32 || Demam

442 22 1
                                    

Jangan lupa vote+coment+share

Happy Reading guys!
.
.
.
.

Angin malam berhembus kencang. Menyibak tirai-tirai jendela kamar Kyra. Hawa dingin mulai masuk melalui cela-cela ventilasi dan jendela kamar yang belum di tutup. Tetapi gadis cantik itu tidak peduli dengan dinginnya udara malam yang menembus kulitnya, ia tetap setia menatap kosong kearah luar jendela kamar. Matanya terlihat sembab karena terlalu lama menangis.

Ia merasa semua telah hancur. Mulai dari persahabatannya dan juga cintanya dengan Alkano. Jika saja ia menolak ajakan Malven ke cafe sewaktu itu pasti tak akan ada yang mengambil vidionya dengan Malven. Dan kesalah pahaman itu tak akan terjadi. Ia benar-benar kesal saat semua terjadi karena ulahnya.

Dan jika saja ia tak mencintai dua orang dalam satu hati pasti semua tidak akan seperti ini. Hancur, dan harus melukai hati Alkano karena harus meninggalkan Alkano dan memilih cinta di masa lalunya.

Kyra menunduk menatap phonsel di tangannya yang berdering. Kyra tersenyum tipis melihat nama Alkano di sana.

"Kenapa lo masih aja telpon gue? Harusnya elo nggak usah peduli lagi sama gue." Tak ingin mendengar phonselnya terus berdering, Kyra memilih untuk mengecilkan suara phonselnya hingga tidak terdengar sama sekali.

Mata Kyra masih setia menatap layar phonsel yang masih menampilkan nama Alkano di sana. Hingga beberapa detik kemudian telpon itu berhenti dan nama Alkano menghilang dari layar phonsel.

Semenit kemudian nama Alkano kembali muncul di layar phonselnya. Hingga tiga kali Alkano menelponnya, Kyra tetap saja tidak mau menjawabnya.

Alkano
Ok, mulai hari ini gw benci elo.
Gw gk akan peduli lo lagi.

Kyra melempar asal phonselnya setelah membaca pesan yang Alkano kirimkan. Ia mengacak-acak rambutnya kesal. Rasa sesak kembali menyerang dadanya. Rasanya ia benar-bemar tidak bisa kehilangan Alkano dan juga Elangnya.

"Gue cuma cinta Elang, bukan elo Al." Mata Kyra kembali mengeluarkan cairan bening itu.

"Gue benci diri gue, gue benci," kata Kyra sambil melempar asal bantal dan guling di dekatnya. Dirinya benar-benar membenci dirinya sendiri. Karena dirinya semua hancur seperti tanpa sisa.

"Gue pengen mati."

♠♠♠

Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar Kyra dan berhasil masuk menembus mata Kyra yang masih tertutup rapat. Mengganggu sang empunya untuk bangun dari tidurnya.

Perlahan Kyra membuka matanya. Ia meringis sakit saat merasa kepalanya begitu pusing, dan juga perutnya yang terasa sedikit perih. Dengan sisa tenaga yang ada Kyra bangun dari tidurnya. Ia kemudian menyandarkan punggungnya pada headboard.

"Pusing banget," pekiknya sambil memegangi sebelah kepalanya. Sesekali Kyra memijit pangkal hidungnya agar pusingnya sedikit menghilang.

"Jam tujuh," ujar Kyra setelah melihat jam di phonselnya. "Gue udah telat."

Baru saja Kyra akan turun dari tempat tidurnya, suara dari depan pintu membuat ia mendongkak dan menghentikan gerakan tubuhnya. Mata Kyra berbinar melihat seseorang yang ia rindukan bersiri di depan pintu kamarnya. Perlahan senyum di bibir pucat Kyra mengembang.

"Kamu masih sakit, jangan bangun dari tempat tidur."

"Mama di sini?" tanya Kyra pada Zenna yang tengah berjalan kearahnya.

Only You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang