"Jawab Nico.. maksudmu.. kita sepupu?" Tanyaku kembali.
"Em.. itu.. itu.." jawab Nico gugup.
"Apa?" tanyaku mulai tidak sabaran.
"Hah.. iya.. kita ini sepupu.. aku sepupu jauh kamu dari keluarga ibumu." jawab Nico.
"Tapi.. kenapa aku gak tau?" tanyaku.
"Ya.. karena aku mintak di rahasiakan.." jawab Nico.
"Kenapa?" tanyaku.
"Sangat banyak alasannya Kay." Jawab Nico sambil pandangannya beralih menatap langit biru dan bisa kulihat wajahnya yang berubah menjadi sedih.
"Tapi.. tapi.. kenapa?" tanyaku kembali.
"Hah.. karena.. aku.. diminta.. untuk.. bukan.. karena ini amanat seseorang.." jawab Nico.
"Siap-
"Maaf Kay.. hanya ini yang bisa kujawab.." Nico memotong pembicaraanku dan kembali menatap ke arah Angga dan yang lainnya yang sudah dekat dengan kami.
"Kalian ngapain tadi?" tanya Angga menyadari atmosfer yang tidak menyenangkan.
"Oh.. tidak ada kok.." jawabku santai. Sedangkan Angga dan yang lainnya hanya diam.
"Oh ya.. sekarang kemana Syil? tempat kita duduknya dimana?" tanyaku pada Syila berusaha menghilangkan suasana hening sepi ini.
"Oh iya ya.. ayo Kay... di depan sana.. ayo.. ayo.." Syila menjawab dengan antusias sambil menarik tanganku.
Sedangkan Anggi dan Nisa mulai berjalan mengikuti kami termasuk Angga dan Nico yang berjalan pelan di belakang kami dan sempat kulihat mereka sedang membicaraka sesuatu dengan wajah serius.
"Apa Angga tau ya?" batinku dalam hati.
Dan aku memutuskan mengabaikan Angga dan Nico yang tampak sibuk dan mengikuti Syila yang kembali menarikku dengan antusias. Tak lama setelah berjalan kami sampai di sebuah pondok yang di kelilingi pohon dan dari sana kami bisa melihat kembali pemandangan yang ada di depan kami lebih dekat. Dengan udara sejuk pegunungna yang menyentuh kulit.
"Wah.... Cantiknya..." Ucapku antusias. Sementara Nisa dan Anggi mulai menyusun makanan yang akan kami makan nantinya.
"Oh.. biar aku bantu.." ucapku seraya menghampiri mereka berdua.
"Gak usah Kay.. kamu nikmati aja pemandangannya.." jawab Nisa senyum.
"Benar.. kapan lagi Kay.." tambah Anggi yang tangannya masih setia menyusun piring dan gelas yang ada.
"Tapi kan.."
"Ayo Kay.. kita kesana.." ucap Syila menarikku keluar dari pondok dan berdiri di tepi jalanan dan kami langsung disambut angin dinginnya pegunungan. Untunglah aku dan yang lainnya sudah mengenakan jaket.
"Kalau tidur pasti enak nih.." seru Nico yang mengambil posisi rebahan di belakang kami.
"Tidur muluk.." jawab Syila.
"Kenapa? Iri?" Balas Nico.
"Hei.. kalian nanti kalau sering bertengkar ntar jodoh lho.." jawab Angga berdiri disampingku.
"Benar.. benar.." jawabku menyetujui pernyataan Angga.
"Gak.." jawab Nico dan Syila serentak.
"Wah.. kalian kompak lho.." jawab Angga kembali.
"Haha.. jodoh nih.." seru Nisa yang mendengar dari belakang kami.
Sementara dua orang yang sedang di tertawakan itu hanya terdiam dengan muka merah. Mengabaikan sekelilingnya Nico memilih untuk rebahan di dalam pondok sementara Anggi dan Nisa yang sudah selesai menata piring dan makanan yang ada menghampiri kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Despair Or Rise [Completed] - REVISI
Teen Fiction⚠️ Jika kalian orang sabar silahkan baca cerita ini. ⚠️ Hidup tak selamanya berjalan indah. Kehilangan bisa saja hadir di depan mata dan kini duka itu datang kepada keluargaku. "Apakah aku boleh bahagia?" Inilah kisahku, tentang luka yang tak pernah...