Happy Reading!!!
.
.
.Sebentar lagi Arsel pulang, karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore Hima berinisiatif untuk membantu Bi Eli yang kini tengah sibuk dengan wajan penggorengan. Berharap ia bisa meringankan sedikit pekerjaan Bi Eli selaku kepala asisten di rumah ini. Menyiapkan makan malam untuk Arsel, Isla juga dirinya. Sesekali Hima melirik ke arah kursi dimana Isla tengah fokus memperhatikan segala gerak-geriknya.
Ia mencoba mengiris beberapa cabai rawit merah dengan irisan memanjang juga beberapa siung bawang merah dan putih. Setelah itu ia memansakan wajan dengan api kecil guna menumis sayuran yang telah diiris kecil oleh Bi Eli, ada brokoli, wortel, sawi, juga kentang.
Aroma tumisan sayur yang tercipta membuat perutnya berbunyi meminta diisi.
"Hallo," sapa Arsel. Lelaki itu masih menggunakan pakaian yang dikenakan pagi tadi. Tidak seperti hari biasa yang menggunakan kemeja juga jas formal dan tak lupa tas jinjing yang berisi laporan atau pun laptop yang setiap hari ia bawa. Hari ini ia seperti tidak berangkat ke kantor. Sangat casual.
Hima menoleh ke arah suaminya tak lupa senyuman selamat datang yang tercipta.
"Mandi gih," titah Hima kepada Arsel.
Arsel mendekat mencoba melihat kegiatan yang tengah Hima lakukan, menumis sayur.
Menempelkan dagu di pundak sang istri dengan senyuman yang tak luntur dari wajah berahang tegas itu. Tak ada respon yang berarti dari Hima selain tetap fokus pada wajan juga spatula karena tak mau mengganggu aktivitas istrinya, Arsel menjauh perlahan mengecup pelan surai panjang itu sebelum melenggang menuju lantai dua, dimana kamar keduanya berada.
***
"Udah dikemas pakaiannya? Udah disiapin semua 'kan?" tanya Arsel pada Isla. Esok pagi Isla kembali ke Australia karena tuntutan kesibukan sekolah.
"Yuk turun! Kak Hima udah nunggu di ruang makan. Kita makan dulu." Arsel merangkul bahu adik bungsunya itu. Menatap binggung karena tak ada pergerakan dari adiknya. Isla mematung di tempat, dari sini dapat Isla lihat Hima yang terduduk sendiri dengan tatapan kosong.
"Kak Acel?" pangil Isla.
"Ya?" rangkulan Arsel terlepas. Kini ia fokus pada Isla.
"Kak Acel tau perempuan rambut segini." Isla menunjuk bahunya. "Tadi pagi ada tamu, nggak sengaja Isla liat, karena kebangun suara brisik dari bawah. Isla pikir, Kak Acel sama Kak Hima lagi berantem ... karena Kak Hima nangis ... eh ternyata bukan Kakak."
Isla kembali mengingat kejadian yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri, dimana dua perempuan sebaya yang tak lain Kakak ipar dan satu lagi ia tidak tahu siapa, tengah menangis bersamaan. Entah mendebat sesuatu Isla kurang paham. Isla ingat betul di mana kedua perempuan itu menyebut kata "Arsel, bayi, juga menikah" ia tidak terlalu pasti bahwa apa yang dipikirkannya benar.
"Jadi Kak Acel kenal tidak?" tanyanya lagi.
"Mmm ... rambut sebahu?" Arsel mencurigai satu nama, namun ia belum yakin. "Punya lesung di pipi kiri?" tanya Arsel lagi, ntah kenapa rasa was-was menyelimuti.
"Nggak tau karena tak terlalu jelas Isla melihat wajahnya. Posisi membelakangi gitu," jawab Isla.
Kedua kakak beradik itu menuruni anakan tangga dalam hening, menyelami pikiran masing-masing. Isla tidak bisa menahan rasa keingintahuan mengenai perubahan sikap kakak iparnya. Semenjak tadi setelah menemui tamu. Kakak iparnya itu banyak menghabiskan waktu untuk berdiam diri di kamar dan tak banyak bicara, tidak ada kecerian yang dapat Isla temui lagi seperti hari-hari kemarin.
![](https://img.wattpad.com/cover/229784254-288-k918553.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelakor Sosialita
RomanceHima seorang model kenamaan harus menelan pil pahit kala ia mengetahui jika sang suami Arsel masih berhubungan dengan pacarnya, Karin. Haruskah Hima bertahan? Atau melepaskan cinta pertamanya? Cerita ini adalah tentang hati yang harus memilih antara...