9) Malam Itu

74 48 31
                                    

Malam telah menyelimuti kota Jakarta. Tapi, kesibukkan seakan tak pernah berhenti. Kota ini tak pernah diberi kesempatan untuk tidur. Masih  ada saja hiruk-pikuk.

Mery telah selesaj bekerja. Setelah mengganti seragam kerjanya ia bergegas keluar dari cafe tempatnya bekerja. Ketika sampai dihalaman cafe ia terkejut. Hal yang membuat Mery terkejut adalah seorang cowok berparas tampan,berambut hitam rapi, dan mengenakan jaket hitam sementara dipundaknya ada satu jaket lagi disandangnya. Cowok itu adalah,Farish!!!

Mery segera menghampiri Farish yang duduk diatas motornya itu.

"Apa yang kamu lakukan disini malam-malam? " tanya Mery seketika telah didepan Mery.

Farish tersenyum sebel um menunjuk martabak yang digantungnya dimotor, mengisyaratkan kalau dia baru saja membeli martabak.

"Oooo,"

"Ibu aku mau martabak, ngidam katanya, Ayahku paling malas bawa motor malam-malam gini, jadinya aku yang pergi beli," kata Farish.

"Oooo gitu aku pikir kamu keluyuran, eh berarti kamu mau punya adik dong? " kata Mery.

"Iya, udah 7 bulan,"

"Wah, selamat ya, semoga nggak jadi abang yang ngeselin ya,"

Farish langsung masang muka masam mendengar celotehan Mery.

"Kamu mau ngucapin selamat atau mau ngeledek, hah? "

"Hehehe, dua-duanya,"

"Dasar,"

"Btw, kamu kok masih disini kenapa nggak langsung pulang? "

Farish menghela nafasnya. Ia memperhatikan Mery lekat-lekat.

"Aku nungguin kamu,"

Seketika hati Mery serasa melambung ke angkasa mendengar jawaban Farish. Hatinya berbunga-bunga.

"A....a....apa? Aku nggak salah dengar? Kamu nungguin aku? " kata Mery masih tak percaya.

"Ya," jawab Farish singkat.

"Kenapa? "

"Aku mau antar kamu pulang,"

"Kamu serius? "

"Iyaaa,"

"Tapi, kenapa? "

Farish menghembuskan nafasnya. Rasanya udara dingin semakin parah. Sementara Mery menunggu jawaban darinya.

"Aku.... Aku khawatir kamu pulang sendiri malam-malam gini,"

Sekali lagi, hati Mery berbunga. Kali ini lebih mekar lagi. Rasanya ia baru saja mengalami halusinasi indahnya.

"Kamu....Khawatir? " Mery seakan tak percaya.

"Ya, ayo cepat! "

Mery sangat senang sekaligus merasa seperti bermimpi.

"Tapi tunggu, nanti Ibu kamu kelamaan menunggu martabaknya," kata Mery teringat dengan Ibu Farish.

"Aku sudah katakan pada Ibu dan Ayah kalau aku juga ada keperluan sebentar," kata Farish.

"Ooo gitu, ya udah,"

Farish tersenyum lalu melempar jaket putih yang sedari tadi disandangnya dibahu ke Mery. Mery spontan menangkap jaket itu.

"Pake jaket itu, dingin," kata Farish.

Mery tersenyum. Ia tak menyangka kalau Farish bisa seperhatian ini padanya.

"Baik,"

Mery menggenakan jaket itu. Jaket putih itu sedikit kebesaran oleh Mery, mengingat Mery memang lebih kurus ketimbang Farish walau pada dasarnya mereka sama-sama kurus.Ditambah lagi Farish yang memang lebih tinggi dari Mery. Farish senyam-senyum melihat Mery yang mengenakan jaketnya itu.

Drawing ArtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang