1.5

560 22 0
                                    

"Kita ke rumah sakit sekarang!" Ucap Farel panik saat Vanya mulai lemas karena menahan sakit.

Vanya menggeleng. "Gue pengen pulang." Ucapnya lemas.

Farel mengangguk, "iya kita pulang sekarang. Tapi gue yang nyetir ya?"

Vanya hanya mengangguk pelan. Dengan cepat Farel membuka pintu belakang. Menggendong Vanya agar masuk ke dalam mobil. Setelah itu ia pamit pada pak Herman.

"Pak, saya titip motor ya? Saya pulang sama Vanya. Nanti saya kesini lagi, ambil motor!" Ucap Farel terburu-buru dan langsung membawa mobil Vanya keluar dari sekolah.

Farel menatap Vanya yang terbaring dibelakangnya. "Van? Gue gak tau rumah lo." Ucap Farel jujur, tapi tak enak bila harus bertanya.

Vanya menunjuk ke arah dekat stir mobil. Di sana ada kartu nama papa nya, berserta alamat rumahnya.

Farel mengangguk dan langsung membawa mobil itu menuju rumah Vanya.

Tadinya Farel ingin membawa Vanya ke rumah sakit, namun jika Vanya berkata ia tidak mau, maunya ia pulang, mau tidak mau Farel harus mengantarkan Vanya pulang ke rumahnya.

Kalau kondisinya semakin parah, mungkin ia akan membawa Vanya ke rumah sakit, pikirnya.

🍃🍃🍃

Pagar rumah Vanya terbuka, dengan asal Farel memarkirkan mobil Vanya dan minta tolong pada asisten Vanya yang sedang menyapu.

"Bi? Bisa tolong saya?" Teriak Farel.

Bi Ratih mengangguk lalu menghampiri Farel dan melihat Vanya yang sedang terbaring lemas.

"Non Vanya kenapa den? Kok bukan den Arga?" Tanyanya panik.

"Saya Farel bi. Bibi bantuin aja dulu, nanti saya jelasin." Ucap Farel yang sudah mengangkat Vanya dan bi Ratih membawa tas dan sepatu Vanya.

Bi Ratih langsung mengantarkan Farel ke kamar Vanya, dan membaringkannya di sana. "Bi dapur dimana? Saya mau ambil air es." Tanya Farel.

Bi Ratih langsung menatap Farel tak enak hati. "Biar bibi yang ambil den, aden tunggu disini aja." Ucap bi Ratih tak enak.

Farel menggeleng. "Saya aja bi, saya lebih gak enak kalau harus nungguin Vanya disini, apalagi Vanya lagi gak sadar."

Bi Ratih mengangguk. "Turun tangga belok kiri, terus lurus, itu dapurnya." Ucap bi Ratih memberi tahu.

Farel tersenyum. "Bibi disini aja, bantuin olesi kayu putih biar cepat sadar."

Farel keluar dari kamar Vanya, menuruni anak tangga satu persatu, lalu setelah ia menginjakan kaki dilantai satu, ia langsung belok kiri dan lurus.

Ya! Farel menemukannya. Ia langsung mengambil wadah kecil dan mengisinya dengan air dingin serta es batu yang ada di dalam kulkas. Ia mencari lap tapi ia tidak menemukannya.

Ia merogoh saku belakang celananya, ada sapu tangan hitam dengan tulisan inisial F di sana. Iya, sapu tangan yang tadi Vanya gunakan untuk menahan rasa sakit. Farel memasukan sapu tangannya ke dalam baskom dan mengisi sapu tangan itu dengan es.

Tidak masalah. Karena Farel pikir, sapu tangannya baru, ia baru mengambil dari lemari tadi pagi. Belum ia pakai dan Vanya sendiri yabg memakainya tadi

Farel kembali ke kamar Vanya dan langsung mengompres kaki kiri Vanya yang sedikit bengkak.

"Den, kok kakinya bengkak?" Tanya bi Ratih curiga.

"Oh ini, tadi katanya Vanya pusing diparkiran, terus dia nendang ban mobil gitu, jadi gini." Ucap Farel menjelaskan agar bi Ratih tidak panik.

"Aww." Ringgis Vanya saat sadar dan saat Farel mengompres dengan bersamaan.

"Akhirnya sadar juga." Ucap bi Ratih lega.

Vanya tersenyum tipis, dengan pandangan yang masih buram, Vanya mulai mengamati siapa yang mengompres kakinya.

"Farel?" Ucap Vanya ragu.

Farel mengangguk. "Iya, ini gue."

"Kalau gitu bibi turun dulu ya? Mau bibi bawain apa non?" Tanyanya.

Vanya menggeleng. "Gak usah bi, nanti aku aja yang turun."

"Ya udah deh, bibi mau masak, soalnya mau ada yang datang hari ini, spesial." Ucap bi Ratih.

Vanya menatap bi Ratih bingung. "Papa pulang?"

Bi Ratih menggeleng. "Bukan, ini spesial banget deh. Bentar lagi pasti datang." Ucap bi Ratih misterius.

Vanya menggeleng tak mengerti. "Masaknya sekalian ya bi, soalnya Ressa, Denira sama Dhea mau kesini malam ini."

"Siap!" Ucap bi Ratih lalu keluar dari kamar Vanya. Saat bi Ratih akan menutup pintu kamarnya,

"Gak usah ditutup bi, saya bentar lagi mau pulang." Ucap Farel dan bi Ratih mengangguk.

Farel berdiri dari duduknya, "gue pulang ya? Kompres terus. Kalau makin parah, ke rumah sakit." Ucap Farel sambil melenggang pergi.

Baru Farel melangkah, Vanya sudah memanggil namanya kembali dan terpaksa Farel membalikan badannya kembali.

"Bantuin gue jalan, gue mau mandi." Ucap Vanya pelan dengan sedikit malu.

Farel akhirnya membantu Vanya berdiri dan berjalan menuju toilet yang ada di dalam kamar Vanya.

"Udah?" Tanya Farel ketika telah sampai di depan pintu toilet.

Vanya mengangguk dan tersenyum. "Nanti bantuin gue turun ya?"

Farel mengangguk sambil melenggang pergi keluar kamar Vanya. "Nanti panggil aja." Ucap Farel sebelum menutup pintu kamar Vanya.

🍃🍃🍃

Vote.

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang