga terkekeh meremehkan. "Oh kamu yang peluk?" Ucap Arga sambil menginjak kaki kiri Vanya.

"Ar sakit---"

"Sakit mana sama hati aku?" Sanggahnya cepat. "Kaki bisa diobati pake obat, hati pake apa?" Lanjut Arga.

Vanya mulai menahan air matanya agar tidak jatuh di depan Arga. "Ar, aku peluk dia karena aku kaget Ar, aku takut ada anak kucing di kaki aku." Jelas Vanya dengan suara rintihannya.

"Alasan aja terus. Gue gak butuh alasan busuk lo." Ucap Arga tak peduli sambil terus menginjak kaki Vanya lebih kencang dari tadi.

"Aww, sakit Ar!" Rintihan Vanya untuk yang kedua kalinya.

Pada saat Arga ingin menginjak lebih lagi, teriakan menghentikan aksinya. Namun tetap, kaki Arga masih menginjak kaki Vanya

"Woy!" Teriak Farel saat melihat Vanya merintih kesakitan.

Sontak Arga dan Vanya langsung melihat ke sumber suara.

Arga langsung melotot ke arah Farel dan membentaknya. "Sana lo pulang. Lo tau gak, gue marah sama dia, gara-gara lo."

Farel menyimpan tas di atas motornya dan menjawab. "Kalau gitu urusannya sama gue, bukan sama dia." Jawabnya santai.

"Ar sakit!" Rintih Vanya karena Arga mulai menekan kakinya lagi.

"Lepasin!" Teriak Farel.

Arga tersenyum mengejek sambil menunjuk Vanya. "Lepasin dia? Dia cewek gue. Terserah gue dong mau apain dia." Ucap Arga membela dirinya.

Farel tersenyum tipis dan mengangguk. "Okay dia cewek lo. Tapi dia anak orang. Cewek gak bisa di kasarin."

"Arr.." Rintih Vanya lebih pelan karena ia sudah terlalu sakit.

"Lepasin!" Bentak Farel ketika ia melihat Vanya mulai meneteskan air mata.

"Gue lepasin, tapi lo harus lawan gue sekarang!" Tantang Arga.

"Okay, ayo sini maju." Jawab Farel lantang dan langsung mereka beradu jotos.

Dengan kaki yang masih perih dan panas, Vanya melangkah kembali ke mobil untuk mengambil handphone dan menelpon satpam yang sedang berkeliling, mengecek kelas satu persatu.

"Pak! Saya Vanya pak! Pak tolongin saya! Sekarang pak! Saya ada di parkiran!" Ucap Vanya panik ketika teleponnya tersambung.

Hanya butuh waktu 2 menit untuk mendatangkan satpam ke TKP.

"HEY! KALIAN NGAPAIN BERANTEM DI SEKOLAH!"

Vanya langsung berjalan dengan kaki sedikit pincangnya memberi klarifikasi.

"SAYA LAPOR KE BK YA!"

"Pak! Enggak usah ke BK juga pak. Mereka cuma olahraga aja, soalnya mereka mau nonton tinju, jadi kayak pada baper gitu." Cegah Vanya sambil menahan rasa sakit kakinya.

Pak Herman menatap Vanya aneh. "Loh? Bukannya---"

"Gak pak, kita gapapa kok." Sanggah Arga sambil merangkul Farel dengan kuat sambil tersenyum terpaksa.

Pak Herman mengangguk. "Itu kaki kamu kenapa?" Tanyanya pada Vanya.

Vanya menatap Arga dan Farel secara bergantian. "Tadi dia---"

"Kram pak, udah lama gak olahraga." Jawab Vanya cepat sebelum Farel menjelaskan yang sebenarnya.

Pak Herman mengangguk mengerti, "ya udah cepat pulang, mau saya tutup gerbangnya." Ucapnya sambil berjalan menuju gerbang.

Arga sudah mengambil ancang-ancang agar bisa memukul Farel lagi, namun tangan Arga ditahan oleh Vanya. "Ar udah! Kasihan Farel." Ucap Vanya memihak Farel.

Arga menatap Farel tajam, "urusan lo sama gue belum selesai. Lo peduli kan sama cewek gue? Anterin dia pulang sana." Ucap Arga sambil melangkah menuju motornya dan pergi keluar dari sekolah mendahului Vanya dan Farel.

Vanya menatap Arga dengan rasa bersalah dan kecewa. Lamunan Vanya tersadar saat Farel menyentuh pundaknya.

"Van."

Vanya terperanjat kaget dan menatap Farel dengan rasa bersalah juga. Karenanya, Farel dan Arga bertengkar, dan menyebabkan sudut bibir Farel mengeluarkan darah.

"Farel itu berdarah." Ucap Vanya sambil memegang dagu Farel.

Dengan pelan, Farel menjauhkan tangan Vanya dari dagunya. "Gapapa kok, malah gue khawatir sama kaki lo." Ucapnya sambil melirik ke kaki kiri Vanya.

Vanya menggeleng pelan. "Gapapa kok."

"Gapapa gimana? Kalau gapapa gak akan pincang." Ucap Farel menasihati.

"Kalau gapapa, bibir lo gak akan berdarah." Ucap Vanya balik menasihati.

Vanya tersenyum tipis dan mengangguk saat Farel menatapnya benar-benar khawatir. "It's okay Farel. Gue gapapa. Gue pulang duluan ya, bye!" Ucap Vanya dan mulai berjalan menuju mobilnya.

Baru selangkah Vanya berjalan, Vanya merintih kesakitan dan dengan sigap, Farel menahan tubuh Vanya yang akan jatuh.

"Gue bilang juga apa. Sini gue liat kakinya." Ucap Farel menasihati sambil membantu Vanya duduk.

"Gue buka ya, sepatu sama kaus kakinya?" Ijin Farel dan Vanya mengangguk.

Dengan perlahan, Farel mulai membuka sepatu, pada saat akan membuka kaus kaki, Vanya merintih kesakitan.

"Sakitt,"

Farel menatap Vanya tidak tega, ia mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan di masukan ke dalam mulut Vanya.

"Gigit, biar gak usah teriak." Ucap Farel dan langsung membuka kaus kakinya dengan perlahan, sedangkan Vanya ia menahan sakit.

Begitu terbuka, Farel langsung menatap kaki Vanya dengan sedikit menganga. "Bengkak Van." Ucap Farel pelan.

Vanya tidak perduli apa yang di ucapkan Farel, yang jelas sekarang ia sedang menahan sakit dan ingin segera pulang.

"Kita ke rumah sakit sekarang!" Ucap Farel panik saat Vanya mulai lemas karena menahan sakit.

🍃🍃🍃

913 words
Rekor di posesif selama ini:)
Masih kurang?

Vote.

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang