09. Apa Kabar, Rajendra?

422 93 14
                                    

Lulu keluar dari mobilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lulu keluar dari mobilnya. Tatapannya menyapu bangunan dua lantai di depannya yang berdiri kokoh. Melihat bangunan itu masih sama seperti dua tahun lalu, membuat potongan demi potongan kenangan itu bermunculan. Dia menggenggam erat tali tasnya sambil menguatkan diri, menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

"Oke mari bertemu dengannya." Lulu memaksakan sebuah senyuman, perlahan melangkah menuju bangunan dua lantai di hadapannya.

Lonceng di atas pintu berbunyi, begitu ia membukanya sedikit. Masih sama seperti dulu. Aroma manis menguar begitu ia memasuki tempat itu. Dia mengedarkan pandangan, mencari keberadaan seseorang.

"Maaf kami sudah tutup," sahut pegawai cafe yang tengah memberesi meja dan kursi. Ia menghentikan pekerjaannya sejenak, menghampiri Lulu yang baru memasuki cafe.

"Tutup?" ulang Lulu bingung.

Pegawai itu mengangguk kecil. "Biasanya jam segini memang masih buka. Tapi untuk hari ini cafe ditutup lebih awal dari biasanya. Kami mohon maaf."

Pegawai itu menunduk dengan sopan.

"Gilang, lanjutkan pekerjaanmu. Dia temanku," sahut Rehan yang terlihat menuruni tangga dari lantai dua.

Lulu membulatkan mata, memandang lelaki yang mendekatinya itu tanpa berkedip. Sementara itu Gilang, kembali bekerja walaupun sesekali dia melirik ke arah Lulu dan Rehan, bosnya dengan penuh keingintahuan.

"Rehan?" Panggil Lulu dengan nada terkejut. Dua tahun tak bertemu, ia merasa asing melihat Rehan di hadapannya. Rambut panjang bagai model iklan shampo yang menjadi kebanggan Rehan sudah dipotong pendek. Sesuatu yang mengejutkan mengingat Rehan sangat menyukai rambutnya saat panjang.

"Iya. Ini gue, Lu. Kenapa? Elo shock? Kagum? Liat gue jadi cakep." Mata Rehan sedikit menyipit saat tersenyum.

" Mata Rehan sedikit menyipit saat tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cuma penampilan luarnya saja yang berubah. Rehan tetaplah Rehan.

"Masih tetep punya pede tinggi ya."

"Oh itu jelas."

"Gue kaget sumpah. Rambut Lo sekarang pendek."

"Setiap orang butuh perubahan, gue contohnya. Penampilan baru ternyata nggak buruk juga." Rehan menarik kursi di dekat mereka, mempersilahkan Lulu duduk di sana. Lalu ia memilih kursi di depan Lulu untuk ia duduki.

"Lo cocok kok rambut pendek."

"Thanks, Lu. Eh Lo mau minum apa?" tanya Rehan bersiap memangil Gilang yang hendak membersihkan lantai dua cafe."

"Nggak usah, Han. Nggak perlu repot."

"Kan kamu udah lama nggak ke sini. Aku harus menjamu sesuatu yang luar biasa untukmu."

"Nggak perlu berlebihan Rehan," mohon Lulu. "Please..."

Penekanan Lulu di kalimat terakhirnya membuat Rehan mengurungkan niat memanggil Gilang.

"Lu, jujur gue seneng Lo menghubungi. Dua tahun cafe ini terasa kurang tanpa kehadiran Lo dan Naya," jelas Rehan membuat Lulu tersenyum kecil. Tak sadar ada kesedihan yang tersamarkan dalam tatapan Lulu.



"Gue juga rindu cafe ini." Ya dia rindu. Sangat rindu. Dia ingat betul dua tahun lalu sering menghabiskan waktu bersama Naya di tempat itu.






"Tapi gue paham, Lo pasti punya alasan nggak pernah ke sini. Alasan yang sama yang membuat Lo akhirnya ke sini lagi setelah dua tahun kan."

Lulu tersenyum kecil, menopang dagu sembari mengedarkan pandangan ke sekitar. Menikmati setiap detail cafe yang di matanya tak banyak berubah. Tatapannya lalu terhenti di dinding dekat tangga. Dinding di area itu disulap menjadi area bagi para pengunjung menempelkan foto kenangan mereka ketika mengunjungi cafe. Sebuah kenang-kenangan. Di mana pihak cafe tak akan menurunkan satupun foto yang tertempel di sana, karena suatu saat si pemilik foto akan kembali, mengingat kenangan kecil saat berada di cafe



"Hei, Han," panggil Lulu membuat Rehan memberikan perhatian penuh padanya.

Lulu memandang Rehan, memasang wajah serius usai bernostalgia sebentar melihat setiap sudut cafe.

"Rajendra apa kabar?"

Satu nama yang memberikan efek berbeda bagi keduanya. Saat Rehan mendengarnya, ia begitu sumringah. Sementara Lulu, menyembunyikan kegetiran dalam senyum tipisnya.

"Dia baik. Sangat baik."

Syukurlah. Lulu bernapas lega.

"Dia sangat sukses."

Memang.

"Ah dia pernah masuk majalah bisnis sebagai pengusaha muda berpengaruh di Asia." Rehan tersenyum bila ingat dulu Rajendra ogah-ogahan tiap papanya menyuruh mengambil alih perusahaan. Rajendra lebih suka bepergian untuk mengambil foto dari objek-objek apapun yang ditemuinya, mengabadikan setiap kenangan, begitu katanya.

"Aku bersyukur dia baik-baik saja. Mau apapun keadaannya— Rajendra akan selalu baik-baik saja."

Kalimat Lulu membuat senyum Rehan memudar. Di indera pendengarnya, kalimat itu menyimpan kesedihan.

"Aku sebenarnya bingung apa yang terjadi dengan kalian dua tahun lalu. Tiba-tiba menjauh. Baik Lo dan Rajendra tiba-tiba nggak pernah ke sini lagi. Kenapa, Lu? Kupikir kalian akan bersama."


Lulu menggelengkan kepala. "Kata bersama nggak akan pernah cocok untuk kami—" sengaja ia menjeda kalimatnya, membiarkan Rehan penasaran.

"Lebih baik begitu. Sendiri-sendiri."

"Tapi mata Lo berkata sebaliknya." Rehan mulai menyelidik, segala pertanyaan yang selama dua tahun lalu berputar di kepalanya, ingin mendapat jawaban.

"Apa?"

"Rindu," jawab Rehan singkat.


Lulu terkekeh. "Rindu? Enggak. Jangan ngawur." Bibirnya sibuk berkilah namun tidak dengan hatinya.






Teaser Ethereal

Cek videonya ^^










-tbc-

















ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang