"Siapa yang kamu maksud Kay?" Suara seseorang memutus pembicaraanku dan Nico dan serentak kami menoleh dan melihat Angga berdiri dengan wajah masamnya.
"Oh.. gak ada kok.. kenapa?" Tanyaku sedangkan Nico hanya diam memperhatikam situasi.
"Gak ada.. lagian kalian ngapain berdua disini?" Tanya Angga.
"Cuma lihat pemandangan aja.. kenapa?" jawab Nico santai.
"Gak ada.." jawab Angga.
"Tumben kamu kesini Ga?" Tanyaku pada Angga yang tengah berdiri disamping Nico.
"Ya.. gak ada.. lagian yang ada balkonnya cuma kamar bagian kamu kan.." jawab Angga santai.
"Iya benar.. kamu beruntung dapat kamar disini Kay.." tambah Nico.
"Ya.. dan pemandangannya sangat indah bukan?" Tanyaku antusias.
"Ya kamu benar.." jawab mereka berdua serentak.
Kami masih sibuk dengan pikiran masing-masing sembari menatap pemandangan didepan kami hingga tak sadar waktu sudah menunjukan pukul 15.00 WIB.
"Emm.. sudah jam segini.. kalian gak kekamar dulu?" Tanyaku pada mereka berdua.
"Oh iya.. aku ke kamar dulu ya.." jawab Angga dan berlalu keluar dari kamar kami.
"Aku juga ke kamar ya Kay.. btw hati-hati Kay.." jawab Nico dan langsung keluar dari kamarku.
"Hati-hati?? Dari apa?" Batinku bingung.
Setelah Nico dan Angga keluar aku segera mengunci kamarku dan berlalu menuju kamar mandi. Karena tubuhku gerah dan tidak nyaman aku juga memutuskan untuk mandi dan segera melaksanakan shalat karena sebentar lagi waktu shalat akan masuk.
Selesai shahat aku memutuskan untuk berbaring diatas kasur. Menatap langit-langit kamar dengan corak indahnya. Seperti melihat taburan bintang-bintang. Dan sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk dari jendela yang aku biarkan terbuka. Sungguh damai.
Waktu menunjukan pukul 16.15 WIB saat aku sadar sebuah ketukan berasal dari luar kamarku. Dan segera aku bangkit berjalan menuju pintu dan saat membuka pintu seseorang dengan senyum diwajahnya menyapaku hangat.
"Sore Kay.." sapanya.
Sedangkan aku hanya diam dan tak bergerak, menyadari sosok yang berada di depanku adalah orang yang sangat aku rindukan. Tapi apakah itu mungkin. Dan saat kucubit pipiku tidak terasa sakit. Ah.. ternyata ini mimpi.. Mimpi yang selalu kutunggu kedatangannya, dan mataku berkaca-kaca.
"Kay.." panggilnya lagi.
Dan aku segera menghambur kedalam pelukannya. Pelukan hangat yang telah lama tak pernah lagi kurasakan. Pelukan hangat seorang ayah untuk putrinya.
"Ayahhh..." Panggilku berusaha menahan tangis meskipun aku sadar ini hanya mimpi tapi bisa kembali memeluk ayah adalah kebahagiaan yang aku impikan.
"Iya.. ayah disini nak.." jawab ayah dan barulah ku menyadari di sekeliling kami adalah sebuah taman bunga yang indah.
"Ayahh.. Kay rindu ayah.." seruku kembali sambil mengeratkan pelukanku pada ayah.
Sedangkan ayah hanya tersenyum menatapku. Ah aku sungguh rindu senyum ayah. Senyum yang menjadi penyejuk hatiku.
"Ayah tau.." ucap ayah sambil mengelus kepalaku.
Sedangkan aku hanya menikmati elusan ayah. Menatap wajah ayah yang tak pernah berubah. Wajah tulang punggung keluarga kami.
Wajah penyemangat hidupku. Wajah kepala keluarga kami. Wajah ayahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Despair Or Rise [Completed] - REVISI
Teen Fiction⚠️ Jika kalian orang sabar silahkan baca cerita ini. ⚠️ Hidup tak selamanya berjalan indah. Kehilangan bisa saja hadir di depan mata dan kini duka itu datang kepada keluargaku. "Apakah aku boleh bahagia?" Inilah kisahku, tentang luka yang tak pernah...