15. Jangan Membuatku Khawatir

464 100 17
                                    

"Karena hati saya lebih sakit, Kaluna."

Ucapan Johannes menimbulkan suasana canggung di antara keduanya. Lulu yang mengobati luka Johannes dengan terburu-buru, karena ia ingin lepas dari suasana canggung yang menyesakkan itu. Sementara Johannes juga lebih senang memandang ke arah deretan mobil dan motor yang terparkir di parkiran. Banyak pengunjung yang berniat ngecamp di pantai seperti mereka.

"Sudah selesai," ucap Lulu melepaskan tangan Johannes lalu membenahi obat merah dan kain kasa yang ia gunakan untuk mengobati tangan Johannes.

"Eum, ini... mau mengobati saya atau mau jadiin saya mumi ya," sindir Johannes karena kain kasa melilit telapak tangannya sampai ke siku, padahal lukanya kecil di telapak tangan saja. Di tempel plester saja sudah cukup, tak perlu dibungkus dengan kain kasa.

"Maaf..." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Lulu.

Hal bodoh kesekian yang dilakukan olehnya.

"Saya lepaskan dulu kain kasanya," tawarnya menjulurkan tangan hendak meraih lengan kanan Johannes.

"Nggak perlu. Sudah terlanjur," jawab Johannes mundur, mencegah Lulu mendekat padanya.

Lulu langsung diam. 

"Terimakasih," ucap Johannes lirih sebelum berbalik lalu meninggalkan Lulu seorang diri berdiri di samping mobilnya. Pundaknya terasa berat, ia menyandarkan punggungnya ke body samping mobil, tatapannya menengadah ke atas. Langit yang tadinya berwarna biru mulai berubah warna. Jingga, warna yang indah sekaligus memberikan efek melankolis untuknya.

Lulu bertanya-tanya, sampai kapan ia harus berurusan dengan Johannes?

Ia mulai lelah...

Lelah berpura-pura.




***

Vivian, Angeline dan Laura adalah tiga wanita peserta the J Projects yang memiliki pesona masing-masing. Angeline memiliki karakter yang kuat dan pemberani. Laura sangat lembut. Sementara Vivian begitu ceria dan menjadi moodmaker.

Ketiganya membantu Shanti menyiapkan makan malam untuk mereka. Sementara Johannes dan Randy sedang mempersiapkan  api unggun untuk menghangatkan tubuh mereka. Eza tak melewatkan kesempatan untuk mengambil foto mereka.

Setengah jam kemudian makanan sudah siap. Menu makan malam mereka terbilang sederhana. Mie goreng, sarden dan telur. Untung saja tak ada yang protes, malah mereka begitu menikmati hidangan itu sehingga tak butuh waktu lama hingga isi piring mereka semua habis.

"Untuk memeriahkan malam ini..." Naya membuka suara, mengamati mereka satu persatu. "Bagaimana kalau kita main game? Anggap ini sebagai upaya untuk mendekatkan kalian berempat."

"Boleh!!!" Vivian dan Laura dengan semangat menyetujui.

Lalu barulah Angeline mengikuti. Dan Johannes hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Gimana kalau truth or dare?" tawar Naya.

"Hei, nggak ada yang lain apa? Basi," jawab Vivian.

"Memang kalian nggak penasaran lebih jauh tentang masing-masing? Ini bisa jadi kesempatan bagus saling mengenal loh."

"Tapi..."

"Kita nggak akan nanya yang aneh-aneh kok."

"Oke tapi kalian juga harus ikut serta agar ramai," usul Angeline.

Naya memandang satu persatu teman kerjanya, meminta persetujuan. Untung mereka bersedia ikut.

Karena tak ada botol sebagai penunjuk peserta yang harus memilih truth or dare, Naya berinisiatif membuat kertas undian. Ia menuliskan semua nama dan memasukkannya dalam gelas. Setelah mengocok, ia mengambil satu kertas undian dan membacakan namanya keras-keras. "Ternyata orang pertama yang beruntung adalah Angeline..."

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang