23:32 - 3

16 1 0
                                    

Toko bunga itu masih buka saja, sejak Seokjin kecil sampai sebesar ini toko itu tak banyak berubah. Seokjin juga 'berinvestasi' untuk terus memperbaiki toko kecil ditengah cabang jalan itu. Toko bunga yang menjadi saksi perjalanan hidup dan cintanya.

Seokjin sekarang hanya sendirian. Yeorin tak ikut, masih sulit untuk berjalan. Seokjin hanya tertawa melihat Yeorin yang kesal padanya.

Terlihat wanita tua dengan rambut yang semakin memutih itu dengan lincahnya merangkai beberapa bunga Lili dengan buket berwarna kuning.

"Apa boleh aku bantu?" Ucap Seokjin, membuat nenek Park menoleh, bahagia sekali melihat siapa yang datang.

"Hei, Jung Seokjin.... Lihatlah anakku ini, semakin bahagia saja. Apa yang ingin kau ceritakan? Ceritakannlah padaku."

"Tidak. Aku hanya datang menemuimu." Seokjin tersenyum lebar.

"Kau berbohong. Aku tahu betul itu. Apa yang terjadi?"

"Tidak usah memberitahuku. Wajahmu saja sudah menunjukkan segalanya, semua kebahagiaanku." Ucap nenek itu, sesekali tertawa.

"Ternyata kau sudah besar, anak." Lanjut nenek Park, masih merangkai bunga Lili dengan tangan lincahnya.

"Aku merasa, aku sangat mencintainya, nek. Sangat sungguh mencintainya. Aku masih mengingat bagaimana ia tersenyum, bagaimana ia membalasku, bagaimana ia menatapku. Rasanya seperti malaikat tercantik diturunkan untukku. Bagaimana ini nek, aku sangat mencintainya." Seokjin mencurahkan seluruh isi hatinya.

Nenek Park tersenyum mendengar curahan salah satu cucu yang ia sayang itu, walaupun bukan cucu aslinya.

"Berterimakasihlah pada Tuhan karena sudah memberikanmu satu sosok yang selalu ada untukmu. Tak pernah menyalahkan keadaan, dan selalu menyukai keadaan apapun saat bersamamu. Takdir benar-benar baik padamu." Nenek Park mengelus lembut pucuk kepala Seokjin.

"Aku berharap kalian akan hidup selamanya berdua, sampai rambut kalian memutih, sampai kalian berada di tidur terakhir kalian berdua, sama seperti aku yang tidur dengan suamiku untuk terakhir kalinya. Aku tahu itu akan menjadi tidur terakhirnya, namun aku tak pernah sedih saat melepasnya pergi, aku tetap bahagia karena pelukku menjadi akhir dari semua peliknya. Ia membawa mati semua pelukan hangatku. Tak ada yang perlu ku pikirkan lagi."

Hanya saja aku sering merindukannya dan sering memimpikan aku menjenguknya namun ia selalu bilang bahwa kau harus tetap hidup." Nenek Park kembali mengelus pucuk kepala Seokjin yang duduk di lantai. Seokjin mendengarkan dengan seksama cerita nenek Park yang semakin tua.

"Mungkin suamiku menyuruhku menjadi saksi bahagiamu, Seokjin-ah. Sampai saat aku melihat bahagiamu, saat itu juga aku menunggu suamiku datang menjemputku dan aku akan pergi dari sini.

"Astaga aku benar-benar akan menunggu kalian punya anak kembar, Seokjin-ah." Tutur Nenek Park. Sesekali tertawa.

Seokjin merebahkan kepalanya di atas kaki nenek Park. Tak mau sama sekali melihat nenek Park pergi dari pandangannya.

"Nek, jangan pernah pergi sebelum aku punya anak." Ucap Seokjin.

"Aku tak akan pergi sebelum kau punya cicit. Aku tak akan pernah sakit." Nenek Park tertawa.

***

"Apa kau benar-benar akan menikah denganku?"

Pria yang masih menggunakan lilitan handuk di lehernya itu terkejut bukan main.

"Kau hamil?" Seokjin sudah takut-takut bertanya hal itu.

"Apa? Kau lupa kau menggunakan pengaman saat melakukannya. Jikapun aku hamil, aku kan hanya menikahmu. Semua selesai." Jawaban polos Yeorin.

"Apa kau benar-benar akan menikah denganku?" Yeorin bertanya hal yang sama.

"Kau serius bertanya saat aku belum mandi?" Canda Seokjin.

"Tidak. Aku hanya bertanya." Gadis berambut hitam pekat itu melangkah mendekati Seokjin lalu memeluknya.

"Jangan memelukku. Aku bau." Seokjin berusaha melepaskan diri dari rangkulan Yeorin.

"Lepaskan. Aku mau mandi." Tapi tetap saja gadis itu makin mempererat pelukannya, dan meletakkan kepalanya di dada Seokjin..

"Setiap hari aku bahkan memikirkan bagaimana pernikahan kita nanti, Yeorin-ah." Yeorin jadi tersenyum dan melepaskan pelukannya dari tubuh besar Seokjin.

Seokjin menatapnya.

"Mau mandi bersama?"

Lantas Yeorin memukul lengannya dengan keras. "Kau gila, Seokjin!" Ucapnya. Yeorin bergegas ke dapur.

"Cium dulu." Entah kenapa Seokjin jadi manja dan menunjuk pipinya.

CUP!

Yeorin berlari ke dapur sebelum wajah merahnya dilihat Seokjin.

"Aku akan memasak untukmu jika kau menikah denganku!" Teriak Seokjin.

"Tidak usah masak saja, Jung Seokjin!" Teriak Yeorin dari dapur.

Seokjin sangat menyayangi gadis itu. Ia selalu percaya bahwa ia akan selalu bersamanya, selalu ada disisinya.

You Were Beautiful | Kim Seokjin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang