- Ayi POV -
Setelah menyelesaikan tugasku. Aku segera pergi dari ruangan mas Rayan. Niatnya sih ingin mengembalikannya kepada mas Rayan. Tapi sangat kebetulan sekali ada mas Aldo di dalam, jadi aku bisa beralibi di depan mas Rayan. Dan sialnya aku menemukan mereka sedang berciuman (lagi) dan rasanya masih sakit ketika melihat mas Rayan berciuman dengan mas Aldo. Ini kali kedua aku melihat kejadian tersebut. Tapi kali ini jujur aku merasa ingin menangis. Tapi aku harus sadar, keadaan sudah tidak sama lagi. Mungkin mas Rayan telah kembali bersama mas Aldo. Dan bagaimana pun juga aku harus menerima nya. Karena ini sudah takdir dan juga demi kebahagiaan mas Rayan.
Tak berselang lama aku keluar dari ruangan mas Rayan, tiba-tiba ada tangan yg menarikku dan terpaksa aku mengikuti langkahnya. Dan aku baru menyadari bahwa yg menarikku adalah mas Rayan.
"Mas lepasin aku, aku harus kerja mas. Mau dibawa kemana ini. Mas tolong."
Tidak ada jawaban sama sekali.
Lalu tak lama kami tiba di sebuah ruangan di ujung lorong. Tanpa ada seorang pun disana.
Lalu mas Rayan memojokkan ku ke dinding. Lalu."Kenapa kamu ngelakuin itu semua hah." Bentak mas Rayan.
Aku sangat kaget mendengar mas Rayan membentakku. Karna memang selama aku menjalin hubungan dengan mas Rayan dia tidak pernah membentakku. Makanya aku sangat kaget. Aku hanya diam berdiri tak bisa berbuat apapun.
"Jawab kenapa." Bentaknya lagi.
Aku tidak bisa menjawab. Tanpa sadar aku menitikkan air mata.
Kulihat mas Rayan kaget melihatku menangis. Lalu dia langsung memelukku.
"Kenapa yi. Kenapa kamu ngelakuin itu semua."
Aku masih belum bisa menyesuaikan diri. Aku masih kaget. Lalu terdengar kembali suara mas Rayan.
"Maafin mas udah bentak kamu kaya tadi. Mas ga sadar. Mas bener-bener stress sama keadaan ini. Mas gamau kaya gini. Mas bingung harus ngelakuin apa. Jangan buat ini makin sulit. Mas gamau kehilangan kamu. Mas sayang banget sama kamu. Mas mohon jangan pergi."Aku mulai sadar dengan keadaan. Aku sangat mengerti akan posisi mas Rayan saat ini. Lalu ku lepas pelukannya secara perlahan lalu kulihat mas Rayan menangis. Untuk pertama kalinya aku melihat dia menangis di depan ku.
"Kamu ga perlu minta maaf. Wajar kok kamu bersikap seperti tadi. Kamu hanya belum terbiasa mas dengan keadaan ini. Cepat atau lambat kamu bisa melewati semua ini. Asal kamu yakin. Bahwa kamu bisa bahagia. Aku selalu doain kamu agar selalu bahagia." Kataku sambil mengusap air matanya.
"Tapi mas gamau kehilangan kamu." Ucapnya parau.
"Mas. Ada orang yg lebih mencintai kamu lebih dari pada aku. Ada orang yg lebih pantas buat ada di sisi kamu dari pada aku. Dan yg paling penting sekarang aku bukanlah orangnya. Mas Aldo orang yg tepat. Dia mencintai kamu lebih dari aku. Dan dia sangat pantas sekali berada di sisi kamu dari pada aku. Ibu kamu benar mas. Mas Aldo itu lebih baik dari pada aku dari semuanya. Apalagi tentang kamu. Dia yg lebih dulu tau kamu dari pada aku. Lagian memang benar jika di bandingkan dari segi mana pun aku berada jauh di bawah mas Aldo. Terus mas mau punya suami pegawai super market kaya aku? Enggakan. Aku gamau bikin keluarga kamu di pandang rendah gara-gara aku. Apalagi nanti kalo semua orang tau aku bisa hamil akan lebih buruk mas. Lebih baik aku mundur dan menyadari semuanya. Kalo kamu berhak bahagia dan mendapatkan yg terbaik." Ucapku panjang lebar.
"Tapi gimana sama kamu? Mas gamau yah kamu nikah sama orang lain."
"Mas ada kalanya kita harus merelakan apa yg kita punya untuk membuat semua orang bahagia."
"Mas ga bahagia. Ayiii."
"Ssttt. Gabaik kalo ada yg denger. Ada satu pepatah "cinta itu tidak harus memiliki, dengan melihat orang yg kita cintai bahagia itu sudah sangatlah cukup" nah cobalah berprinsip pada pepatah itu. Mas gamau liat aku bahagia? Jahat banget sih hahaha. Tapi aku berpegang sama pepatah itu. Dengan melihat mas bahagia dengan pasangan mas kelak, aku akan turut bahagia. Dan mas jangan khawatir. Aku juga akan bahagia. Dan yg terpenting kamu juga harus doain aku supaya bahagia ya mas. Janji?" Kataku sambil tersenyum.
"Kenapa sih harus kaya gini." Katanya sambil mengacak rambutnya.
"Mas ini udah takdir Tuhan. Kamu ga boleh gitu. Gabaik. Mulai sekarang kamu harus terbiasa dengan keadaan ini. Anggap aja aku ga pernah ada di hidup kamu. Jadi kamu bisa hidup bahagia dengan keluarga kamu kelak. Maaf untuk barang-barang yg mas kasih aku balikin lagi. Bukannya aku ga menghargai pemberian mas, tapi setidaknya aku tidak menyimpan terlalu banyak barang yg berhubungan sama kamu. Supaya aku juga sedikit demi sedikit bisa terbiasa tanpa adanya kamu di hidup aku. Sedikit sulit memang. Tapi aku akan berusaha. Kamu juga ya mas."
Gaada jawaban sama sekali.
"Dicoba yah mas?"
"Jangan pergi.." ucapnya parau.
"Aku gaakan pergi mas. Kamu masih bisa ketemu aku kok di supermarket. Siapa tau setelah nanti kamu nikah kamu bakalan nemenin mas Aldo belanja. Disana juga kamu bakalan ketemu aku. Lagian aku masih perlu kerja mas. Tabunganku masih belum cukup untuk masa depan anakku kelak. Memang sih gatau kapan, tapi setidaknya sedia payung sebelum hujan kan. Udah ah. Sekarang kamu temui mas Aldo lagi sana dia pasti nunggu. Kasian. Lagian aku juga mau berangkat kerja. Takut kesiangan juga."
"Ayi please.."
"Udah ayo nanti apa kata orang kalo kamu sama aku keluar dari ruangan ini."Setelah itu aku segera keluar dengan mas Rayan. Dan aku berpamitan kepada mas Rayan untuk pergi bekerja. Untuk terakhir kalinya dia memelukku dan mencium keningku sebelum pergi. Rasanya sesak sekali. Maaf ya mas. Udah buat kamu menderita seperti ini gara-gara aku.
"Yaudah aku berangkat yah." Ucapku berpamitan.
***
Tak terasa sudah hampir seminggu aku tidak bertemu dengan mas Rayan. Rasanya ada yg hilang. Tapi aku berusaha untuk terbiasa dengan semua ini. Terlebih tanpa sepengetahuan mas Rayan aku sudah mengganti nomor telponku. Sebenarnya aku sangat malas, tapi berhubung setelah kejadian di kantor mas Rayan waktu itu mas Rayan selalu menghubungiku. Tidak masalah kalo hanya sebatas say hai. Ini sampai nelpon berkali-kali. Minta ini itulah. Ucapan selamat pagi malam tidak pernah terlewat bahkan menanyakan aku sudah makan atau belum. Bukannya risih atau bagaimana tapi alangkah lebih baiknya mas Rayan itu harus mulai bisa membiasakan diri tanpa aku, kalo misalkan terus seperti itu bagaimana dia bisa memulai hidupnya yg baru. Maka dari itu kuputuskan mengganti nomor telponku secara diam-diam dan hanya memberitahukan kepada orang-orang dekat saja.
Hari ini aku sedang menikmati waktu liburku. Aku berencana untuk berjalan-jalan ke taman kota dan sekalian membeli tiket kereta untuk pulang ke rumah orang tuaku. Oiya beberapa hari lagi penghujung tahun akan segera berakhir dan akan dimulainya tahun yg baru. Pada awalnya aku merencanakan untuk merayakan malam tahun baru bersama mas Rayan. Yg kebetulan sekali aku mendapatkan cuti dari atasanku beberapa hari. Akan tetapi apa mau di kata. Takdir berkata lain. Dan akupun tidak bisa menyalahkannya. Yasudahlah. Pergi sendiri pun tidak masalah bukan.
Kulihat jam tanganku, waktu menunjukan pukul 09.14 yg sudah agak siang untuk suasana taman yg masih terasa ramai. Lalu aku duduk di sebuah kursi panjang sendirian. Sambil sedikit melamun dan memikirkan apa yg terjadi.
Setelah beberapa menit tiba-tiba ada sentuhan dipundakku dan refleks membuatku menoleh. Ternyata itu Erick.
"Lagi apa disini?" Tanyanya.
"Eh Erick, iya nih aku sedang menikmati waktu liburku hahaha. Kamu sendiri lagi apa?"
"Aku kebetulan sedang joging, aku sengaja meliburkan diri hahaha. Soalnya aku butuh refresing." Katanya sambil menyengir
"Dasar kamu ini. Jadi apa jogingnya udah selesai?" Tanyaku.
"Udah nih tinggal pulang, tapi kebetulan ketemu kamu di sini jadi aku samperin."
"Jadi tunggu apalagi?" Tanyaku.
"Jadi kamu ngusir aku nih?"
"Eh eh gak gitu Rick." Ucapku bingung.
"Hahaha santai aja sih. Hanya bercanda. Lagipula kamu mau kemana lagi?"
"Aku sih setelah ini rencananya mau beli tiket kereta untuk pulang ke rumah orangtuaku."
"Memang harus pake kereta ya? Buat kapan?"
"Sebenarnya bisa saja pake angkutan umum seperti bis tapi berhubung besok udah mulai libur tahun baru jadi pasti macet. Jadi lebih baik pake kereta saja."
"Oh begitu. Aku boleh ikut gak?"
"Hah? Ke rumah orangtuaku?"
"Iyalah kan kamu bilang mau pulang ke rumah orangtuamu."
"Emang kamu ga kerja?"
"Itu mah gampang hahaha. Soalnya aku bener-bener lagi munet banget di kantor. Eh btw kamu ga di temenin si Rayan?"
Aku sedikit kaget atas pertanyaan Erick.
"Oh itu mas Rayan kebetulan lagi sibuk. Jadi gabisa ikut."
"Oh gituu. Jadi gimana aku bisa ikut gak?"
"Eumm aku sih tidak masalah. Kalo memang kamu tidak sibuk."
"Yeess. Yaudah kita pergi beli tiket sekarang."
Aku hanya tersenyum menangapi.Dan akhirnya aku dan Erick segera menuju stasiun kota yg tidak terlalu jauh dari taman kota.
Aku tidak menyangka malam tahun baruku akan di temani Erick, yg notabene adalah teman yg belum lama ku kenal. Tapi tidak apa-apa Erick orangnya baik. Semoga saja orangtua ku tidak bertanya yg aneh-aneh.***
- Author POV -
Di sisi lain Rayan sedang mengerjakan pekerjaan nya secepat yg iya bisa. Soalnya dia akan menyusul Ayi ke rumah orangtua. Rayan baru ingat kalo Ayi sempat bertanya waktu itu, ingin merayakan malam tahun baru di rumah orangtuanya. Dan Rayan rencananya mau memberikan surprise.
"Ayi tungguin mas disana yah." Ucapnya ssambil tersenyum.To be continued...
Intinya aku bener-bener minta maaf:( gatau kenapa lagi males banget buat mikir. Soalnya pikiran lagi muter kesana kesini. Jadi maafin aku ya:( tapi aku akan selesein semua sampai akhir kok cuman ya gitu agak lama dikit-dikit gapapa yah:(
Terimakasih yg udah selalu vote dan comment cerita aku ini. Semoga dengan adanya kalian aku jadi tambah semangat.
Love❤️❤️ALE
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Pergi, Ayi
Romance"Kamu jangan deket-deket terus sama dia." Katanya tiba-tiba. "Kenapa memang? Dia kan temen aku mas." Jawabku menimpali "Pokoknya kamu jangan deket-deket sama dia, mas gasuka." Jawabnya dengan raut muka kesal. "Cemburu ini mah pasti." Kataku dalam ha...