2.1

397 20 2
                                    

"Akhirnya pulang juga." Ucap lega bi Ratih saat Gibran dan Vanya tiba dirumah.

Vanya terkekeh. "Biasa bi, selagi ada, ya gak bang?"

Gibran berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. "Aku dipalak dia bi hari ini. Sampai 5 hari ke depan. Plus spa lagi." Ucap Gibran lalu meneguk air minumnya.

"Gapapa sih, asalkan rajin belajar nilai bagus. Udah kelar." Lanjut Gibran.

Bi Ratih tersenyum ke arah Vanya. "Harus rajin belajar non."

Vanya mengangguk pelan. "Aku udah rajin loh bang, rangking terus nih." Ucapnya membanggakan diri.

Gibran tersenyum tipis lalu mulai berjalan naik tangga menuju kamarnya dan dengan kekuatan kaki seadanya, Vanya berjalan menghampiri Gibran.

"Beruntung banget aku punya abang kayak gini." Ucap Vanya sambil mencium pipi Gibran sekilas, yang setelah itu Vanya melanjutkan jalannya menuju kamarnya.

"Gak akan bilang love you gitu?" Ucap Gibran sebelum kembali menaiki anak tangga.

Vanya berhenti sekilas. "Too." Jawab Vanya.

Bi Ratih tersenyum terharu. "Terharu bibi." Ucapnya.

"Love you bi." Ucap Gibran dan Vanya bersamaan yang setelah itu Gibran tiba-tiba mengangkat tubuh Vanya karena Gibran rasa lama sekali ia jalan, dan menurunkannya di depan pintu kamarnya sedangkan ia langsung masuk kamarnya.

"Cie peduli. Thanks!" Ucap Vanya menggoda sebelum menutup pintu kamarnya.

Bi Ratih tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya melihat keakraban yang sangat luar biasa. Bi Ratih tidak bisa membayangkan jika nanti Gibran menikah, pasti Vanya akan merasa kesepian.

Pasalnya, siapapun yang sedang dekat dengan Gibran Vanya wajib tau. Katanya, ia ingin mencari kakak ipar yang baik padanya, pinter masak, tidak pemalas, dan yang tidak melarang-larang Gibran. Makannya sampai saat ini Gibran tidak mempunyai pacar. Terakhir pacaran satu tahun yang lalu. Putus gara-gara Vanya ingin dimasakkan udang, sedangkan pacar Gibran saat itu sangat alergi dan anti pada udang.

🍃🍃🍃

Setelah mandi, Vanya duduk di depan meja rias untuk sekedar mengeringkan rambutnya. Dering telpon dari dalam tas nya berbunyi. Vanya membuka tas nya dan mengeluarkan handphonenya.

Baru saja Vanya akan mengangkat telponnya, telpon itu sudah mati terlebih dahulu. Vanya berusaha untuk menelponnya kembali namun tak pernah ada yang diangkat, sampai saru panggilan vidio masuk.

Dengan senyum merekah diwajahnya, Vanya mengangkatnya dan langsung menyapanya.

"Hai!" Sapa Vanya sambil melambaikan tangannya.

Namun sayang, orang yang disapa Vanya tidak menyapanya balik, bahkan senyum tidak.

Senyum Vanya berlahan memudar, dan mulai merasa gelisah. "Kamu kenapa?"

"Kamu dari mana tadi?" Tanyanya menghiraukan pertanyaan Vanya tadi.

Vanya mengerutkan keningnya bingung. "Aku? Habis makan di ramen tadi." Jawab Vanya jujur.

"Sama cowok kan?" Tanya Arga lagi.

Vanya terkekeh pelan. "Oh itu? Itu tuh---"

"Apa? Teman? Iya? Kenapa gak minta antar aku tadi?" Tanyanya beruntun dengan nada ketusnya.

Vanya menghembuskan nafasnya pelan. "Ar, dia itu---"

Di seberang sana, Arga sudah mengepalkan tangannya menahan emosi yang tak terlihat oleh Vanya. "Iya tau. Pasti kamu mau bilang, kalau dia itu cuma temen kamu."

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang