Bagian 21

153 19 5
                                    

- Ayi POV -

   Setelah kejadian kemarin, aku benar-benar menganggap semuanya tidak terjadi apa-apa. Aku sadar selama ini memang mas Rayan tidak mendapatkan 'itu' dariku. Maka wajar saja jika mas Rayan bisa melakukannya dengan mas Aldo. Disini memang aku yg salah jadi seharusnya aku tidak sedih berkepanjangan seperti ini. Tapi kalo boleh aku memang agak sedikit sakit sih. Tapi ya sudah, anggap saja ini akan menjadi alasanku untuk meminta putus dari mas Rayan. Memang sih kesannya mas Rayan yg salah. Tapi di posisiku akulah yg salah.

   Aku sempat berpikir kalo memang mas Rayan itu masih menyimpan perasaan kepada mas Aldo. Kalau tidak ada perasaan mana mungkin mas Rayan setega itu berbuat 'itu' kepada mas Aldo. Ah aku sedikit pusing memikirkan nya. Yg harus aku pikirkan sekarang adalah segera memutuskan hubunganku dengan mas Rayan.
Aku tau ini berat, tapi mau bagaimana lagi. Orang tua mas Rayan akan menjodohkan nya dengan mas Aldo. Jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Lagian siapa aku ini, hanya seorang karyawan supermarket yg jauh sekali di bawah mereka. Harusnya aku sadar diri dari awal. Harusnya aku tidak jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan mas Rayan yg jelas-jelas level nya sangat jauh di atasku. Yasudah ini memang sudah takdirnya. Dan aku harus menerimanya dengan lapang dada dan mengikhlaskan mas Rayan hidup bahagia bersama mas Aldo. Lagi pula aku tidak khawatir jika mas Rayan menikah dengan mas Aldo karna mereka sebelumnya pernah menjalin hubungan dan aku merasa bersyukur untuk itu. Ya meskipun agak sakit tapi tak apalah. Demi masa depan mas Rayan.

   Ketika sedang asyik melamun, tiba-tiba ada suara ponsel yg menandakan ada panggilan masuk. Terlihat nama mas Rayan yg tercantum disana. Aku ragu apakah harus mengangkat nya atau tidak. Tapi dengan segenap hati aku segera mengangkatnya.
"Halo mas?" Jawabku sedikit ragu
"Kamu dimana? Mas mau ketemu sama kamu."
"Aku di kosan mas."
"Yaudah. Eh kamu ga kerja?" Tanyanya heran.
"Aku ngambil cuti dadakan. Soalnya sedikit tidak enak badan." Jawabku berbohong.
"Yaudah kita ke rumah sakit kalo gitu."
"Gausah mas aku cuman masuk angin aja. Udah minum obat kok jadi mas gausah khawatir."
"Yaudah kalo gitu mas kesana."
Lalu panggilan pun terputus. Akupun segera bersiap. Entah keberanian dari mana aku mau bertemu dengan mas Rayan. Tapi aku tidak boleh menghindar bila ada masalah. Tidak dewasa itu namanya. Kalo ada masalah itu hadapi bukan di hindari.

***

   Tak lama mas Rayan pun datang. Dan mengetuk pintu kamarku. Ketika aku membuka pintu kulihat mas Rayan membawa sebuket bunga tulip berbagai macam warna. Itu sangat jelas bunga kesukaanku. Dan banyak sekali paper bag dia bawa. Aku bingung mau memulai percakapan dari mana dulu. Tapi.
"Mas?" Tanyaku bingung
"Mas mohon maafin mas ya. Mas bisa jelasin semuanya." Ucapnya sambil berlutut di hadapanku.
"Mas udah gapapa malu di liat orang. Udah masuk yu kita bicara di dalem."
"Jadi kamu maafin mas?" Tanyanya keukeuh
"Udah kita masuk dulu." Kemudian kami masuk ke dalam.
"Oiya ini bunga tulip kesukaan kamu. Dan ini.."
"Sebenernya mas ga usah repot-repot bawa beginian. Aku ga perlu-perlu banget mas. Mubadjir nantinya gaakan kepake. Mending mas hadiahin sama mas Aldo deh pasti dia suka."
"Kenapa jadi Aldo sih. Mas beliin ini buat kamu. Sekali lagi mas minta maaf soal kejadian kemarin. Mas bener-bener khilaf. Mas janji gaakan pernah ngulangin kesalahan yg sama. Mas mohon maafin mas ya." Ucapnya sendu.
"Udah mas aku gapapa. Mungkin ini udah waktunya kita hidup dengan jalan masing-masing. Kita cukup menjadi teman dan menjalani hidup dengan pasangan masing-masing. Ini demi kebaikan kita berdua mas." Kataku kepada mas Rayan.
"Apa karna kejadian kemarin kamu makin keukeuh buat mutusin hubungan kita?"
"Aku tidak mempermasalahkan kejadian kemarin. Karna memang disini aku yg salah yg gabisa ngasih kamu apa yg kamu butuhkan dari aku. Maafkan aku yg terlalu egois ini. Maafkan aku yg belum bisa menjadi pasangan yg baik. Maafkan aku atas semuanya ya mas." Ucapanku terhenti. Ketika tiba-tiba mas Rayan memelukku.
"Maka dari itu lebih baik kita akhiri saja semua ini mas. Aku masih belum bisa menjadi pasangan yg baik buat kamu." Sambungku didalam pelukan mas Rayan.
"Kamu ga berhak ngomong kaya gitu. Disini mas yg salah. Yg gabisa menjaga kepercayaan kamu. Mas malah mengkhianati kamu. Mas minta maaf. Mas gaakan ulangin kesalahan mas. Mas mohon jangan tinggalin mas. Mas gabisa hidup tanpa kamu." Kata mas Rayan sambil memelukku erat. Kurasakan ada setetes air jatuh di atas pipi ku. Dan ternyata itu adalah air mata mas Rayan. Aku buru-buru melepaskan pelukanku.
"Udah mas. Maafin aku yg udah bikin kamu nangis." Kataku sambil mengusap air matanya.
"Kamu jangan pernah tinggalin mas."
"Mas dengerin aku. Dari awal kita memang ga di takdirkan buat bareng-bareng. Lihatlah!! Rayan Fahlevi seorang CEO sukses di perusahaan terkenal, koleganya dimana-mana. Berpendidikan dan dari keluarga terpandang." Ucapku sambil merapikan baju mas Rayan. Lalu aku memundurkan badanku. Lalu..
"Lihat!! Apa mas gaakan malu punya pasangan seorang karyawan supermarket? Tidak berpendidikan tinggi bahkan bukan dari keluarga terpandang seperti kamu. Mungkin mas gaakan malu tapi lihatlah nanti pandangan orang terhadap kamu mas. Aku gamau sampe orang-orang mikir macem-macem tentang kamu. Maka dari itu lebih baik kamu mencari pasangan yg sepadan dengan kamu mas."
"Tapi mas ga peduli kata orang."
"Tapi aku peduli mas. Ini bukan soal hidup kita. Tapi keluarga kamu juga. Apalagi sekarang jika nanti aku ketauan bisa hamil. Yg akan menanggung semuanya itu bukan kita saja mas. Tapi keluarga kamu juga. Aku gamau sampe keluarga kamu mendapat imbasnya. Padahal keluarga kamu ga tau apa-apa."
"Yaudah kalo gitu kita pergi dari kota ini setelah menikah. Jadi kamu gausah mikirin hal-hal kaya gitu."
"Mas. Lebih baik kamu turuti saja kemauan orang tua kamu. Tidak akan pernah ada orang tua yg akan membuat anaknya menderita. Pilihan orang tua kamu itu sudah paling tepat. Apalagi kedua belah pihak sudah saling setuju. Apakah itu sungguh kebahagiaan yg tak ternilai bukan? Apalagi mas sangat kenal sama dia. Maka dari itu aku mohon turuti permintaan orang tua kamu."
"Oh jadi kamu udah tau soal pejodohan mas sama Aldo? Kamu gausah khawatir masalah itu mas gaakan pernah setuju sama perjodohan itu. Mas akan tetep nikahin kamu. Bagaimana pun keadaannya. Gaada bantahan."
"Tapi maass.."
"Pokoknya nanti malam mas jemput buat makan malam di rumah mas. Jam 6 mas sudah di sini."
"Aku gabisa mas."
"Kenapa?"
"Aku gaberhak ada disana mas."
"Kamu calon istri mas. Kamu sangat berhak. Pokoknya mas jemput. Sekarang kamu gausah khawatir. Dan kamu harus ingat mas gaakan pernah mutusin kamu sampai kapan pun."

   Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Tapi keras kepala mas Rayan itu memang tidak akan pernah bisa terlawan. Maka aku ikuti saja apa kemauannya saat ini. Aku tau resikonya. Tapi ya mau bagaimana lagi. Aku harus menghadapi semua ini.

   Setelah kepergian mas Rayan aku segera menuju kamarku, kepalaku agak sedikit pusing. Mungkin aku butuh sedikit tidur untuk meredakannya. Kulihat jam dinding masih menunjukan pukul 13.02 masih banyak waktu untukku sampai mas Rayan menjemputku. Aku sempat berpikir apakah tidak apa-apa. Bagaimana dengan ibunya mas Rayan ketika tahu aku datang ke rumahnya. Aduhh aku sangat pusing. Lebih baik aku tidur saja dari pada harus memikirkan hal yg belum terjadi. Kemudian aku terlelap setelah nya.


To be continued...

Jangan Pergi, AyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang