00:00 - 2

12 1 0
                                    

Chanyeol berjalan kesana-kemari dengan telepon yang menempel di telinganya. Yeorin sedang bermain dengan Hyunjae, Inha memasak di dapur.

"Ada apa, Chanyeol-ah?" Tanya Inha.

"Seokjin tak mengangkat teleponnya. Biasanya ia mengangkat, tapi tidak bicara." Ucapan Chanyeol membuat Yeorin benar-benar terdiam. Seokjin benar-benar kehilangan semangatnya.

"Aku akan melihat Seokjin dulu." Chanyeol meraih kunci mobilnya.

"Aku ikut." Yeorin menyela. Wajah Chanyeol sedikit heran.

"Tak apa." Yeorin meraih kunci mobilnya dari dalam tas dan ke apartemen Seokjin bersama Chanyeol.

Selama di perjalanan, Chanyeol tetap mencoba menelepon. Yeorin terus menggigit bibirnya, merasa sangat khawatir tentang apa yang terjadi dengan Seokjin.

Saat melihat apartemen itu, Yeorin kembali mengingat apa saja yang ia lakukan dengan Seokjin.

Chanyeol membuka pintu apartemen dan langsung memanggil Seokjin namun tak ada jawaban.

Chanyeol benar-benar berhenti tepat di kamar Seokjin, yang sebenarnya kamar Yeorin dulu. Seokjin menggunakan kamar itu setelah Yeorin menghilang. Yeorin benar-benar menutup mulutnya dan menangis tertahan.

Yeorin melangkah mendekat ke pinggir kasur. Chanyeol tak melarang. Tubuh Seokjin bergetar, badannya panas, wajahnya pucat, dan samar-samar menggumam nama Yeorin. Yeorin langsung menggenggam erat jemari Seokjin.

Tiba-tiba saja, mata Seokjin terbuka, namun sayu.

"Apakah aku sedang bermimpi?" Ucap Seokjin lemah.

Chanyeol benar2-benar terluka saat melihat sahabatnya itu kala Seokjin membalas menggenggam erat tangan Yeorin.

"Chanyeol-ah, ini mimpi yang sangat nyata." Seokjin menganggapnya ini mimpi yang sangat nyata.

Saat Chanyeol ingin mengatakan yang sebenarnya, Yeorin menyuruh Chanyeol agar tak memberitahukan yang sebenarnya. Yeorin menggeleng. Jangan memberitahunya.

Sadar akan situasinya, Chanyeol keluar dari kamar menyisakan Yeorin dan Seokjin. Seokjin sudah tak bergetar lagi, sudah tenang. Chanyeol mengambil kompress, beberapa obat penurun demam, dan membuat bubur.

"Hei... Kau akan sembuh." Bisik Yeorin.

"Suaramu terdengar nyata. Tuhan pasti mengirimmu di dalam mimpiku." Ucap Seokjin dengan bibir pucatnya. Matanya masih menutup.

"Berkatmu, setiap hariku terasa lebih tenang. Terima kasih atas segalanya, dan maafkan aku sudah menyakitimu." Air matanya membasahi wajah cantiknya itu.

"Yeorin-ah.... walaupun dalam mimpi, aku tetap akan mencintaimu... Tolong jangan meninggalkanku...." Air mata Seokjin turun dengan sendirinya.

Yeorin menangis tertahan. Mengelus lembut kepala Seokjin.

"Yeorin-ah..." Seokjin semakin mengeratkan genggamannya di tangan Yeorin.

"Aku tak akan menjadi beban lagi untukmu. Aku mencintaimu."

Yeorin menangkup pipi Seokjin, mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Seokjin pelan. Air mata Yeorin membasahi pipi Seokjin, dan entah kenapa pria itu juga menangis. Yeorin berpindah mencium kedua mata tertutup Seokjin, dan mengecup kepala Seokjin. Yeorin benar-benar akan pergi.

Ciuman itu sebagai tanda perpisahan.

Yeorin menghapus air matanya. Terlihat Chanyeol yang menatapnya keluar dari kamar Seokjin.

"Chanyeol-ah... Aku pergi dulu. Jaga dia baik-baik. Jangan memberitahunya kalau aku sangat menyayanginya." Ujar Yeorin lalu tersenyum, air matanya bahkan masih saja jatuh. Mengerti apa maksud ucapan Yeorin, Chanyeol mengangguk.

Yeorin sudah pergi. Pergi dari kehidupan Park Seokjin.

"Yeorin-ah...." Gigau Seokjin.

Setiap manusia membutuhkan seseorang yang selalu mendengar keluh kesahnya. Itu yang membuat manusia ingin hidup 1000 tahun lagi.

***

Seokjin bangun dari tidurnya setelah merasakan badannya sudah fit. Samar-samar terdengar suara Chanyeol yang sedang mencuci piring. Semua pekerjaan rumah, Chanyeollah yang mengerjakannya.

"Seokjin-ah, kau sudah bangun?" Ujar Chanyeol.

Seokjin tak menjawab, hanya menarik kursi dan duduk di sana.

"Aku bermimpi bertemu Yeorin." Ucap Seokjin. Chanyeol langsung berhenti dari aktivitasnya mencuci piring.

"Itu hanya karena kau terlalu merindukannya." Lalu, setelah sadar ia kembali melakukan aktivitasnya.

"Tidak. Itu terasa sangat nyata, Chanyeol-ah. Aku bersumpah. Aku bisa merasakan bagaimana ia menciumku." Seokjin masih merasa semua itu nyata.

"Kalau Yeorin datang, mungkin yang mencuci piring sekarang adalah dia bukan aku." Itu adalah jawaban Chanyeol yang masuk akal walaupun kedatangan Yeorin dua jam yang lalu adalah kenyataan.

"Seokjin-ah, mulailah mencoba melupakannya. Kau terus memanggil nama Kang Yeorin selama kau demam dan aku kasihan melihatmu yang terus memanggil nama perempuan jahat itu."

"Ia tak jahat, Choi Chanyeol. Aku yakin ia punya alasan mengapa ia meninggalkanku."

"Semuanya sudah tak sama lagi, Seokjin-ah." Ucap Chanyeol.

Seokjin menghela napas.

"Benar. Semuanya sudah selesai."

You Were Beautiful | Kim Seokjin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang