Part. 23

1.8K 169 6
                                    


Jika Jimin tahu bahwa dengan mengajak istrinya makan malam, serta membuatnya bernostalgia dengan menyanyikan lagu 'Promis' miliknya bisa membuatnya lebih dekat dengan Hyera. Maka, sudah sedari dulu ia pasti akan melakukannya.

Yah, sepertinya Tuhan sedang berbaik hati padanya. Do'anya untuk membuat malam itu menjadi awal hubungannya dengan sang istri, nyatanya di dengar oleh sang pencipta dan membuatnya cukup bahagia.

Sejak malam itu, hati Hyera seakan mulai mencair. Jika biasanya wanita itu akan bersikap begitu dingin padanya, atau langsung mengusirnya saat ia mencoba untuk bertemu dengannya, maka itu sudah tidak berlaku lagi sejak malam itu terjadi.

Hyera memang tidak mengatakan secara terang-terangan bahwa ia telah memaafkannya, tapi perlakuannya pada Jimin membuat pria itu kembali berharap lebih pada hubungan mereka berdua.

Dan, yah. Tentu saja Jimin tidak menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja. Saat Jimin berpikir bahwa Hyera mau membuka hati lagi untuknya, hampir setiap hari, bahkan jika bisa setiap saat Jimin ingin terus berada di samping istrinya.

Sedangkan Hyera? Wanita itu juga sepertinya tidak masalah. Hyera membiarkan suaminya itu menjalankan kewajibannya sebagai calon Ayah, ia tidak akan menolak apabila Jimin membelikan calon buah hati mereka pakaian, atau pun kebutuhan lainnya.

Yah, meskipun sudah dari jauh-jauh hari Hyera mempersiapkan itu semua. Namun, rasanya akan sangat egois jika ia menolak pemberian dari Jimin, bukan?

Tidak cukup sampai di situ, Jimin bahkan memaksa untuk mengijinkannya tinggal di rumahnya mengingat jarak kelahiran sang calon buah hati yang hanya tinggal menghitung hari. Membuat Hyera mau tidak mau harus setuju, karena tidak bisa dipungkiri, ia benar-benar sangat membutuhkan dukungan sang suami di saat-saat seperti ini.

Meskipun dari awal mereka setuju untuk tidak tidur dalam satu kamar yang sama, tetapi tetap saja, hampir setiap malam Jimin selalu berakhir tergeletak di sofa kamarnya karena kelelahan setelah memijatnya, atau sekedar berjaga-jaga saat ia mengalami kontraksi palsu seperti biasanya.

Bahagia? Entahlah, Hyera masih belum yakin apa yang dirasakannya ini adalah sebuah kebahagiaan, atau sekedar rasa syukurnya pada Tuhan karena telah membuat sang suami sadar atas semua kesalahan yang pernah ia lakukan padanya.

Namun, terlepas dari itu semua. Untuk saat ini harapan Hyera hanya satu. Melahirkan sang buah hati ke dunia, dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu apa pun.

*****
"Jangan khawatirkan apa pun, Hye. Aku mungkin tidak bisa mengurangi rasa sakitmu. Tapi, percayalah. Aku akan selalu berada di sampingmu, untuk mendukungmu, dan menjadi kekuatanmu."

Senyum manis terukir di bibir tipisnya saat mendengar kata sederhana, tetapi penuh makna yang keluar dari mulut sang suami, yang saat ini tengah sibuk menyuapinya.

Jika Hyera boleh jujur, hari-harinya memang terasa lebih berwarna sejak kembalinya Jimin dalam kehidupannya. Ia seakan terbuai dalam kelembutan sikap sang suami, hingga tak sadar jika waktu satu minggu itu dengan cepat berlalu, yang berarti jika penantiannya untuk kelahiran sang buah hati hanya tinggal sekejap lagi.

"Makanlah, kau butuh banyak kekuatan untuk melahirkan anak kita, kan?"

Kali ini Hyera menggeleng. Sungguh, ia benar-benar merasa tidak nafsu makan. Wanita kembali itu meringis, hampir putus asa karena sejak tadi malam Jimin langsung membawanya ke rumah sakit bersalin saat ia merasakan kontraksi, sampai saat ini bayinya tak kunjung lahir dan membuatnya frustasi sendiri.

"Sshh." Hyera semakin mencengkram erat tangan Jimin saat kembali merasakan gelombang kontraksi yang membuatnya tersiksa, dan mencoba untuk menyalurkan rasa sakitnya pada sang suami.

Sedangkan Jimin? Pria itu tak bisa melakukan apa pun selain memberi kata-kata semangat untuk Hyera. Dengan setia Jimin tetap duduk di samping Hyera, menggenggam erat tangannya, dan sesekali memijat pinggangnya yang terasa nyeri sampai akhirnya ia bisa sedikit bernapas lega, saat Dokter kandungan yang bertugas untuk menangani Hyera mengatakan jika pembukaannya sudah sempurna, dan istrinya siap untuk melahirkan saat ketubannya sudah pecah.

"C-cakar saja tanganku jika itu bisa mengurangi rasa sakitmu, Hye."

Jimin berbicara dengan gemetar. Bukan karena sakit akibat cakaran yang ia terima dari sang istri, tetapi rasa khawatir, juga ketakutannya melihat betapa besar perjuangan Hyera demi melahirkan buah hati mereka ke dunia lah yang berhasil membuat pria itu seakan tak mampu hanya untuk sekedar berkata-kata.

"S-sakit, Jim," adu Hyera. Membuat Jimin semakin ingin menangis saja.

"Kau kuat, oke? Berjuanglah sedikit lagi, setelah itu kita menangis bersama dengan Baby nanti," ujar Jimin. Membuat Hyera sedikit menyunggingkan senyumnya.

"Ayo, Nyonya. Sedikit lagi, ikuti instruksi saya dan dorong yang kuat, mengerti?"

Hyera hanya bisa mengangguk lemah menanggapi ucapan sang Dokter. Wanita itu kembali mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, sebelum akhirnya kembali mengejan, dan berhasil mengeluarkan bayinya hanya dengan satu kali dorongan.

Suara tangisan pun menggema di seluruh ruangan tersebut, membuat Jimin tidak bisa untuk menahan tangisnya lagi.

"A-aku mencintaimu, Hye. Hiks, terima kasih. Aku ... aku mencintaimu."

Berkali-kali pria itu mengecup kening sang istri, terus mengucapkan terima kasih, yang sukses membuat para suster dan Dokter tersenyum-senyum sendiri melihat betapa manisnya interaksi kedua pasangan ini.

"Laki-laki sempurna, dengan berat 3,5 kilo gram. Selamat," ucap sang Dokter. Kemudian menyerahkan bayi mungil itu pada sang suster untuk dibersihkan.

Jimin sendiri mulai beranjak dari tempatnya, pria itu kembali duduk di samping ranjang sang istri, dan mengecup punggung tangannya dengan penuh cinta.

"Terima kasih."

Lagi-lagi, hanya ucapan terima kasih yang bisa Jimin berikan pada Hyera. Jika ada kata lebih baik dari 'terima kasih', sudah pasti Jimin akan mengucapkannya setelah melihat betapa besarnya perjuangan yang telah Hyera berikan demi melahirkan buah hati mereka ke dunia.

"A-aku ingin melihatnya, Jim," lirih Hyera.

Jimin pun mengangguk. Pria itu mulai bangkit dari duduknya, dan mengambil alih bayinya dari gendongan sang suster yang sudah selesai membersihkan bayi mereka.

"S-sangat tampan, bukan?" ujar Jimin seraya menyerahkan bayi itu pada Hyera.

"Benar-benar tampan," lirih Hyera.

Wanita itu tersenyum. Namun, justru air mata kebahagiaan lah yang berhasil mengalir membasahi pipi mulusnya.

Dengan lembut Hyera mengecup sayang kening sang putra, bersyukur karena Tuhan sudah memberikannya malaikat kecil yang begitu tampan untuknya. Hyera kembali tersenyum, sebelum akhirnya kembali menyerahkan putranya pada Jimin.

"Terima kasih, karena telah lahir ke dunia ... jagoan kecil Appa," bisik Jimin tepat di telinga sang putra.

Senyuman manis kembali terukir di bibir tebalnya. Sungguh, Jimin amat sangat bahagia dengan kelahiran bayinya.

Dalam hati Jimin kembali berharap. Jika kelahiran malaikat kecil mereka ke dunia, bisa menyambung kembali ikatan pernikahannya dengan sang istri yang sempat terputus karena keegoisannya sendiri.

Tbc .....

See you next part~

Marriage Contract (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang