Eps. 35 : Kediaman Kupu-Kupu

2.8K 383 5
                                    

Normal POV

"Ini aneh, Himawari-san," keluh Shinobu saat merawat luka di leher Shuri.

"Eh?"

"Sebagai oni harusnya lukamu cepat sembuh, tapi regenerasi lukamu sangat lambat. Lebih tepatnya kecepatan regenerasimu setara dengan manusia biasa yang tidak pernah belajar pernafasan sama sekali," jelas Shinobu sambil memperban leher Shuri.

"Apa kau tahu penyebabnya?" tanya Shinobu sambil memandang tajam Shuri walaupun senyuman masih terpatri di wajahnya. Shuri mengalihkan pandangan, berusaha menghindari tatapan Shinobu.

"A-aku tidak t-tahu," jawab Shuri tergagap.

"Kalau begitu aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Himawari-san. Dalam misi kemarin, empat pemburu meninggal dan alasan mereka terbunuh bukanlah karena oni yang menempati gunung itu...," ucap Shinobu dengan nada yang berusaha memojokkan Shuri. Shuri menatap Shinobu, menunggu lanjutan kata darinya.

"Pembunuh empat pemburu iblis itu adalah dirimu lo, Himawari-san.... . Mereka dimakan oleh bunga bakung milikmu, mereka ditemukan dalam keadaan tinggal tulang belulang," ucap Shinobu dengan nada... ya begitulah, harusnya kalian bisa membayangkan...

Shuri membelalakkan matanya. Dia bukannya menyelamatkan semuanya, dia malah menggantikan Rui membunuh pemburu iblis. Kemarin, ketika dia kehilangan kendali, apakah pada saat itu?

"Walaupun sudah memakan empat manusia, tapi kenapa kecepatan regenerasimu sangat lambat?" ucap Shinobu sambil meletakkan telunjuknya di dagu.

"Tepat sebelum kejadian itu, kapan terakhir kau memangsa manusia, Himawari-san?"

Shuri terdiam, dia menundukkan kepalanya. Tangan pucat miliknya meremas selimut yang menyelimuti tubuhnya.

"I-itu ketika enam tahun lalu, ketika pembantaian tiga desa di gunung," jawab Shuri sedikit enggan.

"Bagaimana kau bertahan selama enam tahun tanpa darah manusia?"

"Obat, aku menciptakan obat yang dapat menahan nafsu akan darah."

"Bahan apa yang kau gunakan untuk obat itu?"

"Racun wisteria."

Shinobu sedikit terkejut mendengar jawaban Shuri. Dia terdiam sejenak, setelah itu dia kembali tersenyum.

"Himawari-san, bagaimana kalau dirimu meminum darah tanpa membunuh manusia dengan teratur? Aku bisa--"

"TIDAK..!!! AKU...." sela Shuri tiba-tiba dengan ekspresi muka tertekan. Tubuhnya mulai gemetar, seakan-akan sedang melawan trauma terbesarnya.

Shinobu hanya tersenyum kecil, lalu dia melanjutkan perkataannya, "Baiklah jika itu jawabanmu. Aku sudah harus pergi sekarang." Shinobu membereskan peralatan miliknya.

"S-Shinobu-san, a-aku tidak bermaksud-... gomen," sesal Shuri karena sempat membentak Shinobu

"Daijobu, Himawari-san. Aku pamit dulu. Beristirahatlah," jawab Shinobu keluar dan menutup shoji pintu kamar rawat Shuri.

Tepat setelah itu, Shuri mendengar suara kucing mengeong dari arah jendela. Disana sudah ada Haku yang menatap dirinya. Shuri melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada Haku untuk mendekat. Kucing itu dengan semangat berlari menghambur ke majikannya dan duduk dipangkuan Shuri.

Shuri memperhatikan kucing itu. Kaki belakang kucing itu diperban. Saat berusaha mencegah Kanao memburu Nezuko kemarin, Shuri mendengar bahwa Kanao mematahkan salah satu kaki belakang Haku.

Shuri mengelus Haku dengan canggung, ia membayangkan kekuatan Kanao ketika mematahkan kaki Haku. Kucing itu mendengkur, menikmati belaian dari Shuri.

"Haku, kamu beneran ga apa-apa kan? Dulu awal ketemu, kaki kirimu yang patah, sekarang yang kanan.... haduh....," keluh Shuri miris.

Dug...buk buk...!

"Suara berisik apa itu?"

"Himawari-san!" panggil Aoi yang muncul tiba-tiba. Shuri terkejut setengah mati, sementara Haku menggeram dan mundur kebelakang hingga jatuh dari kasur.

Gubrak!

"Gomenasai, aku mengagetkan kalian," ujar Aoi sambil membawa nampan berisi segelas obat. "Sekarang adalah waktu anda minum obat, Himawari-san."

Shuri tersenyum terpaksa. Dia tidak mau meminum obat kental kehitaman itu. Rasanya sangat pahit, yah walaupun ini lebih baik dari pada meminum obat penahan nafsu darahnya yang terbuat dari racun. Perlahan Shuri memegang gelas obat itu dan menenggaknya dengan cepat.

"Fuah...!" Shuri melepaskan nafas lega ketika berhasil menghabiskan obat yang rasanya mengerikan itu.

"Kalau begitu, aku kembali dulu, Himawari-san," pamit Aoi.

"Cotto, Aoi! Apakah aku boleh mengelilingi kediaman kupu-kupu?" tanya Shuri sebelum Aoi keluar kamar.

Aoi menjawab dengan anggukan, setelah itu dia langsung pergi entah kemana.

Sepertinya dia sangat sibuk..., pikir Shuri melihat raut muka Aoi yang selalu berkerut dan menatap siapapun dengan tatapan 'langsung katakan apa maumu karena aku masih ada kerjaan lainnya.'

Shuri menurunkan kakinya dari ranjang pelan-pelan. Ketika kakinya menyentuh lantai, dia dapat merasakan suhu lantai yang dingin.

"Sudah lama sejak aku berjalan lagi... . Selama dirawat aku tidak boleh kemana-mana," gumam Shuri mulai membuka shoji kamar rawatnya.

Shuri berjalan asal. Sebenarnya dia ingin pergi ke halaman belakang, tapi karena tidak tau jalan Shuri hanya berjalan bedasarkan instingnya saja.

"Ini dimana ya?" gumam Shuri berkeringat dingin. Dia tersesat. Shuri hanya bisa melihat lorong yang dipenuhi shoji sekarang.

"Seharusnya kuubah namaku menjadi Monitsu saja..."

Shuri menoleh menuju asal suara. Disana ada trio kamaboko yang basah kuyup oleh obat. Shuri mngernyitkan hidungnya, bau obat itu sangatlah tidak enak.

"Tanjirou, Zenitsu, Inosuke!" panggil Shuri.

"Himawari-san," sapa Tanjirou senang.

"Ah, kau si kusso onna," ujar Inosuke. Suaranya berbeda dari biasanya, karena tenggorokannya terluka ketika misi kemarin.

"Ahh.... Himawari-san~" panggil Zenitsu senang.

"Aku senang bisa bertemu kalian disini."

Bersambung....

============================================
Maaf, readers-chan. Author telat up lagi... ide cerita lagi-lagi mandeg ditengah jalan. Apa dayalah Author yang hanyalah manusia biasa ini...

Jangan lupa vote dan comment...

Bye bye...

Kimetsu no Yaiba_KazokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang