49. INSIDEN AKHIR SEMESTER III

1.9K 335 85
                                    

Terserah kalian mau dengerin lagu apa. Yang jelas di part ini cukup mengandung bawang, mungkin?

Hehe^__^

………

49. INSIDEN AKHIR SEMESTER III

"ARSENOOOOOOOOOOO!!!!!!!!"

Beberapa detik kemudian. Hantaman keras terjadi di bawah sana. Lagi-lagi, itu terjadi di gedung tiga.

Iya, gedung tiga, tempat semuanya dimulai dan... berakhir.

Suara sirine polisi dan ambulance mulai terdengar dari arah gerbang. Semakin lama, beberapa menit kemudian rombongan orang memakai pakaian lengkap kepolisian datang bergerombol. Mereka masuk sambil menodongkan senjata ke arah atas. Salah satu dari mereka segera menghampiri Sisi di pembatas rooftop yang terdiam membisu menatap ke bawah. Tatapannya hampa. Sisi terluka, kehilangan adik dan orang yang dicintainya secara bersamaan. Sakit. Cukup sakit Tuhan.

Sementara beberapa orang berpakaian khas rumah sakit lantas menerobos masuk. Menyingkirkan Siska yang terpaku di ambang pintu. Siska tak tahu harus bereaksi seperti apa. Di hadapannya kini hanyalah tersaji kehancuran, tangisan terdengar dimana-mana, meraung kesetanan. Siska tahu bagaimana kehilangan seorang sahabat yang sangat disayangi, apalagi insiden ini mereka lihat secara langsung.

Kurang menyakitkan apa lagi?

Tubuh Fariz mulai diangkat oleh orang-orang itu ke atas brankar, tubuh berlumuran darah itu diletakkan tepat di atasnya. Pak Cakra segera mendekat. Hatinya hancur saat ini, kehilangan dua anaknya di waktu yang sama. Apalagi salah satunya dibunuh oleh anaknya yang lain. Pak Cakra mendongak. Selanjutnya memeluk tubuh tak berdaya Fariz di sana.

"Jangan tinggalkan Ayah, nak." Pak Cakra menggeleng begitu kuat. Ini semua seperti hanya mimpi.

"Fariz..."

Salah satu anggota rumah sakit mulai menarik Pak Cakra ke belakang, tersenyum sendu lalu menepuk pelan bahu lelaki itu. "Yang sabar, ya, Pak. Ini sudah jalannya," katanya semakin membuat Pak Cakra tak berdaya. Lelaki paruh baya itu berjalan ke pinggir. Memegang tiang pembatas dengan tubuh gemetar. Dipandanginya putra pertamanya di bawah sana dengan tatapan tak terbaca. Dadanya kian terasa sesak kala Seno mulai diangkat naik ke brankar, persis seperti yang dilakukan pada Fariz.

Bella terduduk lemah di samping brankar Fariz, tangan masih senantiasa menggenggam jemari cowok itu lemah. Bella tersenyum begitu pilu dengan kepala terus menggeleng kuat.

"Ini mimpi, kan?" Bella mendongak, menatap Adim dengan tatapan penuh luka. Adim didorong oleh Jessica supaya menghampiri Bella di bawah sana yang tak memiliki penyangga. Sementara Fafa dan yang lain tak kuasa melihat kenyataan pahit ini segera turun terlebih dahulu. Bukan meninggalkan mereka, hanya saja. Mungkin beberapa orang selain mereka perlu jeda sebentar di tempat ini.

"Ju-juna..." panggil Fafa meraih ujung baju cowok itu. Juna tak bergeming, hanya mampu menatap lurus ke depan dengan tatapan hampa miliknya.

"Juna... Fariz dan Ando nggak papa, kan?" tanya Fafa langsung membuat Juna tertegun. Cowok itu melirik pada Fafa yang menatapnya memohon. Sedangkan Fafa dengan mata yang mencoba menahan air untuk terjun di sana hanya bisa terdiam seraya menggigit bibir dalam kuat.

11:A5  KELAS BOBROK ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang