Bagian 24

165 20 5
                                        

- Ayi POV -

   Makan malam pun akan segera di mulai. Satu persatu orang rumah menghampiri meja makan. Lalu sebuah teriakan mengagetkan semua orang.

"Kak Ayiiiiiiiiiiiiiiiii. Vena kangen. Kenapa baru main kesini ih." Katanya sambil berusaha memelukku.
"Iya sayang kaka sibuk kerja. Maaf ya ga pernah main kesini."
"Iya ih jahat banget kak Ayi. Vena sama Aven kangen main sama kaka. Abang ga pernah ngajak main lagi sih." Serunya lagi.
"Yaudah nanti kita main lagi. Tapi kak Ayi ga janji yah."
"Oke nanti kita main lagi."
"Kak Ayi makin cantik aja. Pacaran sama aku yuk." Tiba-tiba Rayen berbicara seperti itu. Yg aku balas dengan senyuman. Hahaha dasar anak remaja.
"Pikirin tuh sekolah jangan mikirin pacar-pacaran." Ucap mas Rayan ketus.
"Apaan sih lo bang. Orang kak Ayi juga mau ya kak."
Lalu ku balas dengan senyuman lagi.
"Dasar bocah awas aja."

   Kemudian Vena duduk di kursinya. Lalu satu persatu orang rumah mulai menghampiri meja makan. Ketika semua orang telah duduk di kursinya tiba-tiba bel pintu berbunyi yg menandakan ada tamu yg berkunjung. Kemudian bi Marni membukakan pintu dan mempersilahkannya untuk masuk. Dan betapa kaget nya aku yg datang bertamu tak lain dan tak bukan adalah mas Aldo. Kulihat ekspresi mas Rayan berubah. Kemudian aku pegang tangannya yg mengepal di atas paha nya.
"Kenapa mas?" Bisikku.
"Engga kok gapapa."
"Tapi kok mukanya tegang gitu?" Tanyaku pura-pura tidak tau.
"Gapapa kok. Yaudah kita makan."

Kulihat mas Aldo sudah duduk di kursi samping ibunya mas Rayan.

"Yaudah karna semua orang udah siap mari kita berdoa dulu sebelum makan. Agar makanan kita menjadi berkah. Berdoa di mulai." Kata ayahnya mas Rayan mengintrupsi.
"Berdoa selesai. Mari kita makan."

   Setelah itu semua orang mengambil porsi makannya sendiri-sendiri. Tapi beda cerita dengan mas Rayan.
"Yan kenapa kamu ga ngambil makan." Tanya ayahnya.
"Rayan lagi nunggu Ayi siapin."
"Loh kok gitu. Kasian dia dong. Kan dia tamu disini."
"Rayan ga bisa makan kalo ga disiapin Ayi. Udah jadi kebiasaan Rayan sama Ayi jadi papa gausah protes." Katanya. Bikin malu saja.
"Manja banget jadi orang." Celetuk Rayen.
"Diem lo bocah." Kesalnya pada Rayen.
"Mas malu diliatin. Plis kali ini aja gausah manja yah. Malu sama orang tua kamu." Bisikku.
"Gamau, mas tetep mau kamu yg siapin." Keukeuhnya.
"Mas."
"Yaudah kalo gitu mas gamau makan." Aku pasrah. Ketika aku akan menyendokan nasi ke piring mas Rayan tiba-tiba.
"Yaudah aku aja yg nyiapin yah. Biar nantinya jadi kebiasaan." Suara mas Aldo mengintrupsi. Lalu kuurungkan niatku. Lalu mas Aldo menghampiri mas Rayan. Kemudian mulai menyiapkan makan untuk mas Rayan. Namun tatapan mas Rayan menandakan tak suka.

   Ketika mas Aldo akan menyendokan tumis sayur ke piring mas Rayan, tiba-tiba mas Rayan berteriak.
"Gue ga suka sayur. Makanya jadi orang gausah so tau dan cari perhatian." Bentaknya kepada mas Aldo yg membuat mas Aldo diam mematung.
"Udah mas kan bisa di ganti. Gabaik berteriak gitu." Kataku melerai. Lalu mas Aldo kembali ke tempat duduk nya sambil menunduk.
"Maapin aku yan, aku lupa kalo kamu gasuka sayur." Ucap mas Aldo sedih.
"Gue kesel sama lo. Udah tamu ga diundang bikin gue marah mending gausah ada disini deh."
"Siapa bilang dia ga di undang. Mama sendiri kok yg ngundang dia. Jadi kamu gausah bilang gitu. Sekarang makan. Gausah berisik." Kata ibunya mas Rayan. Dan semua orang makan dengan tenang. Tapi mas Rayan masih terlihat kesal.
Lalu tiba-tiba...

"Tumben banget yah bi Marni masaknya enak gini." Celetuk mas Rai.
"Iyanih kemaren masak ayam goreng ga seenak ini." Lanjut Om Angga.
"Saus madunya aku suka. Gakaya biasa. Ini semuanya pas. Pokoknya aku mau di masakin ini setiap hari." Vena ikut berkomentar.
"Mama akui sop buntut kali ini super enak." Lanjut tante Citra.
Mas Rayan langsung melihatku. Dan tersenyum. Moodnya udah balik lagi ternyata.

"Bi Marni. Biii." Panggil mas Rayan. Wah gawat nih semoga bi Marni tidak memberi tau bahwa aku yg masak semua ini.
"Iya den ada yg bisa di bantu."
"Engga aku mau nanya aja. Ini semua bibi yg masak kan." Tanya mas Rayan ke bi Marni. Aku berusaha memberi kode supaya tidak memberi tau yg sebenarnya.
"I..iyaa den. Kenapa memang?"
"Bibi yakin? Bibi ga bohong? Bohong dosa loh bi."
Bi Marni terlihat gugup.
"Se..sebenarnya mas Ayi yg memasak semua ini. Maafkan bibi. Tapi tadi ada insiden kecil yg membuat bibi jatuh dan tidak bisa berdiri. Kemudian dengan baik hatinya mas Ayi membantu bibi buat masak. Maaf den sebelumnya, bibi sudah melarang tapi mas Ayi tetap memaksa. Maaf ya den. Bibi gaakan mengulangi nya." Kata bi Marni akhirnya. Lalu ku dengar ibunya mas Rayan tiba-tiba tersedak. Yg aku yakin dia kaget mendengar penuturan bi Marni. Semoga saja dia tidak apa-apa.

"Oh jadi ini semua kamu yg masak?" Tanya mas Rai.
"Iya mas maaf kalo kurang enak." Jawabku sambil menunduk karena malu. "Saya minta maaf juga atas kelancangan saya. Saya tidak bermaksud."
"Yasudah tidak apa-apa. Lagian masakan kamu enak banget. Om suka. Bahkan masakan mamanya Rayan aja kalah. Makasih ya udah ngasih kesempatan om buat ngerasain masakan kamu."
"Iya om sama-sama."
"Kak Ayi nanti Vena mau dimasakin terus tiap hari sama kak Ayi boleh?" Vena tiba-tiba bertanya.
"Iya sayang tapi kak Ayi ga janji yah." Kulihat raut wajah mas Aldo berubah menjadi sedikit kesal. Tak kuhiraukan sih hehehe. Mau bagaimana pun posisi ku disini sudah kalah telak jadi yaudah cukup dengan menikmati makan malam ini saja sudah membuatku senang. Dan mungkin memang ini adalah momen dimana aku menginjakan kakiku disini untuk pertama dan terakhir kalinya. Hahaha pengalaman berharga sekali dalam hidupku. Sedang asyik melamun tiba-tiba..
"Pantesan aja abang gapernah makan di rumah. Taunya makan di rumah kak Ayi nih pasti." Lanjut Aven yg berkomentar.
"Iya dong. Calon istri idaman kan?" Kata mas Rayan.
"Mana ada. Kamu itu udah mama jodohin yah sama Aldo. Hari pertunangan kalian udah di tentuin. Dan setelah bertunangan kalian akan langsung menikah."
"Loh gabisa gitu dong mah. Kan Rayan udah bilang dari awal. Rayan gamau di jodohin. Rayan udah gede ma. Bisa cari pasangan yg terbaik buat Rayan. Mama gausah ikut campur masalah ini."
"Pokoknya kamu harus nikah sama Aldo. Lagian mana mau mama punya menantu karyawan supermarket kaya dia. Mau di taruh dimana muka mama Rayan."
Bamm dugaanku tidak meleset. Aku hanya bisa menunduk sambil berusaha menenangkan mas Rayan.
"Yaudah kalo gitu Rayan mending gausah punya pasangan aja sekalian. Kalo ga sama Ayi Rayan gamau nikah."

   Aku bingung dengan keadaan ini. Ini memang salahku harusnya aku ga perlu dateng ke rumah ini. Karna memang akan seperti ini jadinya. Lalu ku pegang tangan mas Rayan supaya lebih tenang.
"Mass. Gabaik membentak orang tua. Lagian kan emang bener kata ibu kamu. Kamu berhak mendapat pasangan yg terbaik yg sepadan sama kamu. Kamu kan udah janji sama aku buat nurutin kemauan orangtua kamu. Laki-laki harus menepati Janjinya kan? Nah mulai sekarang mas coba deh buat terbiasa sama keadaan. Ini juga demi kebaikan kamu kedepannya. Tidak mungkin orang tua membuat anaknya menderita melainkan ingin membuat anaknya bahagia."
"Tapi kan kamu juga udah janji gaakan pergi ninggalin mas."
"Aku gaakan pergi mas. Aku ada kok tapi dalam posisi dan kadar yg berbeda. Mas tenang aja aku gaakan kemana-mana kok." Kataku mencoba untuk merayu mas Rayan agar nurut sama orangtuanya.
"Paa bantuin Rayan dong pa. Papa bilang aku boleh nikah sama siapa aja. Buktiin pa." Lalu jeda sebentar. "Bang bantuin Rayan dong jangan diem aja."

   Tapi semua orang diam saja. Mungkin benar takdir belum bisa mempersatukan aku dengan mas Rayan. Bahkan aku melirik Vena dan Aven mereka seperti akan menangis. Wah gawat aku membuat mereka sedih. Lalu segeralah aku mengambil keputusan.

"Nah mumpung disini dan semua nya berkumpul saya mau meminta maaf atas segala kekacauan ini. Seharusnya dari awal saya sadar bahwa saya tidak pantas berada di ruang lingkup keluarga ini. Sebenarnya memang ini salah saya yg tidak menyadari derajat saya. Untuk itu mulai dari sekarang saya dan mas Rayan resmi tidak memiliki hubungan apapun. Untuk om dan tante gausah khawatir. Saya jamin mas Rayan akan menikah dengan mas Aldo. Untuk itu saya undur diri. Terimakasih atas jamuan makan malam ini. Saya sangat menikmatinya. Saya sangat senang bisa berkumpul di tengah keluarga ini. Sekali lagi mohon maaf atas segala kekacauan ini. Kalo begitu saya permisi." Kataku menutup percakapan ini.

   Kemudian aku hendak berdiri dan meninggalkan tempat ini namun saat aku akan melangkahkan kakiku untuk pergi sebuah tangan mencengkram tangan ku erat. Pelakunya tak lain adalah mas Rayan. Kulihat wajahnya sendu, sedih, tak rela semua menjadi satu.
Aku bingung harus bagaimana.
Lalu...


To be continued...

Yaampun aku gabisa bikin suasana sedih. Maapin ya kalo ga bikin baper. Belibet juga ah gatau deh. Yaudah sih ya wkwk
Selamat membaca deh pokoknya.
Luvv🤍🤍

ALE

Jangan Pergi, AyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang