23:50 - 1

8 1 0
                                    

Kamera menyala, merekam seorang pria yang duduk di sofa, menatap kosong ke pintu. Merasakan bagaimana kegundahan hatinya. Mencari jawaban atas suara-suara yang hinggap di kepalanya, pucat, dan tak bertenaga. Kamera itu hanya menangkap sisi tersedih yang pria itu punya.

Seokjin sudah tak punya kehidupan, tak punya gairah lagi. Ia mengingat bagaimana seminggu yang lalu ia dihadapkan dengan situasi paling menyakitkan, Yeorin pergi tanpa menyimpan alasan kepergiannya.

Berbulan-bulan yang lalu, Seokjin bangun dari tidur indahnya semalam. Semalam ia masih ingat bagaimana Yeorin membalas semua perannya, membalas pelukannya, dan akhirnya mereka terlelap bersama.

Seokjin terbangun dan tersadar bahwa di sampingnya sudah tak ada Yeorin. Sampai akhirnya Seokjin sadar bahwa Yeorin sudah pergi saat ia melihat isi lemari Yeorin kosong dan teringat ucapannya tadi malam: Agar aku bisa mengenang selama sisa hidupku, bahwa wajah inilah yang mampu membuatku menangis.

Seokjin terduduk di depan lemari. Tak menangis, hanya merasakan bagaimana hati-hatinya teriris-iris dan pilu.

Namun pagi itu, Yeorin sudah tak dipelukannya lagi. Panik sekali Seokjin, memanggilnya, mengeceknya di mana saja di semua sudut apartemen itu, menanyakan kepada satpam apartemen, menanyakannya kepada Chanyeol dan Inha, namun mereka tak tahu kemana Yeorin pergi.

Dengan lemah, ia kembali dengan semua harapan yang ia tumbuhkan sejak tadi. Berpikir apa kesalahan yang ia perbuat sampai Yeorin meninggalkannya, ia tak pernah tahu kenapa Yeorin berubah, pelukannya tak sehangat dulu, wajahnya tak membentuk senyuman seperti dulu, apa salahnya hingga gadis itu meninggalkan Seokjin tanpa menyimpan alasannya.

Dan, bulan-bulan itu berlalu. Selama itu juga ia selalu menatap pintu itu, menunggu Yeorin datang dengan segala kerinduan yang ia rasakan saat ini. Namun, hasilnya nihil.

Yeorin tidak pulang. Dan tak akan pernah pulang. Yeorin benar-benar meninggalkan semua kenangannya bersama Seokjin di sana.

Kamera itu berdecit nyaring. Baterainya habis, dan rekaman beberapa menit itu selesai. Dulu, saat kamera itu berdecit, Yeorin selalu saja dengan cepat mengisi baterainya agar nanti atau besok bisa merekam semua hal yang Yeorin dan Seokjin lakukan.

Namun, semua itu hanyalah masa lalu.

Suara kode pintu berbunyi. Seseorang datang.

Mata indah Seokjin sudah tak menunjukkan kebahagiannya, hanya menatap pintu itu. Menyimpan secercah harapan di sana, dan menunggu pintu itu terbuka.

Mata itu membentuk titik harapan, namun yang datang bukanlah gadisnya. Melainkan Chanyeol yang selalu mengurusnya.

Hanya Chanyeol yang bisa memperbaiki sisi sedih Seokjin. Jinhee, Ibu Seokjin takkan mampu melihat anaknya sedih seperti itu, jadilah ia menyuruh Chanyeol untuk menjaga Seokjin.

Chanyeol-lah yang selalu menemani dia di kala ia dengan perasaan hancurnya. Seokjin menjadi sesosok orang yang seperti tidak ingin punya kehidupan lagi.

Chanyeol mengerti ini adalah ketiga kalinya semua orang yang ia cintai pergi meninggalkannya. Ayahnya, Nenek Park, dan kekasihnya Kang Yeorin.

Chanyeol datang dengan sekantong sayuran dan buah-buahan, karena berbulan-bulan setelah kepergian Yeorin berhasil membuat Seokjin kehilangan semangat.

"Hei, bro. Apa kau sudah makan bubur yang aku masak tadi pagi?" Chanyeol menatap bubur yang masih rapi dengan sendok di sampingnya.

"Aishh.. Bubur ini pasti sudah dingin. Aku akan menghangatkannya untukmu." Chanyeol dengan cepat mengambil bubur itu dan memasukkannya ke dalam microwave.

"Apa kau sudah mandi?" Tanya Chanyeol.

Namun Seokjin tak menjawab, masih menatap pintu itu dengan tatapan kosongnya.

"Atau kau mau mandi denganku?" Seharusnya itu jadi bahan bercandaan Chanyeol, namun Seokjin tak tertawa bahkan enggan membuka mulutnya.

"Oh, baiklah. Kau sudah besar, bukan? Jadi kau harus mandi sendiri." Chanyeol lalu mengeluarkan bubur itu dari microwave dan membawanya ke hadapan Seokjin.

"Seokjin-ah, makanlah dulu. Bubur ini akan dingin jika kau tidak memakannya."

"Apa kau mau aku suap?" Chanyeol benar-benar berusaha mengembalikan Seokjin yang dulu.

"Seokjin-ah, hanya kau yang belum melihat anakku. Wajahnya tampan sepertiku." Chanyeol mengaduk bubur.

"Chanyeol-ah..." Panggil Seokjin. Ini kali ketiga Seokjin memanggil namanya, setelah berbulan-bulan tak ada satu katapun yang keluar dari mulut pria itu.

"Wae?" Tanya Seokjin.

"Apa kau tahu Yeorin ke mana?"

Chanyeol diam.

"Apa kau tahu kenapa Yeorin meninggalkanku?"

Seokjin menatap pintu itu, matanya mulai berkaca-kaca. Kembali merasakan semua sakit yang ia rasa. Kenapa Tuhan harus membuatnya kehilangan Yeorin.

"Chanyeol-ah, kenapa Yeorin harus meninggalkanku? Kenapa saat aku benar-benar mencintainya, aku harus kehilangan dia yang pergi entah kemana."

"Aku selalu menunggunya pulang. Menunggu pintu itu dibuka oleh gadis kecil, gadis yang aku cintai. Aku akan meminta maaf ribuan kali kepadanya, dan memohon agar ia tak pergi dariku." Seokjin bahkan sudah berhasil menjatuhkan air matanya.

"Ia akan segera pulang, Seokjin-ah. Kau hanya perlu bersabar." Hanya itu yang bisa Chanyeol jawab.

"Sabar juga punya rasa lelah. Saat ia lelah, menyerah datang dan membuatnya menghilang. Aku sekarang hanya ingin menyerah namun entah kenapa suara pintu terbuka yang selalu aku dengar membuat sabar itu tumbuh lagi dengan sendirinya."

"Kau tahu aku sangat mencintainya, tapi kenapa ia meninggalkanku?" Seokjin benar-benar larut dalam kesedihannya. Matanya memerah, raut wajah yang tak semangat, jika kau bisa lihat Seokjin seperti orang yang akan mati besok.

Chanyeol merasakan bagaimana pahitnya menjadi seorang Park Seokjin. Chanyeol hanya bisa terdiam, tak menjawab. Ia juga tak tahu Yeorin ke mana.

Matanya lekat menatap pintu yang sekarang ia masih berharap dibuka oleh Yeorin, namun ia akhirnya tersadar pintu itu tak akan pernah dibuka oleh gadis yang ia cinta.

"Kang Yeorin pergi dari hidupku." 

You Were Beautiful | Kim Seokjin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang