23:38 - 1

12 1 0
                                    

Kali ini, Yeorin-lah yang sering menyimpan kamera di sudut meja dan merekam segala sesuatu. Seokjin banyak berubah sekarang, Yeorin merasa pria itu tak sehangat kemarin atau hari-hari lalu.

Yeorin tahu pria itu masih menyimpan kecewa yang mendalam di hatinya, tak lulus di perusahaan yang ia impikan benar-benar membuat pria itu selalu diam. Seokjin punya alasan untuk itu, seharusnya sekarang ia sudah berada pada rencana yang benar, tapi sekarang ia bahkan tidak punya plan A atau plan B untuk tetap sampai pada tujuannya, menikahi Yeorin.

Seokjin lebih sering di dalam kamar. Yeorin selalu bersamanya berhari-hari. Kini, Yeorin sedang membuat nasi goreng kimchi untuk Seokjin, namun pria itu sampai sekarang tak pernah keluar kamarnya.

"Seokjin-ah, bangun." Ucap Yeorin. Menggerakkan lengan Seokjin. Seokjin bangun, hanya saja tak menatap Yeorin seperti biasanya. Sekarang lebih menyakitkan, Seokjin tak mau menatap Yeorin lagi. Seokjin keluar apartemen setelah mengambil jaketnya.

Kamera merekam Seokjin yang keluar dari rekaman itu, tanpa kebiasaannya. Biasanya Seokjin mengecup kepala Yeorin sebelum keluar dari manapun, walaupun itu hanya membuang sampah.

Tujuan Seokjin satu-satunya adalah Toko bunga nenek Park. Menaiki mobilnya, dan berangkat menuju daerah perumahannya itu.

Sesampainya di sana, ia melihat tokonya tutup. Tumben sekali nenek Park menutup tokonya di jam segini. Seokjin bertanya pada tetangga nenek Park.

"Ahjussi, kau tahu nenek Park kemana?" Tanya Seokjin.

"Nenek Park dilarikan ke rumah sakit 10 menit yang lalu, dan kami harus membawanya ke rumah sakit. Ibumu yang bersamanya di ambulans." Seokjin sangat terkejut. Ia meraih handphonenya dari kantongnya. Itu artinya Seokjin sedang berada di perjalanan.

Tanpa mengucapkan apa-apa pada ahjussi itu, Seokjin cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya dan melaju ke rumah sakit.

Yeorin khawatir apa yang terjadi dengan Seokjin jika sampai ia tahu nenek Park pingsan. Nenek Park sekarang sudah dipasang tabung oksigen, alat-alat rumah sakit ditempelkan di dadanya. Tak ada waktu lagi untuk nenek Park.

"Apakah Seokjin sudah menjawab panggilanmu?" Tanya Ibu Seokjin.

Yeorin menggeleng. Wajahnya dipenuhi rasa khawatir. Menggigit bibir bawahnya.

Suara napas Nenek Park bisa didengar.

"Bagaimana keadaannya, dokter?" Tanya Yeorin pada dokter yang memeriksanya. Dokter menggeleng, tak ada lagi alat yang mampu menahan nenek Park untuk tidak pergi.

"Kami sudah berusaha sekuat mungkin, namun tubuh Nyonya Park sudah tak mampu menahannya. Penyakitnya sudah mulai menyerang organ vitalnya. Kita hanya tinggal menunggu. Maafkan kami.

Seokjin akhirnya sampai di ruangan nenek Park setelah menanyakannya di meja resepsionis. Ia mendengarkan apa yang dikatakan dokter. Peluh membasahinya, nafasnya naik turun dengan kasar. Yeorin menatap wajah itu penuh khawatir. Mata Seokjin mulai berkaca-kaca, berjalan perlahan mendekati nenek Park. Semakin sakit hatinya saat melihat nenek Park bernapas dengan tabung oksigen, Seokjin tak pernah melihat nenek Park selemah ini, wanita tua itu selalu kuat di manapun ia berada.

Seokjin sampai terduduk di lantai, memegang jemari penuh kerutan yang mulai mendingin itu. Matanya merah, berair, dan rambutnya sedikit berantakan. Ia menahan agar tangisnya tak jatuh. Yeorin yang berdiri di sudut ruangan sudah lebih dulu menangis, tahu bagaimana perasaan Seokjin saat ini.

"Nenek bilang tidak akan sakit sampai aku dan Yeorin punya cucu. Kau bilang akan kuat sampai melihatku menikah, dan kau tak akan pernah pergi sampai melihatku benar-benar bahagia. Kalau nenek Park pergi, di mana lagi tempat aku pulang? Tempat aku bercerita. Jangan pergi nek, aku mohon." Seokjin tak mampu lagi menahan tangisnya. Ia bahkan sampai meremas celananya sendiri.

Nenek Park dari dulu sudah melihat kebahagiaan dari seorang Jung Seokjin. Sejak pria kecil itu bertemu gadis impiannya, Nenek Park sudah tak punya beban lagi untuk memikirkan kebahagiaan cucu tersayangnya itu. Nenek Park sejak dulu melihat Seokjin tanpa kebahagiaan setelah ayahnya meninggal dan pada akhirnya hanya nenek Park sebagai tempat ia bercerita.

Nenek Park benar-benar sudah mengetahui kebahagiaan Seokjin, kebahagiaan terbesarnya saat ia bercerita untuk terakhir kalinya.

Layar yang merekam denyut jantung itu telah bergaris datar, tak lagi membentuk gunung-gunung kerucut yang naik turun menyerukkan suara nying keras dan saat itu juga Seokjin sadar bahwa nenek Park sudah pergi selamanya, suaminya telah menjemputnya dengan pelukan hangat yang diberikannya di saat terakhir suaminya.

Semakin dalam tangisan Seokjin, matanya merah sekali mengeluarkan seluruh air mata yang bisa ia keluarkan. Ia kehilangan satu orang lagi yang ia cinta. Seokjin sampai meremas bajunya, berteriak agar menyuruh nenek Park tidak pergi.

Dokter dan beberapa suster masuk dan mencoba alat pacu jantung, namun tak bisa. Dokter menggeleng dan menyebutkan waktu kematian nenek Park. Dokter dan suster keluar setelah menutupi nenek Park dengan kain putih.

Yeorin menangis tersedu-sedu dalam diamnya, betapa Seokjin sangat kehilangan satu orang lagi yang sangat ia cinta. Jinhee, ibu Seokjin hanya menatapnya penuh kesedihan. Seokjin akhirnya tahu bagaimana kehilangan orang yang dia cinta, saat ayahnya meninggal dahulu Seokjin hanya bertanya kemana ayah akan pergi dan Jinhee hanya menjawabnya dengan penuh tangisan. Dan, begitulah Seokjin sekarang.

TAK!

Seokjin sampai meninju tembok, membuat jemarinya dipenuhi darah. Yeorin berlari menghambur memeluknya agar tak menyakiti dirinya sendiri.

"Kumohon hentikan." Yeorin memeluk erat pria dengan emosi itu.

Seokjin menangis tersedu-sedu, sadar bahwa seseorang memeluknya erat sekali. Menangis bersama.

Seandainya nenek Park masih di sini, Seokjin akan membawanya makan makanan enak. Seandainya nenek Park masih sehat, Seokjin akan mendengarkan cerita kisah cintanya dengan suaminya. Seandainya nenek Park masih bernafas, Seokjin akan selalu mengatakan bahwa ia mengucapkan terima kasih banyak telah memberikan banyak nasihat hidup untuknya.

Dan semua itu diawali dengan 'seandainya'.

You Were Beautiful | Kim Seokjin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang