21

552 90 3
                                    

Malam ini, kegiatan api unggun. Karena menurut Jennie kegiatan itu tidak memakan terlalu banyak kalori dan tenaga, ia setuju saja. Lagipula, berdiam diri di hadapan nyala api kedengarannya tidak buruk.

"Jennie, bisa kau tolong ambilkan ranting itu?" pinta Guru Choi, mengerling ke arah tumpukan ranting yang akan dijadikan kayu bakar.

Jennie menurut, mengambil ranting-ranting kering itu sebanyak yang ia bisa, lalu menyerahkannya pada Guru Choi. Dan selanjutnya, Jennie tidak bisa bersantai seperti bayangannya. Karena setelahnya, ia sudah mendapat panggilan lagi.

"Jennie!"

Gadis itu menoleh, mengernyit saat mendapati lambaian tangan itu tertuju untuknya, mengajak dirinya bergabung bersama kelompok itu. Kelompoknya, bahkan Lalisa saja sudah duduk manis dengan senyum mengembang ceria. Jennie tampak menimbang sebentar, karena bagaimana pun juga, berada di lingkungan banyak orang sama sekali bukan impiannya, sampai kapanpun.

"Jennie, kemarilah! Kenapa masih diam disitu? Ayo, bergabung!" seru gadis yang sama, kalau Jennie tidak salah ingat namanya Eunha. Melihat Eunha begitu bersemangat, Jennie harus menelan rasa ragunya dan mencoba mulai bersosialisasi.

"B-baik, tunggu aku!"

Jennie melangkah kecil-kecil mendekati Eunha dan yang lainnya. Setelah dilihat dari dekat, sepertinya mereka tidak buruk juga. Sama seperti yang lainnya, dan beberapa bahkan terlihat asyik makan setelah menyapa Jennie sebelumnya.

"Kau mau makan apa? Biar aku ambilkan." ucap salah satu yang lainnya, yang Jennie tahu namanya, Ryujin. Teman mendiang Yeji.

Jennie tersenyum canggung. "Ah, tidak perlu repot-repot, nanti aku akan ambil sendiri."

Demi apapun, Jennie gugup. Entah raib kemana kepercayaan dirinya yang biasa setinggi langit itu, tergantikan sosok lugu yang belum pernah ia tunjukkan. Ryujin yang melihat itu hanya mengangguk, lalu mulai mengobrol dengan perempuan di sebelahnya–Jennie tidak kenal. Jennie diam, menatap satu per satu anggota kelompoknya yang mulai tenggelam dalam obrolannya masing-masing. Lagi-lagi, ia merasa terasingkan.

Tapi untung saja, itu tidak berlangsung lama. Karena Eunha sudah mengambil alih topiknya dengan Jennie, dan satu orang lagi yang Jennie lupa namanya. Saat itu, malam itu, Jennie baru merasakan apa yang dinamakan lingkup pertemanan.

'Hah..., jadi begini rasanya punya banyak teman?' batin Jennie sementara raganya tersenyum menanggapi ocehan Eunha. 'Menyenangkan.'

Jennie senang untuk sementara, bahkan gadis itu sudah berani mengeluarkan tawa yang sebelumnya ditutup rapat-rapat. Tapi, tidak ada yang tahu, bagaimana ke depannya ini semua akan berlangsung. Benar begitu?

***

"Apa kau yakin dengannya, Taehyung?"

Taehyung yang ditanya justru menghela napas berat alih-alih menjawab. Matanya bergulir tak pasti, dengan pandangan mengawang tanpa pancaran sorot yang jelas. "Entahlah, aku menjadi agak ragu menghadapinya. I mean–dia begitu sulit digapai, sementara sainganku tetap sama."

Taeyong mendengus geli saat melihat raut menyedihkan rekannya yang satu itu. "Jangan lemah, mungkin dia belum terbiasa. Kau tahu, 'kan, apa yang terjadi padanya?"

Mendengar ucapan Taeyong, Taehyung mengangguk pias. Matanya bergerak, tergelincir sampai terpaut pada presensi gadis yang kini tengah tertawa. Napasnya mendadak teratur dan berakhir berbanding terbalik dengan degup jantungnya yang menggila. Lagi.

"Kau mau menyerah memangnya? Sudah rela Jongin akan 'mengendalikan' hidupmu lagi? Untuk yang ketiga kalinya?" ucapan Taeyong mengalihkan fokus Taehyung.

Alien ; Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang