50. TITIK TERLEMAH 11:A5

2.5K 399 194
                                    

Tonton aja videonya, ya, tengkyu...


.

..

50. TITIK TERLEMAH 11:A5

La ilaha illallah...

La ilaha illallah...

La ilaha illallah...

La ilaha illallah...

Kalimat itu terus saja terucap mengudara di sepanjang jalan ini. Udara sore hari yang begitu dingin, dengan cuaca mendung yang mendominasi. Cukup mampu menggambarkan bagaimana perasaan para murid 11 IPA 5. Bukan hanya itu, mungkin, seluruh murid Cendana benar-benar terpukul atas berpulangnya dua anak emas mereka.

Mereka kehilangan. Iya, sama, bahkan bumi dan seluruh isi semesta mengetahui.

Mereka hancur. Iya, sama, semuanya juga merasakan hal serupa.

Elgar, Juna, Belva dan Adim berada di setiap sisi salah satu keranda milik mendiang Ando. Ah. Rasanya, menyebut nama sahabat mereka dengan awalan "mendiang" benar-benar asing di telinga. Mereka dengan sekeping hati yang sudah berserakan, mengangkatnya bersama dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Dalam pandangan mereka, mereka merasa tidak pernah menjadi sahabat yang baik, tidak pernah merasa memberikan yang terbaik untuk sahabatnya.

Sementara di belakang keranda itu, Asti yang dipapah oleh Adi terus mendorong kursi roda wanita paruh baya, yang tidak lain adalah Ibunda Ando. Tidak ketinggalan Sisi di sebelah Asti, yang dijaga oleh beberapa polisi tengah memeluk figura sang adik. Memeluknya erat dengan nyawa yang tidak sepenuhnya utuh.

Hati sahabat mana yang tidak sakit melihat sahabatnya pergi menemui sang ilahi?

Tidak ada!

Meski kecewa sempat menyelinap masuk lantaran Ando merupakan pengkhianat yang dimaksud itu, tapi itu tidak bersarang lama di hati mereka. Seolah, kejadian itu, pengkhianatan itu mereka anggap tidak pernah terjadi.

"Ini mimpi kan, Di?" tanya Asti menatap lurus ke depan. Nyawanya tidak penuh, jiwanya tidak utuh. Hanyalah membawa raga yang tak berisi apa-apa saja yang Asti lakukan kini. Mengikuti dari belakang, berharap ada seseorang yang menariknya pada kenyataan.

"Ini pasti mimpi," ucapnya lagi memohon pada Adi.

Adi membuang wajah ke samping. Semakin mengeratkan pegangannya pada bahu ringkih cewek itu.

Sementara tak jauh di belakang mereka. Ada Reza, Wira, Akhtar dan Maul yang tengah mengangkat sebuah keranda milik sahabat mereka yang lain. Mengangkat dengan bahu yang sengaja dikuatkan, walau dalam kenyataan, melakukan ini adalah kesakitan terbesar yang mereka alami.

Dada terasa sesak, semua yang terjadi masihlah mereka anggap hanya mimpi. Kenyataan pahit ini sungguh membuat semua keadaan jadi hancur.

Memang, tidak akan ada yang tahu takdir Tuhan seperti apa ke depannya. Mempersiapkan diri pun rasanya sangat berat jika kenyataan pahitlah yang justru mereka terima.

11:A5  KELAS BOBROK ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang