Ivy hari ini berkunjung ke rumah Deka untuk bersiturahmi dengan kedua orangtuanya. Bagi Ivy, keluarga Deka sudah seperti keluarga keduanya yang selalu ada setiap kali Ivy kesulitan.
"Sore ibu negara!!! Lapor, anaknya hari ini di sekolah mengidap penyakit ayan dan sakit jiwa! Sekian." ujar Ivy pada Deranti—ibu Pradekar, seraya menghentakan lurus kedua kakinya ala-ala pemimpin upacara yang sedang melapor pada pembina.
Deranti terkekeh pelan "ahaha.. Hari ini tante gak kasih dia uang, gimana dia di sekolah tadi? Ngamenkah?" tanyanya.
Deka yang sedaritadi di omongin hanya memasang wajah jutek "mah! Pokoknya Deka besok kasih uang. Tadi sebelum kesini, Deka mulung dulu tauk huaaa..." rengeknya.
"Biarin. Biar kamu belajar irit!" balas Deranti.
"Ivy kalau mau makan, makan aja ya sayang." tawar Deranti, Ivy membalas dengan anggukan. Lalu, wanita itu mengekori Deka sampai kamarnya. Hingga berhentilah keduanya di depan pintu kamar.
Deka menoleh ke belakang memperhatikan wajah konyol Ivy yang sedang memain-mainkan jarinya "mau ngapain lo!" gumam Deka sinis.
"Mau ngadem di kamar lo, panas." Ivy mengipas-ngipas dirinya dengan tangan.
"Gue mau ganti baju. Bantuin mak gue buat puding aja sono." usirnya.
Ivy mengerucutkan bibirnya. Kemudian ia turun lagi ke lantai bawah untuk membantu Deranti membuat puding.
Sudah bertahun-tahun, tapi Deranti dan ibu Ivy tidak pernah bertemu sekalipun. Ibu Ivy hanya tahu kalau ia berteman baik dengan lelaki bernama Deka. Deka juga sering mengunjungi rumah Ivy.
"Vy, ibu kamu ajak kesini dong kapan-kapan, tante mau kenalan. Kali aja kamu sama Deka bisa lebih dari teman." ujar Deranti menyungging senyuman.
Ivy tersenyum kikuk "mamah cacat, tante, jadi ayah gak bolehin mamah keluar-keluar." terangnya. Deranti menghentikan pergerakannya, ada sesuatu yang ganjil, wanita itu menoleh ke arah Ivy.
"Cacat apa?"
"Kakinya, mama udah gak bisa jalan." balas Ivy dengan nada sendu.
Jantung Deranti berdebar, pikirannya mendadak kosong.
"Vy, sudah sore. Kamu pulang ya, nanti mama kamu nyariin." ujar Deranti dengan wajah panik.
"Aku mau ngerjain pr sama Deka, tante." balasnya.
Tak lama, Deka turun. Pria itu menegur Ivy yang hendak keluar dari rumah "mau kemana lo? Kan belom ngerjain pr. Plisss jangan pergi, gue gak ngerti sama sekali prnya." cegah Deka menghadang Ivy di pintu.
"Nanti kerjain sama mama aja. Mama yang ajarin. Udah sore, Ivy biarin pulang." gelak Deranti.
Deka menoleh tajam "emang mama ngerti?"
Keluar dari sana sekarang. Gue gak suka Ivy yang gue kenal main ke rumah cowo lain.
Ivy mengecek notif dari ponselnya, itu dari Yaspian. Ivy bergegas keluar dari sana. Wanita itu menoleh kanan-kiri untuk menemukan sosok Yaspian. Dapat, lelaki itu berada dibalik mobil sedan hitam dengan tatapan beringas. Ivy melangkahkan kakinya dan berniat menjelaskan semuanya agar Yaspian tidak salah paham."Ma..maaf, aku..."
"Naik."
Ivy dengan gugup menaiki mobil Yaspian. Pikirannya menjalar kemana-mana tentang mobil siapa yang Yaspian bawa, tentang Yaspian yang menguntitnya atau tidak.
Yaspian menancap gas dengan kecepatan di atas rata-rata, Ivy semakin kuat menggengam tangannya sendiri. Percayalah, Ivy takut. Apalagi rahang Yaspian yang mulai mengeras sangat membuktikan kilat amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Yaspian; The secret of Yaspian life
Teen FictionSEQUEL ZERAGA Bisa dibaca tanpa membaca Zeraga dulu. Rank #2 in deep (5-7-21) Rank #10 in crime (20-7-21) Yaspian Juteirus terpaksa diasingkan ke kota lain bersama nenek tua yang dipercayai kedua orang tuanya. Yaspian yang seharusnya berada diantara...