3

66 29 5
                                    

Sesampainya dirumah kulihat ibu yang lagi menidurkan Caca di atas sofa dan tak lama aku melihat ayah keluar dari dapur dan langsung menghampiriku.

"Kamu dari mana saja Kay? Dan kenapa mata kamu??" Tanya ayah kepadaku.

" Dia membuat Caca menangis, tidak mau mengalah main sepeda. Apa salahnya mengalah sih Kay, untuk adikmu juga, jangan jadi kakak yang egois." Marah ibu sambil menyelimuti Caca yang sudah tertidur dan melihat kearahku dan ayah.

Aku hanya diam dan tidak menjawab karena lelah dan ujung-ujungnya tetap aku yang salah. Tapi aku kagum ayah peka sekali dengan keadaanku (sedangkan doi gak peka-peka denga perasaanku.. oke abaikan..) padahal aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikan mataku yang sembap. Melihat ku hanya diam dan seakan tau apa yang aku butuhkan sekarang ayah berinisiatif untuk membawaku keluar.

" Kay temani ayah keluar yuk, ada yang lupa ayah beli." Ajak ayah sambil menarikku.

" Hah..manjakan saja terus si Kay itu, sampai kapan ia akan seperti ini bang. Egois dengan kehendaknya sendiri tidak mau mengalah. Mengalah dengan adik sendiri saja susah, hanya memikirkan dirinya sendiri saja."

"Kamu tunggu di luar dulu ya Kay, ayah ambil dompet ayah dulu." Ucap ayah, dan setelah memastikan aku keluar ayah mulai bicara kepada ibu.

" Sudahlah Yan..jangan seperti ini sama Kay. Kalau kamu seperti ini nanti dia memberontak dan tambah susah untuk kita atur. Apa salahnya sesekali dengarkan ia dan turuti maunya. Dia sudah sering melakukan perintah kita tanpa menolak kan. Kalau kamu seperti ini seolah-olah kamu membedakan anak-anakmu." Jawab ayah sambil menatap Caca yang ternyata sudah tertidur.

"Sudahlah bang..ujung-ujungnya Kay saja yang selalu benar di matamu. Tapi aku tidak membeda-bedakan anakku. Hanya saja aku ingin Kay kuat saat kita tidak ada disisinya bang. Aku hanya ingin dia mandiri." Jawab ibu.

"Ya abang tahu itu, tapi jangan terlalu keras padanya Yan. Sudahlah nanti Caca dan Bagas bangun, abg mau keluar dengan Kay dulu ya." Ayahpun berlalu kekamar dan mengambil dompetnya dan kembali keluar untuk menemuiku yang sudah menunggu didekat motor ayah.

Dan tanpa ayah dan ibu sadari sebenarnya aku mendengar percakapan mereka dari tadi. Perasaanku yang tadinya mulai membaik karena hiburan Angga kembali memburuk dan yang bisa kulakukan hanyalah menahan agar air mataku tidak keluar. Dan tak lama kulihat ayah keluar dari rumah dan kuusap sudut mataku perlahan memastikan tidak ada air mata disana.

***

"Kita kemana yah?ayah mau beli apa?" tanyaku pada ayah sambil berusaha untuk senyum senatural mungkin.

Ayah hanya tersenyum dan menyuruhku untuk naik kemotor. Aku hanya mengikuti ayah,, bagiku tidak ada yang lebih baik dari naik motor saat bersama ayah ntan kenapa rasanya sangat tenang dan damai. Dan tak lama kemudian kita sampai di pasar atau lebih tepatnya disebuah toko buku.

Aku dan ayah pun turun dari motor. Yang membuatku bingung apa yang ingin ayah beli di toko buku namun aku hanya mengikuti ayah namun terhenti diluar toko karena ada satu barang yang menarik perhatianku. Akupun mendekatinya dan hanya bisa melihat dan tanpa kusadari bahwa ayah telah berada didekatku.

"Kay ini untukmu." Ayah memberikan satu kantong plastik kepadaku sambil tersenyum.

"Ini apa yah??..wah..pensil warna baru..eh tapi ayah bolehkah Kay beli yang baru". Tanyaku pada ayah.

"Tentu saja boleh, bukankah kamu sangat membutuhkannya Kay. Pakailah ayah tau pensil warna kamu yang lama sudah tidak bisa dipakai kan." Jawab ayah sambil pergi kearah motor.

"Hehe..terimakasih ayah..sayang ayah..tapi apa ibu mengizinkan?" Tanyaku ragu-ragu.

"Justru ibu lah yang bilang kepada ayah bahwa pewarnamu sudah tidak bisa dipakai lagi Kay. Kamu tau Kay meskipun ibumu sering marah kepadamu bukan berarti ia tak sayang padamu. Marah adalah tandanya ibu peduli padamu Kay. Ibu tidak ingin kamu menjadi pribadi yang buruk."

"Tapi ibu selalu memarahi Kay dan hanya membela Caca ayah. Selalu Kay yang disalahin."

"Kay..itu karena kamu adalah contoh untuk adik-adikmu. Kamu anak sulung,,anak pertama. Pemimpin untuk adikmu. Ibu hanya sedang berusaha mendidikmu agar memberikan contoh pada adikmu. Kamu ingat tidak saat kamu menolong ibu membereskan piring kotor dan menawarkan diri untuk mencucinya?" Tanya ayah padaku sambil mengelus lembut rambutku. Dan aku hanya menggangguk menunggu ayah melanjutkannya.

" Saat itu kamu tidak menyadari bahwa Caca memperhatikanmu kan? Dan esoknya saat makan pagi dan kamu berangkat kesekolah tergesa-gesa Caca melakukan hal yang sama dengan yang kamu lakukan. Dia menawarkan diri membantu ibumu mencuci piring."

"Kadang kamu tidak menyadari Kay, tindakan baikmu ditiru oleh adikmu. Maka dari itu ibu tidak ingin kamu memberikan contoh yang buruk. Meskipun terkadang caranya sedikit berlebihan, tapi itu demi kebaikan kamu dan keluarga kita juga kan." Ayah menatapku dan aku pun mengangguk sambil tersenyum dan memeluk ayah dengan erat.

"Terimakasih ayah. Ayah benar, Kay tidak berpkir sampai kesana." Ucapku pada ayah.

" Sama-sama..ayo kita pulang nanti ibumu cemas menunggu kita." Ayah pun langsung menaiki motor dan diikuti denganku dibelakang ayah.

Sambil diperjalanan pulang saat melewati rumah Angga dan Anggi aku melihat Angga yang sedang makan telur gulung 2 plastik besar dengan sangat lahapnya dan saat aku melihatnya ia melambaikan tangan kearahku membuat 1 plastik telur gulungnya terjatuh dan hal itu membuatku tertawa lebar sedangkan Angga hanya bisa bengong melihat 1 bungkus telur gulung favoritnya terbuang menuju bumi dan bukan kedalam perutnya. Dan kelakuan Angga itu membuatku hatiku lapang sehingga bisa melupakan perasaan sedihku tadi.

Hari ini aku dapat sesuatu yang berharga. Yang pertama adalah kehadiran sahabat yang mampu menghilangkan gundah gulana di hatiku seperti Angga yang melakukannya tanpa pamrih. Dan...sepertinya aku akan mengganti telur gulungnya yang jatuh tadi, meskipun sepenuhnya bukan salahku kan.

Yang kedua adalah pesan dari seorang ayah untuk putrinya yang sedang menuju dewasa. Aku menatap punggung ayah dari belakang. Aku sangat sayang ayah,ayah adalah sandaranku ntah apa jadinya aku tanpa ayah disisiku.

Tbc

Jangan lupa vote dan commen ya..

Despair Or Rise [Completed] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang