23:45 - 4

8 1 0
                                    

Seokjin baru saja pulang membeli susu pisang dari super market. Ia sekarang sedang berjalan pulang menuju apartemennya. mungkin akan disukai Yeorin saat ia pulang nanti. Ponselnya berbunyi, notifikasi pesan masuk. Nama Kontak : STAFF HR PERUSAHAAN X, tempat ia melamar pekerjaan. Pengumuman tes lebih cepat dari yang di duga.

Ia takut-takut membuka isi pesan itu, dan ia langsung terpaku melihat hasilnya. TIDAK LULUS. Hatinya semakin teriris. Ia hanya ingin Yeorin tahu kesedihan hatinya, ia menekan kontak Yeorin dan segera meneleponnya.

"Yeorin-ah..." Panggil Seokjin, yang terduduk dipinggir jalan.

Yeorin ditelepon hanya menggumam.

Seokjin menangis. Yeorin tahu itu.

"Ak-aku tidak lulus lagi. Aku bingung kenapa semua ini terjadi kepadaku, aku langsung memikirkanmu saat tahu aku tak bisa bekerja di perusahaan impianku. Aku sangat merasa bersalah padamu, Yeorin-ah."

Yeorin tak mengatakan apa-apa.

Seokjin tak berbicara lagi, hanya menangis. Kresek yang berisi dua botol susu pisang kini terjatuh di aspal seolah setuju bagaimana hati dan perasaan Park Seokjin kini jatuh dengan kerasnya.

Yeorin langsung mematikan handphonenya, tak menganggap kesedihan yang dialami Seokjin dan itu membuatnya semakin terpukul. Seokjin menangis dalam diamnya, sore itu bahkan tak ada satupun orang yang mengerti perasaannya, tak terkecuali satu-satunya orang yang paling ia cinta.

Kang Yeorin.

***

Setiap malam Seokjin selalu ke bekas toko bunga nenek Park, memikirkan banyak hal di sana. Ia tak perlu banyak bersedih, masih ada sekali lagi kesempatan untuknya bisa mencoba tes menjadi staf di sana.

Yeorin sering tidak pulang, alasannya begadang di kantor. Walaupun Yeorin tak banyak bicara lagi dengan Seokjin, tapi Seokjin tetap bersyukur masih bisa melihat Yeorin masih ada di hadapannya, masih sehat, dan masih tetap cantik walaupun senyum di wajahnya benar-benar memudar.

Sudah malam.

Ia memutuskan pulang dari alam memikirkan masa depannya dengan Yeorin. Dan, ternyata saat Seokjin membuka pintu. Pintu ruangan utama sudah menyala. Yeorin ternyata sudah pulang dan pulang kembali ke rumah mereka. Namun, ia tetap fokus dengan laptopnya. Bahkan tak menoleh saat Seokjin datang.

"Yeorin-ah, kau sudah pulang." Ucap Seokjin. Namun tak dibalas oleh Yeorin.

"Maaf aku tak memasak untukmu. Kau sudah makan, bukan?"

"Besok hari sabtu, apakah kau ingin jalan-jalan besok bersamaku?" Ajak Seokjin, mencoba mencairkan suasana. Namun, Yeorin menghela nafas keras seakan tak setuju dengan ajakan itu.

"Aku benar-benar tak punya waktu basa-basi, Park Seokjin. Benar, kau memang selalu ingin santai saat aku benar-benar serius dengan hubungan kita dan dengan pekerjaanku." Yeorin bahkan sampai berdiri dari duduknya.

"Aku tak pernah mengerti maksudmu, Kang Yeorin. Aku selalu serius dengan hubungan kita. Kau berubah, jadi aku ingin kau kembali seperti yang dulu. Tapi kau... kau semakin berubah saja setelah aku menyuruhmu kembali lagi. Kau bahkan tak pernah menciumku lagi, kau tak pernah membalas pelukanmu lagi, kau.. kau tak pernah memberikan aku pelukan terhangat lagi yang bisa kau berikan kepadaku." Seokjin mulai melangkah mendekat. Mengunci Yeorin saat Yeorin tak bisa bergerak ke belakang.

"Kau bahkan sudah tak mau aku sentuh." Bisik Seokjin. Seokjin kembali menjauhi Yeorin selangkah.

"Hubungan kita bukan sekedar itu, Seokjin-ah. Aku ingin hidup bersamamu, tapi hubungan kita hanya sebatas ini saja. Kau hanya berjalan di tempat, dan aku berusaha terus jalan ke depan, menarikmu agar kau ikut denganku. Kau tak ingin menikahiku dan aku rasa kau hanya menjadikanku sebagai tempat menginapmu." Balas Yeorin.

"Aku selalu bersamamu di jalan yang sama. Apa yang membuatmu berfikiran begitu?"

"Aku tak ingin membicarakannya sekarang, Park Seokjin. Pembicaraan ini hanya membuang waktuku."

Seokjin menghela nafas.

"Apa kau ingin berpisah denganku?"

"Ap-apa kau bosan denganku?" Ucap Seokjin lagi. ditengah sakit hatinya.

"Keluar dari kamarku, Seokjin-ah."

Seokjin melangkahkan kakinya kembali ke kamarnya sendiri. Yeorin tak menjawab pertanyaan itu. Sebelum kakinya masuk di dalam kamarnya. Seokjin menyadari satu suara, suara koper. Dengan cepat Seokjin menarik gagang pintu kamar Yeorin, tapi ternyata pintunya di kunci.

"KANG YEORIN! APA YANG KAU LAKUKAN?!" Seokjin benar-benar memaksa agar pintu terbuka, memukul permukaan pintu itu keras.

Suara baju yang dikeluarkan Yeorin dari gantungannya terdengar. Semakin panik Seokjin.

"KANG YEORIN! BUKA PINTUNYA!" Seokjin akhirnya menendang pintu itu dengan kerasnya dan terbuka. Yeorin sudah menangis sejadi-jadinya, memasukkan pakaiannya ke dalam koper.

Dengan cepat, Seokjin menyambar tubuh kecil Yeorin. Menciumnya dengan paksa dengan air mata berlinang. Seokjin benar-benar melampiaskan amarahnya lewat ciumannya itu.

"Seok‒" Belum habis Yeorin berbicara, Seokjin mulai menyambar Yeorin lagi. Seokjin merobek kaos putih Yeorin, dan hanya menampakkan pakaian dalamnya saja. Seokjin benar-benar memaksa semua permainanya.

Merasakan sakit karena Seokjin terlalu memaksa ciumannya, akhirnya Yeorin mendorong Seokjin dengan kuat, membuat pria itu menjauh beberapa langkah. Yeorin menatap wajah pria itu lekat, air mata membasahi wajah tampannya.

Yeorin melangkah mendekat, menangkup wajah sedih itu dan mulai menciumnya. Mungkin ini akan menjadi ciuman terakhirku untuknya. Dengan lembut, Seokjin membalas permainan Yeorin. Tak memaksa seperti tadi.

Seokjin mulai melepas kaos hitamnya, permainannya tak berhenti. Sampai akhirnya mereka mulai kehabisan nafas.

"Aku tak mau kau pergi..." Bisik Seokjin.

Yeorin tak menjawab, hanya kembali menaupkan bibirnya dengan bibir Seokjin. Dan memulai seluruh permainan itu dengan lembut dan penuh tangisan kesedihan.

"Yeorin-ah... Aku mohon jangan pergi..." Seokjin mengucapkanya bersamaan dengan gerakannya.

Yeorin hanya menatap wajah tenang yang berada di atasnya itu. Semakin cepat gerakan Seokjin, semakin Yeorin mencengkeram lengan Seokjin.

Di akhir permainannya, Yeorin menatap puas wajah itu.

"Kenapa kau menatapku?" Bisik Seokjin.

"Agar aku bisa mengenang selama sisa hidupku, bahwa wajah inilah yang mampu membuatku bahagia dan menangis."

You Were Beautiful | Kim Seokjin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang