"Selamat, Jennie."
Jennie tersentak saat suara sapaan itu terdengar, tubuhnya menegang tanpa bisa dicegah lagi. Suara si penyapa masih terngiang-ngiang dengan titik-titik rindu yang mulai membuncah ingin dituangkan. Seberapapun bencinya Jennie pada si pemilik suara ini, ia tentu tidak bisa menampik kalau ia merindukan sosok pemilik hatinya itu.
Tapi, kalau untuk disuguhkan sekarang, rasanya Jennie belum siap. Sangat jauh dari kata siap, dan sialnya mau tak mau harus ia hadapi.
Jangan tanyakan kemana Lalisa, karena gadis berponi itu sudah raib meninggalkan Jennie. Dan justru memilih pergi ke sudut menghampiri Jungkook, seolah sengaja menempatkan Jennie agar berdua dengan si pemuda yang sama sekali tak asing. Membuat Jennie semakin ingin mengumpat saja.
"Jennie? Kita–ah, tidak. Maksudku, aku dan kau perlu bicara," ucapan si penyapa sepertinya sengaja digantung, dan Jennie sudah kepalang penasaran. "Tapi tidak disini. Mau kau ikut aku? Tidak akan lama, hanya sebentar dan setelahnya kau bebas ingin bagaimana."
Tidak ada jawaban lebih baik yang dapat Jennie berikan selain anggukan pasrah. Sama pasrahnya ketika tubuh ringkihnya diseret si pemuda. Tidak diseret juga sebenarnya, karena Jennie tetap diperlakukan baik selayaknya perempuan pada umumnya.
Sepanjang jalan, Jennie menunduk kala merasa perhatian orang yang berlalu-lalang tertuju padanya. Ia tidak pernah nyaman dengan atensi kerumunan, sampai kapanpun. Dan sepertinya, si pelaku penarikan cukup peka dengan keadaannya. Maka dari itu, Jennie disembunyikan di belakang punggung lebar nan tegapnya dengan tangan yang masih bertaut satu sama lain.
Memang benar, waktu yang ditempuh tidak begitu lama karena lokasinya juga tidak jauh. Tepatnya, di depan ruang monitor merangkap perencanaan, sama sekali tidak jauh. Satu-satunya yang patut Jennie syukuri adalah keadaannya yang sepi, meski itu juga membuatnya terjebak suasana canggung.
"Baik, kau mau aku mulai darimana?" tanyasi pemuda, dengan nada tegas terselip dalam setiap kata yang terucap.
"Semuanya, sampai aku tidak lagi menaruh rasa apapun." jawab Jennie yakin.
Bisa Jennie lihat, Taehyung–pemuda tadi, mengernyit. Sepertinya merasa janggal dengan kalimat yang baru saja Jennie lontarkan. Tapi kemudian ia menggeleng kecil, berusaha memfokuskan diri akan tujuannya meraih Jennie sampai kemari.
"Aku terpaksa." ucap Taehyung, sebagai permulaan. "Tzuyu benar-benar terpaksa kami libatkan. Gadis itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah kami, kalau saja ia tidak berhubungan dengan Jongin. Dan masalahnya, aku adalah yang paling dipercaya untuk membuat misi kali ini sukses. Aku pemimpin penyerangan, dan entah kenapa aku juga ditugaskan sebagai 'penyamar'."
Jennie mengangkat sebelah tangannya sebagai isyarat agar Taehyung berhenti sejenak. "Jadi maksudmu adalah, kencan antara dirimu dan juga Tzuyu adalah sebuah kebohongan? Kau melakukan ini semua karena tugas agensi?"
Taehyung mengangguk mantap, sorot matanya tegas penuh rasa yakin. Jennie menggeleng kecil sebelum kemudian menunduk kembali, dirinya merasa bersalah. Tidak seharusnya ia memiliki pola pikir kekanakan, dan seharusnya ia tahu kalau Taehyung benar-benar serius padanya.
"Maaf...," ucap Jennie, melirih pada akhir kalimatnya.
Taehyung menggeleng. Tangan lebarnya ia bawa untuk menangkup kedua pipi gembil milik gadis kesayangannya itu. Secara tidak langsung, ia membuat gestur agar Jennie tak terus-terusan menunduk dan merasa bersalah. Kedua manik obsidiannya berusaha menatap netra jernih milik Jennie, meski sulit karena gadis itu enggan.
"Kau tak perlu meminta maaf, aku yang salah. Kalau tahu akan begini pada akhirnya, aku lebih baik berbicara terus terang padamu. Jadi, apa kau mau maafkan aku?" ucapnya dengan tatapannya yang menghanyutkan.
Jennie mengangguk, dan tanpa aba-aba menubrukkan dirinya pada si pemuda. Membenamkan wajah cantiknya pada ceruk leher Taehyung, menghirup dalam-dalam aroma favoritnya, meski ia harus sedikit berjinjit untuk melakukan hal itu. Taehyung yang mendapat serangan tiba-tiba seperti itu tentu saja tersenyum, sebelum kemudian balas mendekap erat Jennie.
"Lalu? Apa kau berhasil? Atau justru gagal?" tanya Jennie, sejenak setelah melepaskan dekapannya.
"Aku belum bisa mengklasifikasi apakah usahaku berhasil atau gagal. Tapi yang jelas, sekarang aku akan meminta persetujuanmu." Taehyung kembali menjeda ucapannya untuk sekedar tersenyum saat Jennie menatapnya penasaran. "Kalau kuteruskan misi ini, apa kau mengizinkan aku?"
Tanpa ragu lagi, Jennie cepat-cepat mengangguk. "Aku hanya salah paham, bukan? Jadi, lanjutkan saja. Aku tahu ini adalah kewajibanmu."
Gemas, Taehyung menjawil hidung gadis di hadapannya itu. Sedikit banyak merasa lega karena tahu hubungannya tidak akan mengalami hambatan lagi untuk sekarang ini. Berterima kasihlah kepada Hyunjin yang banyak meracuni otaknya dengan segala macam ocehan agar dirinya itu berani mengungkap sesuatu.
"Omong-omong tentang salah paham, apa kau sebegininya karena cemburu?" tanya Taehyung yang lebih terkesan menggoda dibanding menanyakan pertanyaan. "Tapi untuk apa? Kau, 'kan, sama sekali bukan kekasihku."
Senyuman di wajah Jennie meluruh, bertukar menjadi ekspresi seriusnya. "Ya, kau benar. Harusnya aku tidak cemburu karena kau hanya orang asing. Ah, orang asing yang dengan berani mengobrak-abrik hatiku, lebih tepatnya." Jennie menghela napas, bersiap melanjutkan. "Kalau begitu, ayo kita perjelas status ini. Apa kau mau jadi kekasihku, Kim Taehyung?"
Taehyung terkejut, tentu saja. Hei, ini sama sekali bukan rencananya dan jelas-jelas diluar ekspektasi. Harusnya, ia yang mengatakan itu saat Jennie mengeluarkan ekspresi sedih atau semacamnya. Bukan malah terbalik seperti ini.
"Hei, kau mencuri kalimatku!" protes lelaki itu yang mengundang kernyitan di dahi Jennie.
Gadis itu memiringkan kepalanya, seolah tidak terima dengan protesan Taehyung yang terkesan menuntut. "Apa maksudmu mencuri kalimat? Semua orang juga bisa mengatakan hal itu, 'kan?"
Taehyung menggeleng ribut. "Tidak! Itu tidak benar. Harusnya aku yang mengatakannya lebih dulu untukmu. Jadi, apa kau mau menjadi kekasihku?"
Tak dapat dipungkiri, Jennie langsung terbahak saat mendengar kalimat yang baru saja terlontar. Gadis itu bahkan sampai memegangi perutnya kala melihat ekspresi yang ditunjukkan Taehyung. Entah karena memang humornya yang rendah, atau karena mood-nya yang bagus, sampai ia bisa tergelak begitu keras.
Tanpa sadar, Taehyung tersenyum saat tawa Jennie terdengar. "Hei, apa yang kau tertawakan?"
"Wajahmu." Jennie menjawab setelah bersusah-payah mengendalikan tawanya. "Tidak perlu kujawab juga kau pasti jawabannya, 'kan?"
Taehyung mengangkat sebelah alisnya, memasang ekspresi sejahil mungkin yang membuat Jennie berkeinginan menjambak surai legam si pemuda. "Aku tidak tahu, tuh. Jawablah yang jelas, Jennie."
"Aish, kau memang menyebalkan!" maki Jennie, sebelum kemudian senyumnya kembali terkembang begitu lebar. "Iya, tentu saja aku mau. Memangnya, atas dasar apa lagi aku bisa menolakmu?"
"Argh, terima kasih, Amour!"
***
AKHIRNYA BERLAYAR JUGA HIKD. MAAPKEUN MOY GA JAGO BIKIN YANG MANIS MANIS
Btw, Alien bakal up ga nentu buat ke depannya karna sekolah Moy udah mulai besok! Huaaaa, bakal kangen sama kaliaannn;'(
KAMU SEDANG MEMBACA
Alien ; Taennie ✔
FanfictionTaehyung X Jennie Fanfiction | Baku | Aksi | Romantis | Drama | Alternative Universe Jennie, gadis imut sejuta pesona yang pendiam. Baru merasakan sebegitu diinginkannya oleh seorang pemuda, Taehyung Kim. Pribadinya yang tertutup, membuatnya terasin...