Tidak butuh waktu lama untuk artikel itu berhembus sampai ke telinga siswa-siswi yang lainnya. Karena pada esok harinya, Jennie harus menanggung semua cemooh dan gunjingan sepanjang langkah. Sedikit menyesali keputusannya untuk tetap masuk padahal Lalisa sudah menganjurkan bolos, setidaknya sampai mentalnya pulih. Beruntung tiga teman setianya plus Hyunjin itu tidak sampai menjauh ketika mengetahui yang sebenarnya, Jennie bersyukur untuk hal yang satu itu.
"Lihat, dia yang dulu angkuh dan membanggakan dirinya, sekarang tidak berdaya tanpa kekuasaan ayahnya!"
"Karma memang tidak tidur, ya? Hanya tinggal menunggu waktu, dan semuanya bisa berputar arah!"
"Lihat betapa hinanya dia, hamil padahal masih sekolah."
Untuk kalimat yang terakhir, Jennie tersentak. Kemungkinan-kemungkinan semacam ini sebelumnya sudah ia antisipasi, tapi tidak untuk yang satu itu. Terutama, ia merasa tidak pernah melakukan hal semacam itu, kenapa mereka sampai berani menyebar fitnah semacam itu?
Tapi, ia berusaha tenang. Cukup sadar diri dengan posisinya yang tak lagi diistimewakan Tak mau menambah masalah, karena masih untung Kepala Sekolah masih mau menampungnya. Terlebih setelah kasus ayahnya yang dianggap menurunkan citra sekolah di mata masyarakat.
Ya, semalam Jennie baru mendapat konfirmasi dari mulut ibunya sendiri. Semua yang dikatakan Kepala Sekolah itu benar, tidak mengada-ada. Ayahnya memang bersalah, dan itu berarti semua fasilitas yang dimilikinya harus disita pemerintah. Termasuk sekolah tempatnya bernaung yang sekarang telah berpindah kepemilikan. Dan juga rumah Jennie, yang akan diambil pihak negara mulai besok.
Jennie juga baru sadar, selama sebulan penuh ibunya tak mengirim uang. Bahkan yang paling parahnya, tidak memberi kabar sama sekali. Media massa yang biasanya mencakup semua berita terbaru, kini dibungkam. Bukan apa-apa, tapi karena ayah Jennie yang memang sedikit-banyak berpengaruh pada perekonomian negara. Jadi, selama masih belum terbukti, semuanya akan dibisukan.
Tapi nyatanya, ayah Jennie memang terbukti bersalah. Media massa kembali melakukan tugasnya.
***
Jennie salah. Ini lebih buruk dari dugaannya. Karena setelah kelas dibubarkan, ia ditarik paksa. Eunha, Yerin, Yuju, adalah yang Jennie ingat sebagai pelakunya. Karena setelahnya, mata Jennie tertutup kain.
Mereka menyiksa Jennie, memukuli gadis itu sampai lebam di beberapa titik, juga darah yang mulai keluar dari sudut bibirnya. Jennie tak menangis, tidak juga melawan, gadis itu diam dengan pikirannya yang mulai mengawang. Ia sama sekali tak merasa melakukan sesuatu yang bisa membuat gadis-gadis itu marah. Jadi, apa alasan mereka melakukan ini padanya?
Dan saat Jennie menanyakan itu dengan suara paraunya karena menahan sakit, jawaban yang diterimanya justru hanya menambah porsi sakit hatinya.
"Anak seorang koruptor tidak pantas sekolah disini!" Itu jawaban Eunha.
"Ya, kenapa pula Kepala Sekolah masih mengizinkannya sekolah? Bukannya itu hanya mempermalukan nama baik sekolah?" Ucapan Yuju yang satu itu benar-benar membekas di ingatan Jennie.
Tapi sepertinya, aksi pembully-an terhadap dirinya tidak berhenti sampai disitu saja. Karena setelah keluar dari gudang–tempat ia dipukuli sebelumnya–ia harus rela kembali dihadapkan dengan satu geng lagi. Yang kini justru posisinya diperkuat Tzuyu, yang menjadi pemilik sekolah ini sekarang.
Kejadian selanjutnya, ternyata jauh lebih buruk. Terlebih lagi saat Jongin dan Nancy yang bergabung. Menyeret tubuhnya yang sudah lemas sehabis dipukuli keluar area sekolah yang sudah sepi karena memang sudah waktunya pulang. Jennie awalnya pasrah ketika dengan kasarnya Jongin menyeretnya menuju parkiran. Catat, benar-benar diseret karena Jennie terlalu lemas untuk berjalan.
Pipi Jennie ditampar, keras sekali. Bukan oleh Jongin, melainkan Nancy yang sudah mengambil alih tugas. Padahal, Jennie juga yakin tak pernah membuat masalah dengan mereka. Pengecualian, untuk kasus mendiang Yeji. Selebihnya tidak ada lagi.
Belum sempat diperlakukan lebih kasar, Jennie harus mengucap banyak syukur ketika Hyunjin datang. Pemuda itu bak tameng pribadi sejak pertama kali Jennie masuk kelas. Dan sekarang dengan gentle-nya, Hyunjin menempatkan lengan Jennie melingkari lehernya. Sementara tangan Hyunjin sendiri dia selipkan diantara lipatan ketiak dan lutut Jennie, mengangkat gadis itu dan mengantarnya pulang.
***
Lain Jennie, lain Taehyung. Pemuda itu kini tengah menghabiskan waktu dengan senapan kesayangannya. Di telinganya terpasang erpiece nirkabel yang menghubungkannya dengan teman-teman seperjuangannya. Matanya fokus menatap lawan, tapi tidak dengan pikirannya.
"Taehyung, fokus!" seru Yoongi dari arah yang berbeda.
Karena memang benar, lantaran ada sebuah peluru yang hampir bersarang di kepalanya kalau saja tidak cepat-cepat menghindar. Berterima kasihlah pada Yoongi, yang kebetulan menggagalkan kematiannya.
Selanjutnya, Taehyung berusaha mengalihkan pikirannya agar tetap fokus. Bagaimanapun juga, negara telah mempercayakan sebuah beban untuk dipikul di pundaknya. Kepercayaan tidak boleh disia-siakan, 'kan? Ah, mengingat itu, ia jadi terpikir pada Jennie.
Taehyung menggelengkan kepalanya, mengenyahkan bayang-bayang gadis yang selama ini menghantui pikirannya. Sembari melayangkan beberapa peluru lagi ke arah lawan, Taehyung jadi memikirkan rencananya memanfaatkan Tzuyu. Mantannya yang satu itu, pasti tahu sesuatu tentang Jongin dan Pugnator, yang mungkin saja akan berguna suatu saat.
Hanya saja, mereka belum tahu kalau mereka telah kalah satu langkah dari musuhnya itu. Tzuyu bukan lagi sebagai pihak netral, faktanya.
Kali ini, pertarungan cukup menguras tenaga dan emosi. Karena lawannya adalah beberapa dari anggota organisasi Pugnator yang diutus Jongin. Termasuk Chanyeol dan Sehun, para petinggi Pugnator yang kebetulan diutus untuk turun tangan langsung. Tapi, sebanyak apapun anggota Pugnator yang dikerahkan kali ini, kekuatannya masih setara dengan petarung biasa, karena masih belum lama dilatih. Taehyung sendiri tak habis pikir kenapa Jongin secara ceroboh membiarkan pihaknya dihabisi secara mudah.
Mengandalkan Chanyeol dan Sehun? Mereka juga manusia, tak selamanya bisa mempertahankan stamina secara stabil. Ada titik dimana mereka merasakan lelah dan kekuatan serta tingkat akuratnya akan menurun drastis. Bagaimanapun juga, kali ini mereka tidak sebanding.
Apa Jongin berniat menyerah perlahan? Tidak, Taehyung mengenal pria itu. Ia maupun anggota SecrGent yang lain paham sekali bagaimana ambisiusnya pria itu dalam memperjuangkan keinginannya.
Jumlah pasukan SecrGent masih saja tidak seimbang dengan pasukan Pugnator meski sudah ditambah dengan agensi cabang. Yah, meski kekuatannya menurun, Pugnator kali ini mengandalkan jumlah pasukan yang dua kali lipat lebih banyak. Maish tetap tidak bisa diremehkan begitu saja.
"Taehyung! Kemarilah," seru Jaemin–si agen dari agensi cabang–memanggil Taehyung sembari menyeringai.
Taehyung menoleh, menatap apa yang ada di tangan Jaemin, sebelum mengangguk paham kenapa Jaemin menyeringai. Lantaran Chanyeol yang biasanya berkoar heboh menghunus katana-nya tinggi-tinggi, kini justru diseret Jaemin. Keadaannya sudah sangat lemas, beberapa luka lebam terlihat di beberapa titik dengan darah yang mengalir di sudut mulut.
Yoongi tidak salah merekrut Jaemin.
"Ini, jatahmu. Seperti yang kau mau, 'kan?"
***
Ciee ganti tahun. Btw, thanks for 6k reads and 1k votes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Alien ; Taennie ✔
Fiksi PenggemarTaehyung X Jennie Fanfiction | Baku | Aksi | Romantis | Drama | Alternative Universe Jennie, gadis imut sejuta pesona yang pendiam. Baru merasakan sebegitu diinginkannya oleh seorang pemuda, Taehyung Kim. Pribadinya yang tertutup, membuatnya terasin...