Bertopang dagu, gadis yang saat ini sedang memakai kaos putih itu menguap sampai matanya berair. Melirik jam tangan pada pergelangan tangan Sera yang duduk di sampingnya-, jam sudah menunjukkan pukul 14:33. Seharusnya kelasnya sudah berakhir. Tapi dosen dengan perut buncit itu belum menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri kelas.
Padahal Hira sudah sudah janji untuk menghadiri acara Cerelia. Lumayan, Hira bisa minum gratis karna hari ini sahabatnya itu sedang berulang tahun. Hira perlu menyiapkan alasan yang akan ia pakai untuk izin ke ibu dan kakaknya dirumah, karna meski Hira tau dia bandel dan keras kepala, pantang baginya keluar rumah saat ibunya belum beri izin. Kalau kakaknya sih, hanya sekedar formalitas.
"Lo jadi ke ultahnya Cerel?" Hira yang sudah memasukkan semua barangnya kedalam tas mengangguki pertanyaan Sera.
"lo mau ikut?" Sera menggeleng, cukup sekali dia kesana. Terakhir melakukan itu papanya sangat marah dan mengurungnya dirumah selama seminggu. Bahkan makan dan minum di lakukan di kamar seperti Sera adalah orang sakit.
"Yaudah gue duluan, dah!" Sera mengangkat tangannya untuk melambai pada Hira. Hira itu anak yang cukup rajin di kampus, ia selalu mengumpulkan tugasnya tepat waktu. Nilai-nilainya juga lumayan meski Hira memang cukup sering mengeluh. toh, dia melakukan itu agar uang yang ibunya pakai untuk bayar uang kuliah tidak sia-sia.
_______
Hira turun dari mobilnya yang sengaja ia parkir di depan rumah, tidak di masukkan ke halaman rumahnya yang luas karna Hira memang akan keluar. Jam lima sore Hira sampai dirumah dan langsung mencari ibunya
"Ibu" Bunga menoleh pada putri keduanya yang langsung mengulurkan tangan, meminta tangan Bunga untuk di cium.
Sama seperti namanya, Bunga memang sangat suka bunga. Seperti sekarang ia sedang menyirami Bunga anggrek kesayangan
"Aku mau keluar, mungkin pulangnya malam" kata Hira to the point
"Mau kemana? Mbak Hera udah undang Harsa buat makan malam loh" Hira terdiam sebentar, kakaknya-Hera-, memang cukup rutin membawa pacarnya untuk makan malam dirumah. Hubungan mereka terbilang sehat menurut pandangan Hira. Kalau bukan Harsa yang datang kesini, berarti Hera yang akan datang kerumah Harsa. Bentuk pendekatan pada keluarga masing-masing yang mereka lakukan memang cukup ampuh. Bunga bahkan sudah mengijinkan Harsa masuk rumah ini begitu saja tanpa pencet bel atau ketuk pintu. Sudah seperti rumah kedua bagi Harsa.
Tapi karna memang Hira tidak menyukai acara ini terlebih orangnya adalah Harsa, maka jelas. Gadis dengan surai panjang itu lebih memilih pergi pada Cerelia saja.
Bertemu dengan Harsa bukan hal yang menyenangkan bagi Hira. Ia tidak nyaman berada di tengah-tengah anggota keluarganya sendiri ketika ada Harsa juga di dalamnya
"Acara yang ini penting bu" Bunga sudah selesai menyiram bunganya, memberi atensi penuh pada putrinya yang satu ini.
"Kenapa sih kamu tuh? masa tiap kali Harsa datang kesini kamu malah keluar" padahal Harsa bukan orang asing, sebelum menjadi pacar dari sang kakak, Harsa itu adalah teman kecil. Dulu mereka bertiga, Hera Hira dan Harsa lumayan sering main bersama. Tapi seiring dengan waktu dan pertumbuhan mereka yang beranjak menjadi dewasa, semuanya seakan berubah saat Harsa kembali setelah menjalani pendidikan di luar negeri. Ia mengaku telah berpacaran dengan Hera di depan ibunya waktu itu. Hira ingat karna dia ada disana juga. Sebenarnya tidak jadi masalah, wajar kalau Hira terkejut karna selama ini Hera memang tidak pernah cerita apa-apa. Mau bagaimana lagi, Hera menyembunyikan dengan rapih.
Bisa dibilang, Hira lah yang sedikit menjauh dari Hera yang serba bisa dan segalanya itu.
"Kebetulan aja acaranya hari ini, boleh kan?" Bunga mengangguk pasrah, Hira itu keras kepala. Beda dengan Hera yang cenderung mudah diatur.
Pada pertengahan tangga menuju lantai dua rumahnya, Hira berpapasan dengan Hera yang sudah rapi dan wangi.
"Mau kemana kali ini?" Hera hafal betul kebiasaan Hira yang selalu memilih tidak dirumah saat ada Harsa
Hira menyengir
"Temenku ultah mbak, masa aku udah beli kado tapi gak datang" Hera menghela nafas lalu memberi jalan agar Hira bisa lewat. Kadang Hera bertanya-tanya, sejak umur mereka sudah sama-sama dewasa atau entah di mulai sejak, kapan Hira itu mulai agak menjauh, padahal Hira kecil itu selalu menempel padanya bak prangko.
______
Harsa datang dengan membawa buah dan juga beberapa jenis kue, selepas bekerja dan bersiap-siap sebentar di rumah dengan pakaian casual, ia sudah duduk manis di salah satu kursi meja makan keluarga pacarnya.
Hera.
Seperti biasanya, mereka hanya akan makan bertiga. Bukan sering, tapi lumayan sering. Makan malam setiap kali ada dirinya pasti sosok Hira selalu hilang. Kata Hera, dia juga tidak tau kenapa Hira selalu punya acara sendiri setiap kali Harsa ingin datang berkunjung. Tapi menurut Harsa ini hanyalah suatu kebetulan. Toh, dia tidak punya masalah apapun dengan Hira. Makan malam saat ada Hira pun rasanya mereka tidak pernah bertengkar sama seperti di masa lalu atau saat sebelum dia pergi untuk sekolah di negara lain. Harsa masih ingat dia pamit baik-baik pada Hera dan Hira.
"Ada temennya yang ulang tahun" kata Hera menjawab pertanyaan Harsa yang sebenarnya tidak ia suarakan. Harsa hanya mengangguk.
________
Hira sudah merasa pusing sebenarnya, tapi karna minuman ini gratis, sayang kalau dia biarkan sia-sia, harganya mahal. Uang jajan Hira dua bulan tidak akan mampu membeli sebotol saja.
Hira memang memiliki toleransi yang rendah terhadap alcohol, tapi mau bagaimana lagi? Yang mampu membuat otaknya berhenti berfikir dan membuatnya merasa tidak memiliki beban walau sebentar hanya alcohol. Hira tau kalau malam ini ia tidak bisa pulang dalam keadaan mabuk karna jangan sampai ia muntah di depan ibunya. Biarlah ia bangun di apartemen Cerelia.
"Lo yakin gak mau pulang?" Cerelia yang malam ini menjadi ratu semalam itu menghampiri Hira yang sudah tepar di meja bar
"Nginep" gumam Hira di sela-sela denyutan di kepalanya
"Hira! Nyusahin gue aja!" Sudah nasib Cerel, dimana ia selalu kebagian bersusah payah membawa Hira keluar dari bar setiap kali dia mabuk, dan sudah jadi nasib apartemennya yang menjadi sasaran tempat Hira menginap. Untungnya Hira ini orang kaya, sehingga kadang-kadang kulkas Cerel selalu terisi dengan makanan bergizi karna ulah Hira
"Hera...sama Harsa" gumam Hira saat sudah duduk aman di kursi penumpang mobil Cerel. Setiap kali mabuk, Hira memang suka bicara sendiri dan racauan gadis dua puluh tahun itu selalu sama akhir-akhir ini. Cerel tau Harsa siapa tapi hanya sekedar nama. Hera dia kenal, bagaimana tidak. Hira selalu cerita padanya banyak hal soal Hera. Tapi soal Harsa, Hira tidak mau jawab setiap di tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL BLUE
ChickLitDia itu seperti air, aku tidak bisa tanpanya, tapi juga bisa mati karenanya.