33

421 67 7
                                    

Kali ini, Jennie bersama Lalisa dan Hyunjin pergi mendatangi kantor pusat dengan mobil Lalisa yang dikendarai Hyunjin. Meski usia Hyunjin belum legal untuk membawa kendaraan seperti mobil, ia sudah mendapat surat legalisir karena seorang agen. Berbeda dengan Lalisa yang nekat karena bandel.

"Ayo," ucap Hyunjin dengan tangan terulur saat mereka baru sampai, berniat menuntun Jennie yang membuat Lalisa mencibir dari arah belakang karena merasa ditinggalkan.

"Kalau hanya berniat menjadikanku nyamuk, jangan ajak aku." ucap gadis poni itu, yang membuat Hyunjin melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Jennie.

Ketiga remaja itu mulai berjalan memasuki gedung mewah dan besar milik agensi yang bernaung tepat dibawah nama pemerintah itu. Berbeda dengan Lalisa yang sibuk mengagumi interiornya, Jennie lebih memilih menyapa orang-orang yang kebetulan berpapasan dengannya. Hyunjin berjalan di depan, mengarahkan kedua gadis yang dibawanya untuk ke tempat tujuan.

"Permisi, agen Sam disini." ucapnya setelah mengetuk pintu besar suatu ruangan.

"Silakan masuk."

Hyunjin memutar kenop pintu setelah sebelumnya memasukkan kode sandi yang tidak Jennie tahu. Memberi sinyal agar Jennie dan Lalisa masuk, bergabung dengan beberapa orang lainnya. Dan terdapat tiga peti yang masing-masing dikelilingi orang-orang berjas, yang Hyunjin yakini sebagai Christ, Jeno, dan Haechan.

"Ah, Hyunjin. Kemarilah," ucap Seokjin.

Jennie tak lagi terkejut saat mendapati Seokjin, Yoongi, dan banyak lagi teman sekolahnya. Bahkan ia sudah memprediksi akan ada Taehyung disana, meski pada akhirnya tetap terkejut karena tak siap. Tapi gadis itu juga sadar, sekarang bukan waktunya melibatkan perasaan.

"Anggota sudah lengkap ditambah dua calon anggota rekrutan baru. Bisakah kita mulai pemakamannya?"

***

"Karena kalian adalah anggota baru, ini saatnya untuk diberi pelatihan pertama. Apa kalian berdua siap?"

Jennie dan Lalisa kompak mengangguk dan berseru, "Siap, Komandan!"

Komandan militer Seunghyun, yang ditugaskan melatih Lalisa dan Jennie juga ikut mengangguk. Tangannya terangkat, mengisyaratkan mulai. Jennie gugup, di sebelahnya Lalisa tidak jauh berbeda.

"Materi pertama, mengenai tembakan. Setiap senjata api pasti memiliki daya dorong, kuat atau tidaknya tergantung jenis apa yang kau pakai. Untuk latihan kali ini, tidak perlu yang terlalu berat, tapi tidak kalah dengan yang biasa digunakan militer."

Sementara Komandan Seunghyun mulai menjelaskan teori-teori dan cara penggunaannya, Lalisa dan Jennie memperhatikan betul-betul. Sedikit takut dan tremor karena bagaimanapun juga, ini pertama kali bagi mereka memegang senjata. Asli pula.

"Pegang dengan kedua tangan, fokuskan pandangan dan beratkan beban tubuh pada kaki yang menopang. Usahakan menahan diri agar tidak terhuyung ke belakang, kuasai berat bobot tubuh kalian sendiri." instruksi Seunghyun yang langsung diangguki Jennie dan Lalisa.

Pertama kali yang mencoba adalah Lalisa. Gadis itu sepertinya benar-benar ambisius, terbukti dengan percobaan pertamanya yang nyaris berhasil mencapai target. Tinggal beberapa senti dari target, maka Lalisa akan berhasil.

Jennie yang melihat itu semakin tidak percaya diri. Menurut Jennie, Lalisa itu sudah memiliki kemampuan dasar bela diri, sedangkan dirinya sendiri tidak lebih dari seorang gadis remaja yang manja. Kalau begini terus, kapan ia bisa berhasil menguasai senjata dan teknik-teknik bertarung lainnya?

"Lumayan, tapi bisa kau coba lagi, Lalisa?"

Tanpa menunggu waktu lama, Lalisa sudah meluncurkan pelurunya lagi. Belum juga berhasil, dan Seunghyun mempersilakannya menembak sekali lagi. Gadis itu memanfaatkan kesempatan itu dengan baik, terbukti dengan arah sasaran yang tepat sehingga mengenai tergetnya.

Jennie merasa degup jantungnya meningkat drastis. Suara letupan tembakan itu tak ayal membuatnya cemas. Maka sebisa mungkin, ia meredam semua kepanikannya agar tak kambuh disaat-saat seperti ini. Lagipula, ia ingin membuktikan kalau dirinya bisa tanpa terus-menerus bergantung pada Lalisa.

"Sekarang, Jennie. Cobalah," suara Seunghyun membuyarkan lamunan Jennie tentang temannya.

Gadis itu mencoba fokus. Menitikberatkan konsentrasinya pada target yang berjarak pandang sepuluh meter itu. Kakinya menopang bobot tubuhnya dan menyeimbangkan posisi, memastikan senapan dalam keadaan aktif sebelum menarik pelatuk. Membiarkan peluru berbahan timah panas itu melesat sejauh mungkin, yang Jennie harap mengenai target.

Meleset! Sayang sekali, meski Jennie sudah berusaha tidak berharap banyak, tetap saja ada secuil kekecewaan yang hinggap.

"Ayo, coba lagi." ucap Seunghyun, kali ini disertai senyuman hangat yang membuat Jennie teringat pada sang ayah.

Jennie mengangguk, berusaha tidak terlihat emosional saat ini. Demi apapun, ia rindu ayahnya, yang sampai sekarang belum boleh dihubungi. Dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata, Jennie mencoba fokus meski pandangannya sudah terhalang kristal bening yang siap meluncur kapanpun. Dan sedetik setelahnya, ia meluncurkan pelurunya.

Entah karena dorongan emosi, tekad, atau apa, tembakan Jennie kali ini berhasil. Bahkan target yang sengaja dipasang sampai terpental beberapa meter, dan tak ayal tubuhnya ikut terhuyung. Bahkan hampir saja jatuh kalau Lalisa tidak sigap menahan.

Tepuk tangan dari Seunghyun terdengar susul-menyusul. Jennie yang tak mengenal siapa-siapa merasa bingung, tapi senyuman secerah matahari dari Lalisa berhasil membuat hatinya menghangat.

"Kita berhasil, Jennie." ucapnya dengan tangan terentang untuk merengkuh Jennie. "Setidaknya untuk kali ini."

Seunghyun berdeham, tepuk tangan yang sedari tadi mengiringi selesainya aksi Jennie dan Lalisa seketika berhenti. Pria paruh baya itu melangkah mendekat menapaki medan latihan yang terjal akan bebatuan kecil. Menghampiri kedua gadis remaja yang kini sudah melepaskan pelukannya satu sama lain.

"Kerja bagus, gadis-gadis! Kalian berhasil di sesi pertama, tapi itu tidak bisa menunjang kalian untuk berhasil di sesi-sesi berikutnya. Apa kalian siap?" ucapnya disertai senyuman bersahaja yang entah mengapa terlihat sedikit menyeramkan di mata Jennie.

Mau tak mau meski kaku dan ragu, Lalisa dan Jennie mengangguk pasti. Mereka berdua mengedarkan pandangannya, kemudian terkejut saat medan latihan kali ini ditutupi pagar. Serta tribun-tribun yang mengelilingi pinggiran medan yang sebelumnya berupa lapangan yang sangat luas.

Seingat Jennie, mereka berlatih di luar ruangan. Kenapa sekarang mereka seperti berada di dalam ruangan dengan layar monitor dan tribun? Seperti sedang melakukan pertandingan basket nasional yang disaksikan banyak orang. Setidaknya itu pikir Jennie.

"Jangan heran, itu hologram yang tersambung langsung ke ruang pengawasan. Monitor-monitor yang ada disini, sengaja dipasang dari kamera pengawas yang dipasang di sudut lapangan." jelas Seunghyun dengan tangan menunjuk sudut lapangan.

Dan ya, memang benar. Ada kamera pengawas yang dipasang di empat sudut yang berbeda, dan sialnya kenapa Jennie baru sadar? Padahal keberadaannya cukup mencolok, apa karena ia terlalu fokus pada terget sehingga mengabaikan sekitarnya?

"Baik, are you two ready for more sessions?"

***

SIAP SIAP YE!

SIAP SIAP YE!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Alien ; Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang