Memories

9.6K 554 67
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.

"Sayang masih lama?" tanya Karin, wanita itu terduduk lemas di depan kamar mandi sembari memegangi perutnya yang terasa keram.

Sedangkan pria yang berada di dalam kamar mandi tidak menanggapi pertanyaan sang wanita.

"Sayang?" panggilnya untuk kesekian kali.

Tidak ada sahutan, Karin pusing sendiri mendengar suara Arsel yang sedari tadi tak usai memuntahkan isi perut.

"Arsel cepetan gih!" Karin tak kuasa menahan kekesalannya. Tangannya terulur mengetuk daun pintu dengan tidak sabar, "Arsel!"

"Sialan! Bentar cerewet! Seb-- hoek!"

"ASTAGA! ASTAGA!" Karin memejamkan matanya. Ia tahu bagaimana tersiksanya Arsel saat ini, yah karena ia merasakan sendiri bagaimana susahnya. Pagi ini keduanya seakan tengah berlomba-lomba memutahkan isi perut masing-masing.

"Ya ampun Nak! Kamu membuat susah Mama," lirih Karin sembari mengelus perutnya.

Keduanya kini berada di rumah yang Arsel khususkan untuk Karin, perempuan itu memang sengaja meminta agar sang Arsel menemaninya semalam, salahkan ia merindukan calon ayah bagi bakal anaknya? Salahkah jika ia ingin diperhatikan lebih oleh Arsel?

"Kamu tidak kerja kan hari ini? Sayang kamu sudah berjanji untuk menemaniku loh," ucap Karin tanpa menghentikan aktivitasnya mengetuk pintu, ia takut jika Arsel akan menemui Hima kembali, dan seperti biasa tidak ada waktu luang yang Arsel berikan untuk Karin, karena waktu Arsel habis bersama Hima atau urusan pekerjaan.

"Bisa diam nggak sih?!"

Pintu kamar mandi terbuka memunculkan sosok lelaki yang kini menggerutu kesal, "Kamar mandi cuma satu, lain kali aku bakal suruh Gio untuk mengandakan kamar mandi."

Karin yang mendengar gerutu kesal dari Arsel hanya menggeleng sabar. Perempuan itu bangkit dari posisi semula dan langsung memasuki kamar mandi tanpa mengatakan apapun.

"Aku udah selesai, kamu cepet siap-siapnya aku tunggu di bawah. Kalo lama aku tinggal kamu ke kantor."

Hal yang paling dibenci oleh Marselino Obrian adalah menunggu, dan kini ia tengah kesal karena hal itu. Sesekali Arsel menoleh sekilas ke arah jam tangannya kemudian lelaki itu terlihat serius menatap layar ponsel sebagai pengisi kebosanan karena sang wanita tak kunjung selesai.

Akhirnya lelaki jakung itu bisa bernapas lega saat tahu jika Karin telah selesai dengan ritualnya, Arsel yakin ia telah membuang waktu dua jamnya dengan sia-sia.

"Tck! Benar perempuan kalo dandan, bisa buat bolak-balik Bali Jakarta."

Wanita dengan balutan dress selutut itu menuruni anakan tangga tersenyum manis tatkala netranya menemukan sosok Marselino yang benar-benar memenuhi ucapannya.

"Sayang maaf ya lama," ucap Karin sembari mengulurkan tangannya, lelaki yang duduk di sofa itu menyambut uluran tangan sang wanita. Meraih pinggang ramping dengan perut sedikit membuncit itu kemudian mencium puncak kepala tanpa membalas ucapannya. Arsel sedikit kesal karena ia harus menunggu.

"Makasi yaa," ucap Karin. Tangan kirinya yang bebas terulur, mengusap dan menepuk lembut pipi Arsel.

"Buat apa?" tanya Arsel.

Pelakor SosialitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang