Bagian 15

158 17 6
                                        

- Ayi POV -

Dua hari terhitung setelah kejadian di bioskop kemarin. Aku belum bertemu dengan mas Rayan. Bahkan mas Rayan selalu memaksa menemuiku. Tapi aku selalu menolak dengan alasan ingin sendiri dulu. Aku tak tahu kenapa, tapi setelah kejadian tersebut aku selalu di hantui dengan mimpi yang tidak enak terus. Seperti tadi mas Rayan tiba-tiba minta putus. Terus ada lagi mas Aldo yg minta aku putus sama mas Rayan. Bahkan tadi malam aku malah bermimpi ibunya mas Rayan yg minta aku mutusin mas Rayan. Aku bingung dengan mimpi-mimpi ku itu. Tapi aku selalu berpikir positif. Mimpi itu hanya bunga tidur, tidak akan mungkin terjadi di kehidupan nyata. Tapi di lubuk hatiku yg paling dalam masih ada sedikit rasa khawatir jika kejadian di mimpiku itu benar-benar terjadi. Ah yasudahlah jangan terlalu di pikirkan.

Pagi ini seperti biasa aku akan segera berangkat bekerja. Karna memang kebetulan aku kebagian shift pagi. Aku berangkat dengan bis kota langgananku. Ya mau gimana lagi aku tidak mungkin kan meminta mas Rayan buat anterin aku. Aku juga cukup sadar diri. Kenapa ga sama Revan? Si Revan hari ini kebagian shift siang, jadi aku ga bisa nebeng sama dia. Yaudah sih naik bis juga tidak apa-apa.

Sesampainya di tempat kerja, aku segera bersiap dan segera untuk menuju ke kassa tempat incharge ku hari ini. Kulihat toko hari ini masih cukup sepi tak seramai biasanya. Mungkin efek masih pagi atau bisa jadi efek hari ini hari senin juga. Tapi tak apalah. Mau sepi atau ramai pun jam kerja ku tetap sama.

Oiya aku hampir lupa menceritakan malam minggu ku dengan si Revan. Jangan kalian pikir aku membatalkan janjiku dengannya yah. Tidak sama sekali. Meskipun suasana hatiku sedang kacau, tapi yg namanya janji harus di tepati. Dan kemarin malam si Revan mengajakku ke pasar malam, memang beda yah suasananya jika malam hari. Pokoknya aku sangat berterimakasih kepada temanku satu itu. Berkat dia suasana hatiku agak sedikit membaik.

Setelah beberapa jam hanya berdiam diri saja akhirnya ada juga beberapa orang yg mulai melakukan tranksaksi. Termasuk ke kassaku ini.
Lalu..
"Selamat pagi. Dengan saya Kaylo bisa di bantu untuk barang belanjaannya?" Kulihat ada seorang wanita kisaran umur 40-50an bersama seorang anak laki-laki berseragam SMA.
Mereka masih asyik mengobrol. Entah tentang apa. Aku dengan sabar masih menunggu sambil tersenyum ramah. Lalu wanita tersebut langsung menaikkan satu persatu belanjaannya yg cukup banyak.
"Mohon maaf ibu, ada kartu membernya?" Tanyaku kemudian.
"Oh ini ada mas." Katanya sambil menyerahkan kartu tersebut pada ku. Lalu tiba-tiba..
"Mama emang udah yakin sama keputusan mama buat jodohin abang sama kak Aldo?" Tanya anak tersebut pada wanita di sampingnya yg ku perkirakan adalah ibunya.
"Ya mama yakin dong sayang, Aldo itu anaknya baik bahkan mama udah kenal banget sama orangtua nya. Jadi apalagi yg harus mama ragukan?" Kata wanita tersebut.
Aku sedikit mendengarkan apa yg mereka bicarakan. Maafkan telingaku yg tidak sopan ini. Tapi aku agak sedikit khawatir dengan obrolan customer ku ini.
"Mamaaa, kan abang bilang dia udah punya pacar. Siapa sih namanya aku lupa. Ari.. eh Ani.. eh bukan bukan. Siapa yah." Katanya terlihat berpikir. "Oiya Kak Ayi." Aku terlonjak kaget ketika anak tersebut menyebutkan namaku. Aku semakin khawatir. Apakah yg mereka sebut abang itu mas Rayan? Dan yg di sebut kak Ayi itu aku? Tapi banyak nama Ayi di bumi ini. Jadi tidak mungkin itu aku.
"Mama ga peduli yah sama pacar abang kamu itu, yg penting abang kamu itu harus nikahnya sama Aldo, bukan sama si Ayi itu." Kata wanita itu. Aku merasa detak jantungku semakin cepat, sambil men-scan barang aku semakin gugup.
"Tapi maaa, kata bang Rayan dia cinta banget sama kak Ayi. Mana mungkin dia mutusin kak Ayi gitu aja." Duaaarrrrr. Kata anak laki-laki itu cukup membuatku kaget. Ternyata dugaanku benar bahwa yg mereka omongin itu mas Rayan dan diriku. Aku berusaha tidak terlihat gugup.
"Ya pokoknya mama gaakan pernah setuju kalo Rayan harus nikah sama si Ayi Ayi itu." Bagaikan petir di siang bolong. Aku merasa tersambar dengan omongan wanita itu. Sudah sangat jelas bahwa wanita itu adalah ibu nya mas Rayan. Dan anak laki-laki itu adalah adiknya. Disini aku jadi sedikit tidak fokus. Maka aku mempercepat pengscanan.
"Totalnya jadi Rp. 789.345,-" kataku dengan sedikit terbata.
"Oh ini mas." Kata wanita tersebut sambil memberikan kartu kredit. Aku segera melakukan transaksi.
"Silahkan pin nya." Kataku sambil tersenyum.
"Kakak tadi namanya siapa?" Tanya anak itu tiba-tiba.
"Kaylo dek, ada yg bisa di bantu?" Tanyaku sopan.
"Engga kok. Cuman kakak manis banget aku suka." Pujinya padaku.
"Eh." Kagetku.
"Aku boleh minta no ponselnya kakak engga?"
"Euu gimana yah." Jawabku bingung.
"Rayen kamu apaan sih." Kata wanita di sebelahnya.
"Ih mama apaan sih Rayen kan udah gede, biarin dong. Boleh ya kak." Mohonnya kepadaku.
"Bagaimana ya bu, apakah tidak apa-apa?"
"Tidak boleh, kamu apa-apaan sih." Larang wanita itu.
"Yah mama, masa Rayen gaboleh suka sama orang."
"Kamu itu masih kecil, gaboleh main cinta-cintaan." Kata wanita itu. Lalu tanpa terasa transaksi selesai.
"Silahkan. Terimakasih selamat berbelanja kembali." Kataku sambil tersenyum.
"Maaf ya dek." Lanjutku merasa tidak enak.
"Nanti aku kesini lagi ya kak. Byeee."
Aku hanya membalasnya dengan senyum. Dasar anak remaja.

Jangan Pergi, AyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang