Lalisa memutuskan menginap di rumah Jennie setelah gadis itu mendadak diam dan pucat di taman tadi. Entah apa alasannya, karena sepanjang perjalanan ke rumahnya, Jennie diam saja saat ditanya Lalisa. Menyerah, gadis berponi itu hanya mencoba ikut diam dan memutuskan akan menanyakannya lagi nanti.
"Hah..., lelahnya." ucap Jennie sesaat setelah menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu. Melupakan Lalisa yang masih menyorotinya dengan tatapan tajam.
"Hei, apa kau sudah berniat membuka mulut?" tanya Lalisa, dengan tangan bersedekap dan alis terangkat satu.
Jennie menurut, membuka mulutnya cukup lebar sampai Lalisa melemparnya dengan keripik. Jennie tersedak, kemudian memberikan death glare andalannya yang sayangnya tidak berpengaruh apapun pada Lalisa. Karena sahabatnya itu justru kini makin menjadi, dengan bersikap menantang dan seangkuh yang ia bisa.
Akhirnya, Jennie mendesah pasrah. Kalau sudah begini, Lalisa mana bisa dilawan, gadis itu keras kepala–seperti dirinya. "Aku hanya merasa tidak enak badan."
Lalisa terlihat tidak puas dengan jawaban yang dilontarkan Jennie. Maka dari itu, alisnya justru terangkat lebih dan meminta jawaban yang memuaskan. "Kau tidak bisa berbohong padaku, aku sudah kenal kau dari usia sepuluh tahun kalau kau lupa."
Ah, gadis itu memang benar. Lalisa memang sudah kenal Jennie sejak lama, sampai tahu semua gerak-gerik gadis itu tanpa dijelaskan secara gamblang. Jennie benci mengakuinya, tapi kali ini ia menyerah dan mencoba menurunkan sedikit egonya.
"Janji jangan menertawaiku kalau aku mengatakan ini." ucap Jennie sebagai permulaan, yang hanya dibalas isyarat oleh Lalisa. "Kurasa..., aku menyukai Taehyung."
"HAH?!" Lalisa berjengit, dengan mata yang membola dan mulut yang lupa ia tutup, gadis itu menghujami Jennie dengan tatapan tak percaya. Jennie sebenarnya sudah tahu reaksi Lalisa, jadi tidak akan heran lagi.
"Maksud–ah, tidak. Aku tahu kau sering bercanda, tapi–tapi, kurasa candaanmu kali ini tidak lucu. Maksudku, hati tidak seharusnya dijadikan bahan permainan, 'kan? Maksudku, AH! Entahlah, aku tidak paham dengan apa yang kau bicarakan." oceh gadis itu yang ditanggapi Jennie dengan santai.
"Lalu, kau pikir aku paham dengan apa yang barusan kau ucapkan?" balas Jennie dengan tangan yang kini memegang makanan ringan entah dari mana.
Lalisa masih mempertahankan ekspresi shock-nya, terlebih saat melihat Jennie menanggapinya dengan santai. Otaknya yang cerdas bahkan masih sulit mencerna, meski pada kebiasaannya dia adalah yang paling semangat soal cinta dan segala macamnya.
"Baiklah, baiklah. Sekarang jelaskan." tuntut Lalisa dengan ekspresi yang sudah bisa ia kendalikan.
Jennie mengernyit, merasa heran dengan permintaan itu. "Apa yang harus kujelaskan? Bukankah itu sudah sangat jelas?"
"Kau pasti tahu maksudku."
Menghela napas pasrah, Jennie menyerah. Gadis itu menepuk sisi sofanya, mengisyaratkan pada Lalisa agar gadis itu tidak pegal karena terus-terusan berdiri. Menyimpan camilannya, kemudian sibuk menyusun kata-kata agar penyampaiannya tidak terlalu memaksa.
"Aku baru menyadari perkataan Jisoo beberapa waktu lalu. Jadi, mungkin kalau untuk disebut cinta itu belum. Dan aku menyebutnya suka."
Lalisa masih terlihat tidak puas. "Lalu? Kenapa waktu itu kau bilang tidak peduli dan tidak butuh dia?"
Mendengar sarkasme Lalisa, Jennie hanya meringis. "Mungkin, karena waktu itu aku belum mau menyadari. Atau istilah lainnya, menyangkal peka."
Meski Jennie tahu Lalisa belum puas, Jennie berani memberikan apresiasinya untuk gadis yang kini sudah diam dan mengangguk paham alih-alih membombardir pertanyaan. Suasana hening untuk sesaat, sebelum Lalisa yang tidak nyaman mulai berceletuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alien ; Taennie ✔
Fiksi PenggemarTaehyung X Jennie Fanfiction | Baku | Aksi | Romantis | Drama | Alternative Universe Jennie, gadis imut sejuta pesona yang pendiam. Baru merasakan sebegitu diinginkannya oleh seorang pemuda, Taehyung Kim. Pribadinya yang tertutup, membuatnya terasin...