3.2

245 16 1
                                    

"Dari mana aja sih? Kok lama? Ini makanannya udah ada." Tanya Farel saat melihat Vanya baru kembali.

Vanya langsung duduk disebelah Farel dan membisikan sesuatu. "Gue mau pulang, sekarang."

Farel langsung menatap Vanya kaget. "Kenapa? Ini makanannya udah ada lho."

"Gue gak nyaman disini." Jawab Vanya berbisik lagi.

"Kan udah sepi, gak banyak orang. Atau Gilang nya gue usir aja nih?" Ucap Farel sambil menunjuk Gilang yang sedang santai bermain game online di handphone nya.

Vanya menekuk jari Farel. "Ya gak gitu juga." Ucap Vanya dengan nada sedikit ditekan.

"Ya terus mau gimana? Mau makan di rooftop? Ayo aja sih, ayo!" Ucap Farel semangat.

Vanya menahan tangan Farel. "Gak juga,"

Farel menatap Vanya tajam. "Lo kenapa sih? Ada apa?"

Vanya menghembuskan nafasnya pelan. "Ada Arga dibawah."

"Sama?"

"Andin." Jawab Vanya pelan, sangat pelan. Bahkan, Farel pun samar-samar mendengarnya.

"Andin?" Tanyanya memastikan.

Vanya mengangguk. "Yang tadi dikelas sama Arga?" Tanya Farel lagi dan Vanya mengangguk lagi.

"Ya terus kenapa?" Tanya Farel lagi.

"Kalau Arga liat gue lagi sama lo, bisa marah-marah dia sama gue." Ucapnya lemas.

Farel terkekeh pelan. "Gini ya, maaf ni. Dia sama cewek lain, lo juga sama cowok lain. Terus apa yang disalahin?"

"Gue sama lo gak ada apa-apa ya!" Tegas Vanya.

Farel terkekeh pelan. "Iya sama gue, dia sama cewek itu emang gak ada apa-apa juga? Kan gak mungkin."

"Please bantuin gue dong." Ucap Vanya memohon.

Farel berdecak kesal. "Lagian lo kenapa sih masih mau sama dia? Jelas-jelas dia--

"Gue sayang sama dia Rel--

"Emang dia masih sayang sama lo?"

"Ya pasti lah,"

"Kata siapa? Jelas-jelas dia sama cewek lain."

Vanya tersenyum tipis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo gak ngerti Rel."

"Lo yang gak ngerti. Disini yang harusnya marah itu lo, bukan Arga." Jelas Farel.

"Jadi mau nya gimana?" Tanya Gilang pada akhirnya karena dia merasa pusing mendengar perdebatan mereka.

"Gue mau pulang. Tapi gak lewat depan." Jawab Vanya cepat.

"Terus lewat mana?" Tanya Gilang bingung.

"Lo pasti tau kan jalan keluar lain? Please." Ucap Vanya memohon(lagi).

Gilang menggangguk pelan. "Ada tapi, gini ya, masalahnya dibelakang tuh lagi ada proyek. Dan tempatnya berantakan banget, gak bisa dilewatin."

"Pasti bisa kok, ayo!" Ajak Vanya semangat.

"Gak bisa, bahaya."

"Pasti bisa, asalkan hati-hati aja."

"Van. Lo bisa gak sih gak egois? Hah? Gak bisa lewat belakang Vanya. Di belakang lagi ada proyek, bahaya. Banyak paku, udah deh lewat depan aja." Ucap Farel dengan nada sedikit tinggi.

"Gue---

"Takut? Gue yang hadapin kalau dia marah-marah atau macam-macam sama lo." Sanggah Farel cepat.

"Udahlah Van, ikutin aja apa kata Farel. Tapi, kalau menurut gue kalian tunggu disini aja dulu sampai mereka pulang, jadi aman kan?" Ucap Gilang.

Farel mengangguk setuju. "Setuju gue sama lo. Udahlah Van, sini duduk, makan dulu nih. Lapar gue."

Vanya pun mengikuti apa kata Farel, ia duduk dan memakan pesanannya tadi. Ponselnya bergetar saat Vanya menaruhnya diatas meja.

Awalnya Vanya menghiraukannya, tetapi handphone itu terus berdering. Farel berdehem, "angkat, berisik."

Vanya langsung mengambil handphonenya. Mukanya langsung terlihat panik. "Rel Rel."

"Apa?"

Vanya langsung memberikan handphonenya pada Farel.

Arga

Kamu dimana? Lagi diluar ya? Kok aku kayak liat kamu ya tadi

Setelah membaca, Farel mengembalikan handphone nya langsung. "Jawab lah."

Baru saja Vanya akan menjawab, satu pesan baru muncul.

Aku lagi di pluto cafe nih, sini ya, aku tunggu

Ohh, lagi sama siapa?

Sendiri kok, atau aku jemput ya? Kamu lagi dimana? Aku jemput sekarang

Vanya menghembuskan nafasnya dan mengumpulkan kekuatan untuk mengetikan sesuatu disana. Mungkin Arga lama menunggu, jadi ia kembali menelpon Vanya.

"Angkat berisik." Ucap Farel yang acara makannya terganggu.

"Ya?" Kata pertama yang diucapkan Vanya saat menganggkat telpon.

"Kamu dimana sih? Lagi ngapain? Lagi sama siapa?"

Vanya melirik Farel sekilas. "Maaf Ar, aku gak bisa temenin kamu sekarang, aku lagi ada urusan."

"Urusan apa sih? Osis? Udahlah Van, tinggalin aja, ribet tau gak?"

Vanya melototkan matanya. "Ya gak bisa lah. Lagian, sebentar lagi juga masa aku di OSIS selesai kok."

"Mas, saya pesan mochacino latte less sugar. Kenapa ini manis banget sih?"

Baru saja Vanya akan berbicara dan menanyakan apa yang terjadi, Arga sudah terlebih dahulu mematikan telponnya.

"Rel!" Panggil Vanya dan Farel hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Arga lagi berantem sama waiters dibawah." Ucap Vanya panik.

"Ya terus kenapa?" Tanya Farel dengan muka polosnya.

Vanya menghembuskan nafasnya pelan. "Lo tau kan, dia kalau marah kayak gimana? Gue takut dia gabisa nahan emosi."

"Gue? Tau marahnya? Ya tau lah. Orang gue pernah bonyok sama dia. Udah dah biarin aja, ribet banget." Jawabnya tak acuh.

Tatapan Vanya beralih pada Gilang. "Lang, lo gak mau kan karyawan lo bonyok?"

Tok! Tok! Tok!

"Permisi mas, ada customer yang mau ketemu."

"Siapa?"

"Dia bilang, namanya Arga."

"Tuhkan. Apa gue bilang, dia arogan banget." Ucap Vanya sedikit kesal.

"Okay, gue turun sekarang." Ucap Gilang dan langsung berlalu turun menemui Arga.

🍃🍃🍃

Huaaa maapin baru update(

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang