7

64 25 13
                                    

Silahkan dengar instrumennya sambil membaca.. hope you like it..

Sesampainya dirumah semua yang ada disana langsung menurunkan jenazah yang berada mobil. Aku turun dengan langkah terhuyung dan dibantu oleh tante Ira. Memasuki pintu rumah yang menyambutku justru berbagai kenangan hangat yang ada dirumah ini, memori yang terus berputar dikepalaku seperti sebuah film. Sesak, sakit, hanya itu yang kurasakan dan masih berharap bahwa ini hanyalah mimpi buruk dan aku berharap agar segera bangun.

Berat untuk menerima kenyataan ini. Aku hanya menundukan kepala ku dan membiarkan air mataku terus mengalir tidak peduli dengan ucapan duka yang disampaikan tetangga maupun teman ayah dan ibu. Dan aku lebih memilih untuk duduk didekat jenazah ayah. Sedangkan Anggi memilih duduk disampingku, Angga dan tante Ira langsung membantu tetangga yang lain.

Jenazah..hah..ingin rasanya aku menjerit dengan mengatakan bahwa ayah masih hidup dan hanya tidur saja. Namun kenyataan begitu menamparku dengan keras seolah menyuruhku untuk sadar dari anganku. Menatap kosong keadaan yang ramai disekitarku sambil menggenggam jam tangan ayah yang diberikan kepadaku saat dirumah sakit tadi.

Tidak beberapa lama kulihat ada beberapa orang pria yang kutahu adalah teman ayah menghampiriku dan bertanya tentang kapan dilaksanakan penguburan jenazah. Dengan suara bergetar aku berusaha menjawab dilakukan sore ini juga karena ayah pernah bilang lebih baik penguburan jenazah dilakukan secepatnya tanpa menunggu siapapun.

Mereka mengangguk dan tersenyum sedih sambil mengusap kepalaku dan menyampaikan kata sabar dan agar aku ikhlas. Aku hanya mengangguk. Tak lama kemudian kudengar ada suara ribut diluar seperti adu mulut antara tetangga dengan seseorang, namun aku berusaha tetap acuh tapi lambat laun telingaku mendengar nama ayahku disebut-sebut. Sehingga aku memilih untuk berdiri dan diikuti oleh Anggi namun belum sempat aku keluar orang itu sudah masuk dan langsung menghampiriku. Dan menatapku dengan wajah merendahkan.

"Kamu anaknya pak Yadi kan??keluarga kamu ada hutang sama saya..mana uang kamu?? sini..bayar hutang ayah kamu pada saya.." tanyanya padaku sambil menunjuk-nunjuk kearahku dan seketika kurasa lututku melemah. Dan perkataannya itu tentu saja memancing kemarahan orang dewasa disana.

"Om maaf ya kalau saya ikut campur, tapi disini orang lagi berduka om..om gak lihat..keluarga ini baru saja ditimpa musibah." Ucap Anggi sambil berusaha memegangku agar tidak jatuh.

"Heh..anak kecil diam kamu saya gak peduli.. utang tetaplah utang..nanti mereka malah kabur kalau saya gak minta sekarang." Ucapnya sambil menatap sinis.

"Pak bapak ada etika gak sih pak,,disini orang lagi berduka pak tolong jaga sikap anda. Kan nanti bisa bicara dengan keluarganya tanpa didepan umum kayak gini. Bapak ingin mempermalukan keluarga ini ya." marah seorang warga kepada orang itu atau lebih dikenal dengan pak Agus si orang kaya sombong, itulah gelar warga sekitar kepadanya.

"Heh..saya maunya sekarang ya..saya gak peduli gimanapun kondisi keluarga ini apapun keadaannya yang penting utangnya pak Yadi itu lunas dan uang saya kembali."

"Me..memangnya apa hutang ayah saya pak? Seingat saya ayah tidak pernah lagi ada hutang?" Tanyaku yang akhirnya bersuara setelah berdiam diri cukup lama.

"Ayah kamu itu berjanji menghantarkan dagangan saya pagi tadi tapi dia malah kecelakaan dan barang saya hancur,,jadinya saya rugi dong. Udah barangnya hancur konsumen saya malah pergi ke pedagang lain. SAYA RUGI GARA GARA AYAH KAMU..DASAR ORANG MISKIN!!". Marahnya dan memakiku. Air mataku langsung mengalir bahkan aku jatuh terduduk membuat Anggi panik dan berusaha menenangkanku. Aku langsung menutup telingaku mencegah omongan buruk orang itu masuk ke dalam telingaku.

Nafasku sesak... Aku tidak ingin asmaku kambuh saat ini.. dan dengan susah payah aku berusaha mengendalikan nafasku yang terengah-engah. Hal itu tentu saja semakin memancing kemarahan orang dewasa dan para tetangga. Sedangkan Angga hanya diam berusaha menahan marah agar tidak memukul orang itu.

"Pak..anda ini gak punya hati ya. Bisa-bisanya anda memaki orang yang baru saja kehilangan, anak yatim lagi pak..ingat karma pak..anda ini berhati iblis sekali." Balas tante Ira yang sudah berdiri disampingku.

"Biar saya yang bayar utangnya. Berapa uang yang anda inginkan saya akan bayar." Sanggah seseorang yang tiba-tiba saja menyela adu mulut tersebut. Dan sontak itu membuat semua yang ada disana terkejut dan bertanya siapa orang tersebut tidak terkecuali aku yang menatap orang itu dengan bingung sambil menyeka air mataku.

"Oke..saya rugi 5 juta dan ada bunga sedikit 1 juta jadi totalnya 6 juta." Jawab pak Agus.

"Hei..kenapa pakai bunga segala pak..anda mau meras orang ya..dasar tamak..sudah kaya bukannya berbagi malah malakin orang lagi." Kesal salah seorang warga.

"Tidak apa-apa saya akan bayar." Jawab orang itu sambil memberikan sejumlah uang kepada pak Agus.

"Nah gitu dong dari tadi..kan enak..ini malah marah-marah gak jelas." Ucap Pak Agus sambil tersenyum puas dan berlalu keluar rumah mengabaikan tatapan kesal dan jengkel orang disana.

Orang itu mendekatiku dan mengelus kepalaku sambil memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan nama om,om Indra,om ini teman ayahmu. Dan soal uang tadi kamu gak usah pikirkan ya.. ayahmu selalu menolong om jadi sekarang giliran om yang nolong ayahmu." Ucap om Indra seakan tau apa yang ingin aku tanyakan.

"A..apa om tau ba..bagaimana terjadinya ke.. kecelakaan i..itu?" Tanyaku sambil terbata-bata.

"Maaf...yang om tau waktu itu...mobil yang menabrak motor ayah dan ibu kamu melanggar lampu merah dan menabrak ayah dan ibu mu dari arah yang berlawanan, saat orang-orang berusaha menangkap sopirnya, dia memohon untuk dilepaskan karena istrinya akan melahirkan. Hanya itu yang om tau dari cerita warga sekitar.." Kata om Indra panjang lebar.

"Jadi hanya karena mereka mengabaikan lampu merah ada nyawa yang harus melayang." Ucapku perlahan namun masih dapat didengar oleh yang lainnya.

"Kay...sudah yuk Kay kamu ganti baju dulu sekalian kamu istirahat sebentar ya.. sebentar lagi kita akan melaksanakan proses untuk jenazah Kay..kami kedalam dulu om.." ucap Anggi sambil meminta izin kepada om Indra untuk ke kamar.

Dan akupun berlalu menuju kamar mengganti pakaian sekolah dengan pakaian yang seharusnya. Dan saat keluar dari kamar kulihat ibu dan Caca pulang dan aku langsung berlalu kepelukan ibu. Ibu membalas pelukanku dan berusaha menghapus air mataku sambil berusaha menenangkanku. Meskipun air mata ibu sendiri tetap mengalir dari matanya yang sudah sembab menangis.

***

Sore harinya jenazah ayah dimakamkan di pemakaman yang tidak jauh dari rumah . Diiringi dengan banyaknya orang yang mengantarkanya. Dan cuaca saat itu yang awalnya mendung ketika pemakaman selesai berubah menjadi cerah seolah menerima tubuh yang baru saja akan bersatu dengan alam semesta. Setelah pemakaman selesai satu persatu pelayat pun berlalu meninggalkan pemakaman. Terkecuali tante Ira,Angga dan Anggi yang berdiri jauh di belakang kami.

Dan tinggallah aku,ibu dan ,Caca. Hanya diam dan memandang gundukan tanah yang menjadi tanda bahwa didalamnya terdapat orang yang kami sayangi. Setelah mengucapkan doa dan menebarkan kembali bunga kami pun berlalu pulang. Kembali ke rumah dimana semuanya kenangan tentang ayah tertinggal.Aku berharap bahwa esok hari semua akan baik -baik saja. Namun aku salah karena dari sinilah awal semuanya dimulai.






Tbc

Jangan lupa tekan vote dan comment ya saat membacanya..
Apakah ada yang menunggu kelanjutan cerita ini?? :')

Maaf kalau hambar

Despair Or Rise [Completed] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang