Aku kira perasaan kamu ke aku selama ini adalah sebuah getaran cinta. Dan hari ini, aku tertampar kenyataan. Perasaanmu padaku, tak lebih dari sekedar rasa kasihan bukan? -Ivy Lidya Zeraga
***
Setelah keadaan Ivy membaik, Yaspian mengantarkannya persis didepan pintu rumah Ivy.
"Lo gak boleh kecapean dulu. Jangan banyak mikir apa-apa. Resti biar gue yang urus." peringat Yaspian. Tatapannya lurus, fokus berkendara.
Ivy tertohok, darimana Yaspian tahu?
"Kamu tau darimana yang soal Resti?" tanyanya curiga. Yaspian kadang-kadang memang di luar perkiraan. Baginya, masalah seperti ini mudah ditebak. Yaspian bahkan tidak perlu berfikir keras lagi untuk mengetahui dalang dibalik sakitnya Ivy.
"Apa yang gue gak tau semua tentang lo? Tanggal datang bulan lo aja gue tau." ujarnya dengan begitu enteng. Ivy sontak menoleh dan memukul bahu Yaspian pelan.
"Dasar! Yaudah, aku masuk dulu ya. Kamu mau mampir?" tanya Ivy. Ivy berani menawarkan Yaspian mampir karena belum ada tanda-tanda kepulangan kedua orang tuanya.
"Gak usah. Udah malem juga." tolaknya.
"Eh tunggu!" Yaspian menahannya.
"Kenapa?"
"Rachel untuk sementara waktu ini tinggal di rumah gue dulu. Ada sesuatu yang mendesak dia." ungkapnya lembut. Demi apapun, suara Yaspian adem banget masuk telinga. Tadinya Ivy mau marah, tapi mata Yaspian tulus banget mau nolongin orang.
"Gapapa, kok... Kamu izin sama aku aja, aku udah ngerasa spesial hehe. Dadah kasep!" Ivy melambaikan tangannya, begitu juga Yaspian yang perlahan menutup kaca mobilnya dan melaju.
***
Ivy tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dirinya tidak berekspresi sama sekali dihadapan ayah dan ibunya, berbeda sekali dengan Ivy yang biasanya periang dan selalu saja nyerocos.
"Ivy langsung berangkat? Gak mau sarapan dulu?" tanya Alzetta—sang mama.
"Hm."
"Kok mukanya jutek gitu, sih? Abis di putusin kamu?" sindir Alzetta seraya mengoles selai roti di meja makan.
Ivy merongoh tasnya yang ia taruh di kursi. Tanpa membalas ucapan sang mama. Tanpa menegur juga sang ayah yang tengah memakan setangkap roti di meja. Tidak pahamkah mereka bahwa Ivy sedang dalam suasana hati yang buruk?
"Emangnya mama tau apa soal pacar Ivy? Mama tau namanya? Gak, kan? Bahkan mama aja salah duga. Ivy gak punya pacar!" balas Ivy dingin. Wanita berambut sebahu itu tengah mengikat tali sepatunya, sesekali ia mendengus kesal.
Alzetta tertohok mendengarnya. Baru kali ini mendapat semprotan kata dari putrinya. Tapi selama ini Ivy memang cenderung lebih dekat sama ayahnya.
"Vy." panggil sang ayah.
Ivy menoleh "hm?"
"Kamu kenapa? Mau ayah beliin tiket konser lagi? Atau lightstick juga gapapa." ujar Araga—sang ayah dengan iming-iming akan membelikan tiket konser dan k stuff lainnya. Dari dulu memang seperti ini, menyogok perasaan kesal Ivy dengan barang yang ia suka. Tapi sekarang Ivy sudah kebal, ia hanya butuh perhatian.
"Gak! Dari dulu mama sama papa gak pernah nganggep perasaan Ivy tuh serius! Kalian cuma sibuk sama dunia kalian, dunia kerja, dunia pertemanan. Mana pernah liat Ivy? Mana pernah peduli? Mama sama papa gak tau, kan, Ivy ditampar sama mamanya Resti. Ivy juga hampir di keluarin dari sekolah. Dan terakhir, semalem Ivy pingsan di rumah. Kalian gak tau, kan?" ujar Ivy dengan nada gemetar, air matanya sudah bergenang dipelapukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Yaspian; The secret of Yaspian life
Teen FictionSEQUEL ZERAGA Bisa dibaca tanpa membaca Zeraga dulu. Rank #2 in deep (5-7-21) Rank #10 in crime (20-7-21) Yaspian Juteirus terpaksa diasingkan ke kota lain bersama nenek tua yang dipercayai kedua orang tuanya. Yaspian yang seharusnya berada diantara...