Ketika sebuah hubungan pernikahan gagal, dan berakhir dengan mengenaskan. Maka, siapa yang patut kita salahkan di sini?Entahlah. Terkadang jika orang tengah berada di titik itu, tak jarang ia justru menyalahkan cinta untuk segalanya. Cinta, yang membuat kita buta hingga tidak bisa membedakan antara fakta dan dusta. Cinta, yang juga membuat kita gila, hingga tak pernah mau mempercayai kebenaran yang jelas-jelas sudah ada di depan mata.
Namun, bukankah itu terlihat tidak etis? Tidak ada yang salah dengan cinta, karena perasaan cinta itu sendiri tumbuh di dalam hati tanpa bisa kita cegah lagi. Cinta itu murni. Jadi, jangan menjadi bodoh dengan bersembunyi di balik kata cinta.
Yah, sekali lagi. Tidak ada yang salah dengan cinta. Akan tetapi, manusia itu sendirilah yang salah. Ia salah karena tidak bisa mengontrol perasaannya, salah karena mau saja diperbudak oleh cintanya, dan berakhir tidak lagi bisa berpikir dengan logika.
"Berikan berapapun uang yang dia mau, asalkan wanita itu bersedia menandatangani surat perceraian itu," tegas Jimin, pada pengacara pribadinya di seberang sana.
Yah, Jimin tidak main-main dengan perkataannya. Setelah hari itu, ia langsung meminta pengacaranya untuk segera mengurus perceraiannya dengan Soojung.
Semuanya berjalan dengan lancar seperti yang Jimin inginkan, hanya tinggal tanda tangan Soojung lah yang ia butuhkan untuk meresmikan perceraian mereka berdua.
Namun, lagi-lagi wanita itu kembali berulah. Soojung tetap tidak ingin menandatangani surat perceraiannya jika Jimin tidak mau memberinya uang. Ck, dengan ini Jimin benar-benar sadar. Jika ternyata Soojung memang haus akan uang.
"Baiklah, terima kasih," tutupnya.
Jimin kembali termenung sesaat setelah ia memutuskan sambungan telfonnya, memikirkan betapa bodohnya ia hingga baru menyadari betapa liciknya Soojung setelah beberapa tahun mereka berumah tangga.
"Tidak ada gunanya kau terus meratapi nasibmu, Jim. Kau hanya akan semakin terjebak di masa lalu jika terus memikirkan itu," gumam Jimin. Pria itu menghela nafas cukup panjang, kemudian mengambil kunci mobil di atas meja kamarnya.
"Sepertinya aku perlu belanja beberapa barang, dan makanan untuk keperluan selama berada di kota ini," lanjutnya.
Jimin memang sudah berada di kota Daegu untuk mencari sang istri selama beberapa hari belakangan ini. Namun, usahanya belum juga membuahkan hasil, ternyata semuanya tidaklah semudah yang Jimin kira. Mencari Hyera di kota yang cukup besar ini, bagaikan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Itulah pikirnya.
Pria itu mulai melangkah pergi meninggalkan kamarnya. Menutup, dan tak lupa mengunci pintu apartement-nya, sebelum akhirnya pergi untuk berbelanja.
*****
"Kenapa kau terus menggangguku, Yoon?!"Bentakan dari wanita, yang saat ini tengah berada di sampingnya nyatanya tak membuat pria yang tidak lain adalah Yoongi itu gentar. Pria itu justru semakin menatap dalam kedua mata Hyera, dan membuatnya langsung mengalihkan pandangannya.
"Kau masih marah? Kenapa kau bersikap seperti ini padaku, Hye?" tanyanya.
Beberapa hari ini, atau lebih tepatnya setelah kejadian dimana Yoongi mengajak Hyera untuk menemui Ibunya, dan berakhir dengan sebuah kejadian yang tak terduga, Hyera memang terlihat mencoba menghindar darinya. Setiap kali Yoongi ingin berkunjung, Hyera pasti langsung menutup rapat pintu rumahnya, hingga berujung Yoongi pulang dengan membawa rasa kecewa.
Bukan hanya itu, Hyera juga tidak mau mengangkat telfon darinya. Membalas pesan-nya pun hanya seperlunya saja. Membuat Yoongi mau tidak mau berpikir, jika wanita itu juga tengah marah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Contract (End)
FanfictionHanya sekelumit kisah, tentang gadis bernama Song Hyera, yang harus rela menjadi istri kontrak dari seorang Park Jimin.