45. RAHASIA

1.8K 354 215
                                    

Kalian tim baca ulang atau tim baru datang dan ketinggalan?

...

45. RAHASIA


"Kapan itu akan terjadi, Glen?" tanya wanita itu pelan.

Glen menggeleng lemah. Duduk di kursi kafe ini bertiga, sungguh membuat kepalanya bertambah pecah. Dari seminggu lalu, dadanya bergemuruh hebat. Seakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi dalam waktu dekat. Sayangnya, Glen tidak bisa mengetahui sesuatu apa yang akan terjadi nanti.

Kopi yang sudah dingin terus ia pandangi tanpa henti.

"Gue yang menangani kasus Sukma pada saat itu udah punya feeling kalau di masa depan hal serupa akan terjadi," ucap seseorang yang lainnya. Seorang lelaki yang duduk tepat di samping Glen.

Glen mengangguk. "Di masa lalu, gue udah memperingatkan pada Melati untuk berhati-hati di masa depan." Tatapannya berubah sendu. "Tapi, gue sebagai sahabat dia merasa nggak berguna sama sekali. Gue nggak bisa jagain dia seperti amanah seseorang," ucapnya terus menunduk ke bawah.

Wanita itu mendekat, mengambil duduk di antara Glen dan seorang lelaki itu. Merangkul keduanya sambil menepuk bahu Glen memberi semangat.

"Jangan lupa. Kita berempat kan sahabat, Glen." Wanita itu mengangkat wajah. Masker yang ia pakai mulai dibuka gusar. "Setelah kematian Melati bertahun-tahun lalu, kita mulai berambisi untuk menuntaskan kasus ini sama-sama. Lo yang awalnya pengen jadi pilot malah berbelok keinginan menjadi polisi," ucap wanita itu sendu.

Wanita itu mengigit bibir susah. "Lo juga, Vin. Semenjak kematian Melati, lo berubah. Lo jadi pendiam dan diam-diam sekarang malah jadi detektif handal," tambahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Mengingat kenangan dahulu bersama Melati, hanya membuat dadanya sesak. Jujur saja, selama ini mereka belum bisa mengikhlaskan kepergian sahabatnya itu. Dan mungkin, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa.

"Gue tau Melati cinta pertama lo, kan, Vin?" tebak wanita itu membuat Glen dan Arvin menoleh kompak. Menatapnya seolah terperangah.

"Vin," panggil Glen, "kenapa nggak pernah cerita?"

Arvin menghela napas panjang. Perasaan tidak rela itu kembali masuk ke relung hati. Mengusik tenang yang hampir tercipta.

Tuhan...

Haruskah?

"Udahlah. Semua udah jadi masa lalu. Lebih baik kita fokus sama tujuan awal kita sekarang. Menuntaskan apa yang belum selesai," balas Arvin tak mau membahas hal itu lagi.

Glen mengangguk-angguk kecil. Wanita di sebelahnya justru melamun begitu saja. Glen menepuk pundak wanita itu.

"Gimana?" tanya Glen.

Mengerti apa yang dimaksud oleh Glen. Wanita itu langsung mengangguk saja.

"Gue hanya mau ngasih tau bahwa, pengirim surat itu, maksud gue surat pada kematian Sukma tiga tahun lalu sidik jarinya udah ditemukan. Nanti malam temen gue yang nganter langsung ke kantor," jelasnya. "Dan kalian tau? Sidik jari itu sama persis dengan sidik jadi pembunuh Lilin," lanjutnya memberi tahu.

"Suruh kirim ke kafe ini aja, kafe Sarah," potong Arvin mendapat anggukan dari Glen.

"Oh, oke."

"Oh, iya, Siska," panggil Arvin membuat wanita itu menoleh seperti bertanya apa.

"Lo kenapa mengakhiri penyamaran lo sebagai guru di Cendana? Padahal lo udah lama banget. Emang udah menemukan bukti di sana?" tanya Arvin cepat.

Siska, ya, seseorang yang kalian semua tahu sebagai Bu Siska, guru TU di Cendana. Yang pada kenyataan adalah seorang dokter... forensik.

11:A5  KELAS BOBROK ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang