Bagian 16

170 20 0
                                        

  - Ayi POV -

   Di pagi hari setelah aku selesai mandi dan berganti baju. Aku segera menemui mas Rayan di ruang tamu.
"Mas gapapa aku tinggal bekerja? Aku lupa hari ini aku masuk pagi, jadi ya gini."
Lalu mas Rayan mendekatiku.
"Yaudah gapapa lagian kan mas juga harus ke kantor. Jadi sekalian pulang mas anterin kamu."
"Maaf ya mas ngerepotin. Tapi kali ini aku memang butuh tumpangan. Aku telat bangun tadi. Jadi ya sedikit kesiangan."
"Gimana ga telat bangun, kamu nemplok terus sama mas, mas bangunin malah makin erat meluknya. Hahaha."
"Hehehe kan nanti gaakan bisa lagi mas."
"Hah gaakan bisa gimana? Ya bisalah selagi mas bisa nginep disini. Gimana sih kamu."
"Iya-iya. Udah yu kita berangkat." Ngapain lagi aku sampe keceplosan kaya tadi. Untung mas Rayan ga mikir aneh-aneh.

   Di dalam mobil. Kita mengobrol panjang lebar, gimana ga panjang, kita dua hari ga ketemu. Emang agak lebay sih tapi memang mas Rayan itu suka gitu. Melebih-lebihkan. Tapi memang jika di ingat-ingat kita ga pernah putus komunikasi. Jika ada waktu setiap hari kita pasti ketemu. Entah di luar atau mas Rayan yg menginap di kosan ku. Tapi jika sama-sama sibuk kita hanya saling komunikasi via telepon. Dan itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Jangan kalian pikir ini kemauanku, salahkan saja mas Rayan. Itu kemauannya.
"Yi mas punya kejutan buat kamu."
"Kejutan apa mas?"
"Ya bukan kejutan dong namanya kalo di kasih tau. Pokoknya nanti pulangnya mas jemput yah. Kita langsung pergi liat kejutannya."
"Yaudah kalo gitu."
"Oiya minggu depan papa pulang dari China, usahain ya kamu bisa makan malam di rumah mas, sekalian mau kenalin kamu sama keluarga mas."
"Untuk itu.. Yaudah nanti aku usahain, hari selasa depan berarti yah?"
"Iyaa. Pokoknya kamu harus ikut makan malam di rumah mas. Titik."
"Iya aku usahain. Yaudah kalo gitu aku turun yah, makasih udah anterin aku."
"Iya sama-sama sayang. I love you." Katanya sambil mencium keningku.
Ku balas hanya dengan senyuman saja. Aku tidak boleh terlena atas semua ini. Lambat laun ini semua akan segera berakhir. Dengan aku dan mas Rayan yg berjalan di jalan masing-masing.
Aku harus kuat. Ayi kuat. Semangat!!!

***

   Ternyata mas Rayan memang menungguku seperti biasa. Bahkan dia tidak memberi tahu kalo dia sudah sampai dan sedang menungguku. Lalu ku hampiri dia.
"Mas kok ga ngabarin dulu."
"Kenapa harus ngabarin dulu, kan tadi pagi mas udah bilang mau jemput kamu. Jangan bilang kamu lupa."
"Oiya, maaf tadi toko lumayan rame jadi pikiranku ga fokus hehehe."
"Yaudah sekarang mas mau kamu pake ini, biar kamu gabisa liat apa yg akan mas tunjukin, pokoknya nanti setelah sampai tempat tujuan kamu boleh melepaskan nya." Sambil menyerahkan sebuah syall padaku.
"Kok gitu?"
"Ya kan biar kejutannya jadi waw gitu hahaha."

   Setelah aku memakai syall untuk menutup mataku, tiba-tiba mobil pun melaju membelah jalanan. Sekitar 30 menit, mobil pun berhenti. Dan mas Rayan menuntunku keluar dari mobil dan berjalan dengan tangannya yg memelukku. Ku rasakan kita menaiki sebuah lift. Lalu berhenti kemudian berjalan lagi. Kemudian ku dengar mas Rayan membuka pintu, lalu kami berdua masuk ke dalam sebuah ruangan. Lalu tiba-tiba mas Rayan mulai membuka penutup mataku.
"Dalam hitungan 3 kamu bisa buka mata kamu yah." Kata mas Rayan. "1.. 2.. 3.."
Lalu aku membuka mata. Dan kulihat kini aku berada di sebuah ruangan. Mungkin sebuah rumah eh atau apartement kali yah aku gatau.
"Selamat datang di apartement kita."
"Kita?" Tanyaku heran.
"Iya kita, mulai sekarang kamu harus tinggal disini sama mas. Kan kita bakal nikah jadi pasti kita akan tinggal bersama, disini."
"Mas apa ini ga berlebihan? Bahkan aku belum bertemu dengan kedua orangtuamu. Apakah mereka merestui hubungan kita atau tidak? Bagaimana jika mereka tidak merestui kita?Alangkah lebih baiknya mas menunggu dulu keputusan orangtua kamu mas."
"Mereka pasti merestui hubungan kita. Kamu jangan khawatir."
"Tapi mas."
"Udah ah kita liat kamarnya yu." Ajak mas Rayan kepadaku.
Aku pun mengikuti langkah mas Rayan menuju kamar. Lalu tiba-tiba mas Rayan menuntunku ke atas ranjang king size nya.
"Yi mas mohon sekali lagi sama kamu jangan pernah tinggalin mas ya."
"Iya mas. Aku akan berusaha engga ninggalin kamu."
"Makasih ya." Lalu tiba-tiba mas Rayan menciumku tepat di bibir.
"Mas kangen banget sama kamu." Lalu kembali menciumku.
Aku pun mulai terbawa suasana, aku sedikit terangsang dengan perlakuan mas Rayan kali ini.
Bagaimana tidak di sela-sela ciumannya mas Rayan juga menturutsertakan tangannya untuk meraba dadaku. Dan menekan kedua putingku. Gawat aku mulai terangsang. Aku berusaha untuk berpikir jernih. Lalu aku melepas ciumannya.
"Mas udah yu, nanti kelewat batas."
"Mas pengen lebih kali ini. Please."
"Mas aku gamau ngambil resiko."
"Kalau pun kamu beneran bisa hamil mas akan tanggung jawab. Kamu jangan khawatir."
"Bukan begitu mas, aku hanya..." kataku sedikit menggantung.

   Aku sedikit berpikir. Apakah aku terlalu egois selama ini? Apakah aku terlalu penakut untuk memberikan apa yg harusnya mas Rayan dapat dari ku? Atau aku hanya takut jika nanti aku benar-benar hamil? Atau aku terlalu takut di tinggalkan oleh mas Rayan? Begitu bodohnya aku sampai-sampai tidak memikirkan sedikit pun bagaimana jika aku yg berada di posisi mas Rayan.
Bagaimana ini, aku bingung menghadapi situasi ini. Di satu sisi aku ingin memberikan apa yg harusnya mas Rayan dapat dariku, tapi di satu sisi aku takut akan resiko kedepannya. Tapi bagaimana pun mas Rayan memang laki-laki yg aku cintai. Untuk masalah kedepannya akan ku pikirkan nanti. Yg penting aku bisa memberikan apa yg berharga dariku kepada mas Rayan. Toh selama hampir 2 tahun ini mas Rayan tidak pernah memintanya kepadaku. Apalagi cepat atau lambat mau tidak mau aku akan benar-benar pergi meninggalkannya. Bukannya aku tidak mencintai mas Rayan, akan tetapi keadaan yg memaksaku untuk seperti ini. Biarlah ini yg akan menjadi hadiah perpisahanku dengan mas Rayan.

   Aku segera meraih tubuh mas Rayan untuk memeluknya.
"Apa kamu marah mas?"
"Mas gaakan pernah bisa marah sama kamu."
"Masa sih. Kemarin waktu di mall mas ngebentak aku loh." Ucapku sambil memeluk mas Rayan.
"Itu kan karna si Erick sialan itu."
"Kok sialan sih. Dia temen aku mas."
"Kenapa sih semua laki-laki yg temenan sama kamu itu selalu suka sama kamu."
"Loh mas tau dari mana? Ya bagus dong kalo gitu. Berarti aku di sukai banyak orang di luaran sana hahaha."
"Gabisa gitu Ayi, kamu itu cuman punya mas. Orang lain ga boleh suka sama kamu. Lagian si Ericknya sendiri yg bilang waktu itu, makanya mas langsung narik kamu buat pergi. Kalo engga dia bisa-bisa nyatain perasaannya ke kamu lagi."
"Yaampun mas. Pantesan kamu marah sampe segitu nya."
"Iyalah gimana ga marah. Masa pacarnya mau di tembak orang lain di diemin aja. Mesti di basmi itu mah."
"Hahahaha. Kamu ini. Ya gaakan lah mas, kan orang yg aku sayang itu cuman kamu. Sebanyak apapun orang yg suka sama aku, aku cinta nya sama mas Rayan aja. Jadi ga usah khawatir yah." Ucapku tulus, tapi terasa sakit di dalam hati ku.
"Mas sayang banget sama kamu. Makasih ya udah mencintai mas sepenuh hati kamu. Jangan tinggalin mas." Katanya sambil memelukku erat.
"Mari kita coba." Kataku sambil melepaskan pelukannya.
"Apa?" Tanyanya sok polos sambil melepaskan pelukannya.
"Yaudah kalo gamau. Berarti kita pulang." Kataku sambil beranjak dari atas ranjang.
"Serius?" Tanyanya masih terlihat heran.
"Iya aku serius. Tapi pake pengaman yah. Aku gamau ngambil resiko."
"Sebentar." Katanya beranjak dari tempat tidur. "Yi kondom nya ketinggalan di rumah, gimana dong."
"Yaudah gausah. Lain kali aja kalo gitu." Final ku
"Yah mas udah terlanjur pengen nih. Kamu kok gitu sih." Ucapnya sedih
"Yaudah asal jangan keluarin di dalem yah."
Tak lama aku pun segera mendekati mas Rayan. Kulihat mas Rayan terlihat senang sekali.
"Aku milik kamu mas malam ini."
Dengan itu terjadilah adegan panas di malam itu, hanya desahan nikmat yg terdengar di ruangan ini. Bagaimana pun aku harus membahagiakan mas Rayan. Dan setelah ini aku harus berusaha untuk meyakinkan mas Rayan supaya memutuskan hubungannya denganku. Bagaimana pun keluarga mas Rayan menginginkan yg terbaik untuk anaknya. Mungkin disini aku masih jauh dari kata baik untuk bersanding dengan mas Rayan. Maka dari itu aku harus mengalah demi kebaikan semua.

To be continued...

Selamat membaca😘

Jangan Pergi, AyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang