31

434 66 4
                                    

Ujian sebentar lagi, baik Jennie maupun Lalisa sama-sama mempersiapkan kedatangan soal tak diharapkan itu. Lalisa yang sekolah, dan Jennie yang memang menerima materi dari berbagai sumber dan akan terjun langsung ke sekolah saat tanggalnya tiba.

Jennie bingung, kenapa bisa Kepala Sekolah bisa berubah pikiran secepat itu? Pengeluarannya tetap dilaksanakan, tapi masih tetap diberi keringanan untuk mengikuti ujian. Yah, meski heran setengah mati, Jennie merasa ia juga harus bersyukur.

Tidak tahu saja, kalau Taehyung yang mengajukan keringanan seperti itu untuknya.

Seperti sekarang ini, Jennie tengah mencatat dan merangkum sana-sini setelah membaca materi yang tengah ia cari melalui laptop. Beberapa kali ekspresinya selalu berubah-ubah, antara kesal dan bingung. Alisnya mengerut, dengan tangan yang mencengkeram pulpen erat saat menemukan materi yang sulit dipahami.

Ditengah kegiatannya, fokusnya buyar. Mendadak ia rindu sekolah. Dua minggu di apartemen Lalisa rasanya aneh. Tak ada lagi hukuman yang biasa ia dapat karena tidur di kelas.

Jennie menghela napas lelah. Untung kapasitas otaknya masih berada diatas rata-rata untuk mengejar semua kemungkinan ketertinggalan. Terlebih lagi selama Jennie tidak sekolah, Lalisa dengan rajin memberinya catatan secara cuma-cuma.

"Lalisa lama sekali." keluh Jennie yang mulai bosan. "Oh iya, dia ada pelajaran tambahan, aku lupa." lanjutnya.

Sedetik setelahnya, Jennie melepas kacamata bacanya. Kemudian meregangkan jari-jari dan pinggang yang terasa mau lepas akibat terlalu lama duduk di depan layar. Baru setelahnya, ia bangkit dan berjalan menuju dapur. Merasa lapar akibat terus-terusan berpikir.

Sambil memakan sereal, matanya melirik ke arah jam yang membuatnya ingat kalau Lalisa sebentar lagi akan pulang. Malam ini terasa sepi, ia bahkan hanya ditemani Kuma dan empat kucing Lalisa.

Suara bel yang dibunyikan membuyarkan lamunan Jennie. Jujur saja, ia masih agak trauma dengan kedatangan tamu malam-malam seperti ini. Dengan perasaan was-was dan cemas, ia berjalan pelan menuju pintu.

"Hai, Jennie."

Jennie baru saja ingin menutup pintu dan menguncinya dengan sandi lagi saat melihat siapa yang datang, sebelum pintu ditahan dengan mudahnya menggunakan kaki. Tzuyu, dengan tak tahu malu, justru membuka lebar pintu dan masuk begitu saja. Melanggang dengan gaya anggun khasnya, meninggalkan Jennie yang masih mematung.

"Jadi, begini hidupmu setelah kekuasaanmu hancur? Miris, ya?" ejeknya dengan raut ekspresi yang sangat mengundang hasrat Jennie untuk mencakar habis.

"Lantas? Apa masalahmu? Kurasa ini bukan urusanmu sampai kau harus repot-repot memberi komentar." tukas Jennie cepat, angkuhnya kembali datang.

Tzuyu terlihat mengeraskan rahang. "Tentu saja ini masih urusanku. Kau tidak lupa bukan, siapa yang menggulingkan posisi ayahmu?"

Jennie mengernyit, merasa perempuan di depannya semakin melantur. "Sudah cepat katakan apa maumu, aku masih harus belajar setelah ini."

Tzuyu tertawa dengan tangan yang melambai anggun. "Kasihannya. Baik kalau begitu, mauku hanya satu. Tapi aku tidak yakin kau mampu melakukannya." ucapnya sengaja digantung, penasaran dengan reaksi Jennie yang sejauh ini datar-datar saja. "Jauhi Taehyung, dan biarkan dia untukku."

Jennie melotot, sebelum tanpa sadar maju beberapa langkah sampai ke hadapan Tzuyu. "Jangan melantur. Kau tak berhak mengatur kehidupanku dan dengan siapa aku dekat, jadi itu tidak berpengaruh apa-apa untukku."

Tzuyu mengangkat sebelah alisnya menantang. "Oh, apa kau yakin? Bahkan setelah aku mengatakan keselamatan Lalisa dan Hyunjin tergantung keputusanmu?"

Alien ; Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang