09

618 81 3
                                    

-Sawala sehebat apapun juga tidak akan mampu menampik jalinan kalimat yang kubuat khusus untuk mendeskripsikan estetika sukma dan ragamu.-

"Nona Jennie tidak apa-apa. Tidak ada luka serius akibat pukulan itu, sebentar lagi mungkin dia akan sadar." Ucapan perawat khusus sekolah itu melegakan keempat gadis yang masih menunggui Jennie. Sedangkan Jongin sudah pamit sesaat setelah membawa Jennie ke klinik sekolah.

     "Yeji, bisa kau ceritakan kronologi kejadiannya secara rinci?" pinta Rose.

     Yeji mengangguk. "Aku tadi ditugaskan berpatroli dan kebetulan lewat di depan kelas kalian. Aku mendengar sesuatu tentang Jennie yang dibicarakan Nancy dan Jongin."

     Lalisa membola tidak percaya. "Jongin? Jongin yang tadi?"

     Yeji mengangguk pasti. "Mereka mengatakan sesuatu yang buruk, mengenai Jennie dan apa yang mereka panggil 'target'."

     "Ada apa memangnya?"

     "Entahlah, aku hanya mendengar sedikit dan itu sangat kurang dari kata rinci." Yeji menarik napas lalu melanjutkan. "Mereka bilang, mereka akan membuat perhitungan terhadap Jennie, dengan konteks 'bermain-main'. Kalau soal yang ini, aku tidak tahu pasti. Karena Nancy terlanjur mengetahui keberadaanku."

     "Lalu, bagaimana Jennie bisa pingsan?" tanya Jisoo.

     "Tengkuknya dipukul oleh Jongin."

     Hati Jisoo serasa mencelos. "Apa-apaan ini? Kasar sekali! Benar-benar tidak bisa dibiarkan!"

     "Ada apa ini ribut-ribut?" suara parau khas orang siuman itu mengagetkan Jisoo dan yang lainnya.

     "A-ah, tidak ada apa-apa, kau istirahat saja dulu, ya? Ada yang harus kami bicarakan." ucap Lalisa kikuk.

    Jennie mengernyit heran, tapi tetap berusaha berpikir positif dengan mempersilakan mereka keluar.

     "Yeji, kuminta padamu untuk merahasiakan ini dari Jennie sementara waktu. Kau bisa?" ucap Lalisa memohon.

     Yeji mengangguk pasti. Lalisa menepuk bahunya, membiarkan gadis itu pergi ke aula sebelum mereka bertiga masuk kembali ke ruangan Jennie. Tanpa tahu ada yang mengintai dan mendengar semuanya diam-diam.

***

"Aku pamit, ya? Sudah malam, Kak Hyunjin pasti mencariku kalau aku belum sampai."

     Tak ayal lagi, para gadis langsung mengerang tidak setuju setelah mendengar kalimat pamit itu. Yeji–yang baru saja bersiap pulang–terkekeh gemas ketika Yuna merengek memintanya tetap tinggal.

     "Yeji..., kalau kau pulang, pasti yang lain juga akan ikut pulang. Aku kesepian! Huwaaa...," rengek Yuna sambil bergelayut di lengan Yeji.

     "Yuna benar, Yeji. Apa kau tidak bisa izin menginap pada Hyunjin? Mungkin Kakakmu itu akan mengizinkan," usul Ryujin.

     Yeji tampak menimbang-nimbang, sebelum kemudian menggeleng dan menghasilkan rengekan Yuna lagi. Meminta maaf, gadis itu mencoba menjelaskan. Yuna berhenti merengek, untungnya.

     "Maaf, ya! Lain kali, aku pasti akan menginap," ucapnya sebelum memutar tubuh, keluar rumah Yuna.

     "Kuantar, ya? Malam-malam, anak gadis sebaiknya tidak dibiarkan pulang sendirian," tawar Ryujin.

     Yeji berbalik, kemudian menggeleng dengan senyuman mengembang. "Terima kasih, Ryujin. Tapi kurasa tidak, aku tidak mau mengganggu girls time kalian, lagi pula rumahku dekat."

Alien ; Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang