37

437 54 4
                                    

Jennie terlempar sejauh dua meter dari tempatnya berdiri semula. Gadis itu mengerang saat merasakan darahnya tumpah mengalir dengan pusat rasa sakit berada di perut. Si Kim Sialan Jongin–begitu Jennie menyebutnya–baru saja menusuknya dengan katana, meninggalkan bekas luka robek yang cukup dalam sampai rasanya terkoyak habis.

Sekarang, kekasihnya alias Taehyung yang sedang menyerang Jongin, bahkan tanpa menyempatkan diri menengok keadaan Jennie. Gadis itu kini tengah ditangani di sudut yang diperkirakan aman oleh Jaehyun yang notabene adalah tim medis agensi. Jennie juga tidak menyalahkan Taehyung atau siapapun, karena ini semua tidak akan terjadi kalau bukan karena aksi nekatnya. Lagi pula ia paham, sebesar apa dendam Taehyung pada Jongin yang telah menghancurkan hidupnya. Maka dari itu sekarang, ia hanya membiarkan kekasihnya bertindak semaunya, melampiaskan emosinya.

"Tahan sebentar, Jennie. Kau pasti bisa," ucap Jaehyun, menyadarkan Jennie dari berbagai macam pemikirannya yang berkeliaran.

"Tidak apa-apa, Jae, aku tidak selemah itu." jawab Jennie berusaha santai yang kemudian hanya disambut senyuman selembut kapas.

Omong-omong, Lalisa belum sadar juga. Entah apa yang sudah dilakukan Jongin pada gadis itu sampai efeknya sebesar itu, tapi Jennie berharap tidak terjadi sesuatu. Kalaupun memang Lalisa terluka, semoga tidak parah, karena bagaimanapun juga, Jennie merasa ini semua salahnya. Tapi persetan dengan semua itu, Jennie harus putar otak untuk menghadapi kekejaman Jongin beserta seluruh antek-anteknya.

Taehyung dikepung, sementara semua anggota SecrGent ataupun StrayTech yang sudah kembali dari berpencar juga tidak ada yang bisa membantu. Masing-masing sibuk menghalau serangan dari para anggota biadab Pugnator yang semakin lama semakin banyak entah datang dari mana. Suara desing peluru dan hunusan katana ataupun pedang tidak lagi menjadi hal asing, justru seolah itu menjadi genderang perang penyemangat bagi masing-masing pelakon.

"Jae, apa sudah selesai? Seberapa lama lukaku akan menutup? Atau minimal, tolong, bisakah kau hanya balutkan perban? Sudah dijahit, 'kan?" tanya Jennie, mengalihkan pandang ke arah Jaehyun yang masih memasang wajah serius.

"Baiklah, tapi kalau untuk perkiraan luka menutup, sepertinya itu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Itu sudah termasuk fase masa pemulihan dan mungkin baru akan benar-benar sembuh setelah beberapa hari atau lebih dari seminggu." Jaehyun menjeda ucapannya demi melihat wajah Jennie untuk membaca ekspresi yang gadis itu tunjukkan. "Ada apa memangnya? Kau sudah tidak bisa menahan sakitnya?"

Jennie menggeleng. "Bukan, aku justru merasa mati rasa sekarang. Hanya saja kalau sudah selesai, izinkan aku turun ke arena, bagaimanapun juga aku sudah dapat kepercayaan dari Madam Chaerin."

Jaehyun memberikan tatapan sangsi, namun setelah melihat binar keseriusan Jennie, akhirnya dengan pelan ia mengangguk. "Silakan, tapi kalau kau rasa sudah tidak sanggup, cepatlah menyingkir dan panggil aku. Mengerti?"

Jennie tak pernah merasa sesenang ini. Akibatnya, gadis itu mengangguk begitu semangat. Menghasilkan reaksi berupa rasa sakit di perutnya yang belum benar-benar menutup. Tapi sebisa mungkin ia tahan, karena tidak mungkin juga ia tiba-tiba mengeluh sakit setelah sebelumnya mengaku mati rasa. Ia bohong, mana ada mati rasa setelah ditusuk katana? Jennie hanya berbual demi turun ke arena, ia tidak mau menjadi beban tim.

Senapan Jennie kehabisan peluru dan ia lupa tidak membawa cadangan, sifat cerobohnya yang satu itu terkadang memang sulit ditolerir. Maka dari itu, ia meminjam belati yang memang sengaja dibawa Jaehyun untuk berjaga-jaga kalau seandainya keadaan tak terkendali.

Jennie tak mau berlama-lama berpikir dan berakhir menghabiskan waktu. Ia benar-benar sudah merencanakan semuanya matang-matang dan hanya tinggal pelaksanaannya. Langkah pertama yang akan ia lakukan, yakni menghampiri dan membebaskan Lalisa selagi semuanya sibuk. Tak akan ada yang berfokus pada gadis berperawakan mungil sepertinya, terlebih dengan pencahayaan minim yang mendukung aksinya itu.

Langkah pertamanya berhasil, sekarang tinggal menyadarkan Lalisa. Atau kalau sudah sangat terdesak, memapahnya adalah pilihan terakhir.

"Lalisa, bangun!" bisik Jennie hampir seperti memekik tertahan di dekat telinga Lalisa. Namun tak kunjung mendapat reaksi balasan seperti yang diharapkan, Jennie mulai berniat mencoba cara lain. Setidaknya, sesaat sebelum tubuhnya menegang saat menyadari Lalisa-nya berbeda.

"L-Lalice, apa ini benar kau?" tanya gadis itu dengan suara bergetar ketakutan.

"JENNIE, MENJAUH!" teriak banyak orang meliputi Jaemin, Seokjin, Taeyong, dan juga Lucas. "DIA BERBEDA!"

Ya, Jennie juga sadar, yang di hadapannya itu bukan Lalisa yang ia kenal. Melainkan seseorang yang diduga kuat adalah kloningan dengan rupa yang dibuat serupa. Jongin itu..., sehebat apa dia sampai bisa membuat kloningan secepat ini? Bahkan, secara keseluruhan, tampaknya makhluk buatan itu sempurna secara fisik.

Jennie mundur secara berpola dan teratur saat matanya menangkap pandangan Lalisa yang terasa sangat berbeda. Pancaran mata itu tidak seceria yang ia tahu, melainkan sangat kosong seperti tidak memiliki keinginan untuk hidup namun segan mati. Lalisa mendekat secara perlahan begitu menyadari tatapan ketakutan Jennie. Membuat gadis kucing itu semakin yakin akan keputusannya menghindari temannya untuk saat ini.

"Kenapa kau mundur, Jennie? Apa kau takut akan diriku?" tanya Lalisa yang sukses membangunkan bulu roma Jennie. "Kau tidak mungkin takut pada temanmu sendiri, 'kan? Aku juga tidak akan menyakitimu, mendekatlah."

Jennie tahu, ia harusnya tidak percaya secepat itu, terlebih ketika sadar suara yang keluar bukanlah suara khas Lalisa. Maka dari itu, ia tidak mau menuruti permintaan yang baru saja terlontar meski dari mulut sahabatnya sendiri. Gadis bermata kucing itu menggeleng, yang mana justru membuat seringai tercipta di wajah Lalisa. Jennie yakin, temannya tak pernah menyeringai begitu.

"Kalau begitu, biarkan aku yang mendekat. Kau hanya perlu menerimanya, Jennie." ucap Lalisa, mempertahankan seringainya.

Jennie terus mundur, sementara Lalisa melanjutkan langkahnya mendekat. Keduanya terus seperti itu sampai pada saatnya Jennie sadar kalau ia tersudut. Dinding di belakangnya menghalangi pergerakannya menghindari Lalisa yang semakin menjadi. Seringainya semakin lama semakin lebar, Jennie tak akan menyangkal kalau dirinya sangat takut.

"Bersiaplah, aku akan mengantarkanmu lebih cepat menuju kematian."

***

Mohon diingatkan kalau ada typo

Mohon diingatkan kalau ada typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Alien ; Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang