14

555 88 5
                                    

-Saat mencintaimu, aku sudah menempatkan diriku pada perangkap yang sama denganmu. Jika kamu tertangkap, maka aku akan terluka bersamamu.-

Jennie belum juga siuman. Sedangkan Taehyung sudah berusaha beberapa kali menerapkan metode yang ia tahu. Untung saja ia pernah ikut akademi penyembuhan dari agensi, jadi tidak terlalu bingung.

Memutuskan menunggu, Taehyung duduk bersandar pada kaki sofa ruang tamu. Tempat Jennie dibaringkan, karena ia memang tidak pernah tahu kamar Jennie.

Diam-diam, ia mensyukuri keputusannya datang malam-malam. Setidaknya, ia bisa jadi tameng untuk Jennie, meski awalnya ia ragu untuk datang. Tidak sopan dan sangat terkesan tidak etis bertamu ke rumah orang pukul sepuluh malam. Dan lihat saja, sekarang bahkan sudah pukul sebelas malam.

Taehyung menghela napas kasar. Ia bahkan lupa dengan buket bunga yang sengaja ia siapkan untuk Jennie, dan malah terlantar dengan keadaan mengenaskan saat Taehyung berlari. Jatuh, terinjak-injak, dan terakhir kali Taehyung mengintip jendela untuk memastikan keadaan, buketnya sudah terlindas mobil. Miris.

"Eungh...," lenguhan itu berhasil membuyarkan lamunan Taehyung.

Pemuda itu bahkan sudah sigap berbalik, memeriksa suhu Jennie, yang masih berusaha membuka matanya. Mengerjap beberapa kali, membiasakan cahaya yang masuk menerjang mata.

"Apa sudah lebih baik?"

Jennie hampir saja terlonjak sebelum menyadari kalau itu suara Taehyung. Gadis itu tergugu, kemudian mengangguk dengan kesadaran dan kecepatan otak yang belum sepenuhnya kembali.

"Baguslah," Taehyung berdiri. "tunggu, aku ambilkan air putih."

Jennie tidak merespon, dan lebih memilih memejamkan mata. Pening kepalanya masih terasa, dan semoga saja Taehyung tidak mengacau.

"Ini, duduk dan minum. Tubuhmu perlu cairan," ucap Taehyung yang kini membawa segelas air.

"Dari mana kau dapat?"

"Dapur."

"Dari mana kau tahu letak dapurku?"

"Insting."

Memang benar, Taehyung tidak berbohong. Instingnya tidak perlu diragukan, sayangnya Jennie tidak percaya. Meski gadis itu menurut saja saat Taehyung membantunya duduk dan meminumkan air.

"Hmm. Terima kasih," ucap Jennie terkesan tidak ikhlas.

Taehyung mengangguk. Kembali duduk setelah meletakkan gelas di meja ruang tamu. Memperhatikan gerak-gerak Jennie, sampai sekiranya gadis itu risi.

"Apa, sih?!"

Taehyung menggeleng ribut dengan bibir mengerucut. "Kau yang apa! Aku tidak melakukan apa-apa, tapi kena omel terus."

Taehyung merajuk. Tetap mempertahankan raut cemberutnya dengan pandangan teralihkan. Tidak mau menatap Jennie yang kini mendengus geli.

"Sudah ditolong, tetap saja galak." gumam Taehyung menggerutu, namun telinga Jennie masih bisa menangkap dengan jelas kalimat yang ditujukan untuknya.

"Pamrih?" sarkasnya, Taehyung terkesiap.

"Tidak, sih. Aku ikhlas, untukmu." jawab Taehyung cepat-cepat, dengan nadanya yang lugu. Macam anak kecil, sampai lupa dengan acara merajuk yang tadi dilakukan.

Wajah Jennie berubah ekspresi lagi, kembali datar seperti biasa. Mengalihkan arah pandang, sebelum menghembuskan napas.

"Yang tadi itu siapa? Kau kenal dia? Kenapa dia sampai berniat melak–"

Alien ; Taennie ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang