0.9

678 26 0
                                    

17.45

Vanya masih stay di depan gerbang sekolah menunggu Arga menjemputnya. Angin sore berhembus dingin mengenai pipi dan telapak tangan Vanya.

Untung saja, Vanya membawa jaket hari ini, setidaknya ia tidak terlalu merasa dingin sore ini.

15 menit lagi, hari akan menjadi malam. Vanya hanya mengecek jam tangannya sambil menengok ke kanan dan kiri secara bergantian.

Denira dan Ressa sudah pulang terlebih dahulu. Devin juga sudah pulang. Tidak ada lagi yang bisa diandalkan Vanya untuk sekedar mengantarkannya pulang.

Sudah lebih dari 10 kali Vanya menelpon Arga, namun tak ada satu pun yang diangkat, apalagi untuk dijawab.

Motor sport berhenti tepat sebelah Vanya berdiri. Perlahan Vanya melihat siapa pemilik motor tersebut.

Farel mematikan mesin pada motornya. "Belum di jemput?" Tanya Farel sedikit berteriak, karena ia memakai helm full face.

Vanya menggeleng.

"Mau bareng gue gak?" Tanya Farel lagi.

Vanya melihat jam tangannya. "17.55." Gumam Vanya.

Setelah kurang lebih satu menit Vanya berpikir, akhirnya Vanya mengangguk.

Farel memberikan satu helmnya pada Vanya dan jaket. Ya jaket yang Farel pakai ia berikan pada Vanya.

Vanya terdiam menatap jaket Farel bingung.

"Gue udh pak---"

"Buat nutupin paha lo." Ucap Farel cepat dan kembali menstarter motornya.

Vanya tersenyum tipis dan baru saja Vanya naik ke atas motor Farel, Arga datang sambil mengklakson mobilnya berulang kali, yang membuat Vanya turun kembali dari atas motor Farel.

Arga turun dari mobilnya dengan muka emosinya. "TURUN LO!" Bentaknya sambil menunjuk muka Farel.

Vanya membuka helmnya dan menahan Arga yang ingin memukul Farel.

"Ar udah!" Ucap Vanya sambil menarik Arga menjauh.

Arga tersenyum sinis. "Kamu udah terpangaruh sama dia? Hah? Belain aja terus."

"Ar ayo pulang! Sekarang!" Ucap Vanya tegas dengan mata memerahnya.

Vanya berjalan mendekati Farel memberikan helm dan jaket nya. Baru saja Vanya melepaskan jaket Farel dari pinggangnya, Farel berucap.

"Gak usah dibuka, pake aja." Ucap Farel sambil menerima helm nya.

Vanya bingung. "Tapi---"

"Udah malam, lo pakai aja. Gue duluan." Ucapnya dan langsung pergi meninggalkan Vanya dan Arga yang memperhatikan Farel sinis.

Vanya menatap Arga dan tanpa memperdulikannya. Vanya masuk terlebih dahulu ke dalam mobil disusul oleh Arga.

"Kenapa gak di balikin jaketnya?" Tanya Arga yang mulai mengendarai mobilnya.

Vanya menatap keluar jendela. "Aku pinjem, dingin."

"Kamu kemana aja sih? Hah? Aku chat kamu, aku telpon kamu, tapi gak aktif. Sengaja? Biar bisa pulang sama Farel?" Tanyanya to the point.

Vanya memalingkan wajahnya dari jendela ke arah Arga. "Sengaja? Kamu kali yang sengaja jemput aku telat."

"Kenapa gak aktif?" Tanya Arga lagi yang kali ini lebih tegas.

Vanya tersenyum tipis. "Mati."

"Masa? Kan bawa powerbank?"

Vanya membuka tas nya dan memberikan handhphone nya sekaligus memperlihatkannya tas nya pada Arga. "Nih kalau gak percaya."

Vanya melotkan matanya saat Arga menepikan mobilnya dan berhenti. Vanya kira, Arga tidak akan peduli.

Arga menekan tombol power pada handphone Vanya dan menyambungkannya menggunakan power banknya, dan benar saja baterainya 0%.

Arga mulai membuka tas Vanya. Yang Arga temukan bukan powerbank, tapi kotak bubur pink tadi yang Farel berikan.

"Kenapa ada kotak pink ini di tas kamu? Kamu terima? Sambil senyum-senyum terimanya, ya kan? Kamu nge goda dia?"

Vanya tertawa garing. "Senyum itu adalah, ucapan selamat datang yang paling simple. Aku baru kenal sama dia, dia udah beliin aku bubur."

"Oh jadi karena dia perhatian, kamu jadi tertarik gitu?" Tanya Arga memancing emosi Vanya.

"Tertarik? Aku gak serendah itu Ar, dan yang seharusnya nanya banyak itu aku bukan kamu. Kenapa kamu gak angkat telpon aku. Kamu gak tau aja, kalau handphone aku mati, karena setiap menit aku telpon kamu."

Arga mencengkram rambut Vanya ke belakang yang otomatis membuat Vanya sedikit meringgis kesakitan.

Arga mendekat ke arah telinga Vanya dan berbisik. "Farel cowok gak baik. Jadi kamu, harus jadi cewek baik-baik. Ingat, jadi cewek yang baik-baik ya." Bisiknya sambil melepaskan cengkraman tangannya pada rambut Vanya tadi dengan sekaligus.

Setelah itu Arga mengelus kepala Vanya lembut dan kembali menyetir.

Sedangkan Vanya, ia segera membalikan wajahnya ke arah jendela dan menghapus air mata dengan cepat yang sejak tadi tahannya. Tangannya kuat-kuat mencengkram jaket Farel agar ia tidak bergetar dan terisak karena menahan tangis.

Vanya beberapa kali menghembuskan nafasnya pelan agar tak terisak. Karena Vanya ingat perkataan papa nya, orang yang berjiwa besar pasti memiliki dua hati. Satu hati menangis dan satu lagi bersabar.

🍃🍃🍃

Team Vanya mohon bersabar, ini ujian:)

Vote nya boleh dong

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang