1.7

480 21 0
                                    

Malam ini mereka berempat berkumpul di dalam kamar Vanya. Lebih tepatnya di balkon kamar Vanya sambil menikmati segelas coklat panas dan menikmati angin di malam hari dengan posisi berbaring menatap langit malam.

"Udah lama kita gak kayak gini." Ucap Denira membuka obrolan malam ini.

Ressa mengangguk. "Sibuk mulu sih, apalagi lo. Susah banget kita mau main sama lo. Harus banyak sabar." Ucap Ressa kesal karena Denira paling susah untuk diajak main sejak ia terpilih menjadi ketua MPK.

Dhea langsung duduk, menyela obrolan Ressa dan Denira. "Apaan lo? Gue kali yang nge batin. Gak nge batin deng, intinya gue yang paling sabar pastinya." Ucap Dhea percaya diri.

Denira terkekeh. "Dih apaan lo? Sabar apanya? Ngegas mulu juga." Ucap Denira sambil mulai duduk juga

"Lo kali yang ngegas mulu. Gue tuh sabar banget nunggu kalian tau." Ucap Dhea.

Ressa menatap Dhea dan duduk bersama Denira dan Dhea. "Kenapa sih?"

Vanya yang mulai menyadari kalau Dhea akan bercerita pun kembali duduk dan meneguk cokelat panasnya.

Dhea menghembuskan nafasnya pelan. "Gue inget banget tuh, pasti kita daftar buat jadi OSIS MPK tahun lalu. Tapi cuma kalian yang keterima, punya jabatan lagi. Denira ketua MPK, Vanya wakil ketua OSIS, Ressa sekretaris OSIS, lah gue? Gue gak punya ekskul.

Ya mungkin tuhan tau, gue gak akan sanggup kayak kalian. Gue kan paling mageran di antara kalian. Gue anaknya gak betahan. Kalau ngomong masalah sabar, gue harus sabar banget lah, kalau kalian ada rapat, gue sendiri, apalagi kalau rapatnya pas istirahat, gue kayak anak ilang di kantin." Ucap Dhea yang tanpa sadar mereka semua meneteskan air matanya.

"Jangan nangis dong." Ucap Ressa menenangkan, namun ia sendiri menangis.

Denira menghapus air matanya dan menatap Dhea optimis. "5 bulan lagi. 5 bulan lagi jabatan kita abis kok." Ucap Denira menenangkan.

Mereka menangis kembali dan berpelukan lagi. "Udah dong, melow banget si." Ucap Ressa sambil melepaskan pelukannya diikuti Denira.

Berbeda dengan Vanya yang terus menangis di pelukan Dhea, yang Dhea juga tidak tau Vanya segitunya menangis. Mereka tau, kalau Vanya anak yang perasa banget. Tapi kali ini berbeda, Vanya nangis sambil ia terisak-isak.

Dhea mengelus punggung Vanya. "Van? Lo ada masalah?"

Vanya melepas pelukannya dan dengan cepat menghapus air matanya. Vanya tersenyum tipis dan menggeleng. "Gue gapapa."

"Van..." Lirih Denira.

Vanya menggeleng dan tersenyum. "Gue gapapa kok. Gue pengen nangis aja, gue udah lama gak nangis, soalnya stock movie udah abis." Ucapnya.

"Dasar!" Ucap mereka serempak.

"Gue beruntung aja punya kalian, sampai tua ya!" Lanjut Vanya.

"Lebay Van!"

Vanya terkekeh dan berbicara dalam hati sambil menatap mereka. "Tidak semua air mata adalah duka dan penderitaan. Terkadang air mata yang keluar adalah tanda kebahagiaan yang tak mampu diungkapkan secara kata-kata."

🍃🍃🍃

"Heh kalian! Bangun dong!" Ucap Gibran sambil menggedor-gedor pintu kamar Vanya.

Tadinya, hanya Denira yang akan menginap disini, namun karena ke asyikan mengobrol, mereka sampai lupa waktu.

Mereka baru sadar sudah larut malam ketika ada ronda keliling lewat, dan melihat ke arah jam, jam sudah menunjukan pukul setengah 12 malam.

Yang pada akhirnya mereka harus menginap daripada pulang malam. Pagi harinya ini adalah pr untum Gibran. Pr membangunkan mereka sekolah.

Apalagi Ressa dan Dhea yang tidak membawa peralatan sekolah. Jadi mereka harus bangun lebih pagi agar bisa pulang mengganti baju dan membawa buku

"Woy pada kebo ya lo pada! Bangun! Pulang woy! Jam 6 ini ya ampun!" Teriak Gibran dari luar kamar sambil terus mengedor-gedor pintu kamar Vanya.

Bi Ratih datang dengan tergesa-gesa. Gibran menatap bi Ratih bingung. "Kenapa bi?"

"Aden yang kenapa? Teriak-teriak dari tadi." Ucap bi Ratih.

Gibran mengusap rambutnya yang tak gatal. "Bangunin mereka susah banget bi. Kebo semua ya?" Tanya Gibran yang terlihat sudah menyerah.

Biasanya, kalau hanya Vanya sendiri, Gibran langsung masuk dan loncat-loncat di atas kasur Vanya agar ia bangun.

Bi ratih mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Mau sampai siang pun aden teriak, mereka gak akan bangun." Ucap bi Ratih sambil memasukan kunci dan ya pintu kamar terbuka.

"Ayo den masuk." Ucap bi Ratih mempersilahkan Gibran masuk.

Gibran menggeleng. "Bibi aja dulu, kalau aman kasih tau."

Bi Ratih tersenyum jahil lalu masuk, tak lama kemudian bi Ratih keluar kembali memanggil Gibran. "Den, ayo, gak bangun terus."

Dengan malas, Gibran masuk ke dalam kamar Vanya. Matanya takjub saat melihat kamar Vanya yang emang sudah seperti kapal pecah.

"Gila, ini kamar cewek kok gini?" Ucap Gibran tak percaya.

Gibran langsung berjalan mendekati kasur dan mencari Vanya. Setelah menemukan Vanya, Gibran langsung menggelitiknya.

"Van bangun! Hey bangun dong kalian! Jam 8 ini!" Teriak Gibran dan sontak semuanya langsung bangun.

Denira langsung bergegas ke kamar mandi, Ressa dan Dhea membereskan barang-barangnya, dan Vanya langsung turun dengan pelan dan sangat hati-hati untuk membuka balkon.

"BANG GIBRAN!" Teriak Vanya saat tau langit belum secerah jam 8 pagi.

Gibran terkekeh dan langsung keluar kamar. "Tunggu di bawah ya, gue yang antar, bedakan nya di mobil aja." Ucapnya sebelum meninggalkan kamar Vanya.

Ressa langsung berbaring kembali di kasur meratapi dirinya yang di prank Gibran.

Dhea menghembuskan nafasnya pelan. "Untung ganteng." Ucap Dhea sambil mengelus dadanya untuk sabar.

Peletak!

Satu botol skin care milik Vanya yang ada di samping Ressa melayang. "Berisik lu!"

Dhea mengelus kepalanya pelan, mengambil botolnya kembali dan melemparnya kembali ke Ressa.

"Diem lu!"

Vanya menghembuskan nafasnya kasar melihat drama pagi ini.

"Non, sarapannya mau apa?" Tanya bi Ratih.

"Sarapannya roti sama susu cokelat aja ya. Soalnya udah siang, gak sempat kalau nasi goreng." Ucap Vanya pada bi Ratih.

Bi Ratih mengangguk dan keluar dari kamar Vanya bergegas menuju dapur untuk menyiapkan mereka sarapan.

"Denira! Cepet dong! Jangan lulur an!" Teriak Ressa kesal karena diantara mereka yang paling lama mandi itu Denira.

Vanya membuka handphone nya. Ia melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dari Arga. Ia sengaja menonaktifkan handphone nya semalam, agar momen bersama mereka tidak terganggu.

Vanya membuka WhatsApp nya. 250 pesan dari Arga, membuat pesan itu muncul paling awal.

Dengan cepat Vanya menutup lock screen handphonenya saat Denira tiba-tiba keluar dari kamar mandi.

Vanya langsung masuk ke dalam kamar mandi, saat Ressa dan Dhea masih berdebat.

"Gue dulu ya! Mau pup!" Teriak Vanya.

"Tuh kan Vanya dulu." Ucap Dhea kesal.

"Lo sih pake ngajak gue debat."

"Lo woy yang ngajak."

"Dih lo kali."

"Udah diem berisik." Ucap Denira pada akhirnya.

🍃🍃🍃

Vote.

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang