Pain

12.6K 748 22
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.

Rasanya seperti kembali ke masa lalu saat kedua kakiku menapaki lantai marmer rumah dengan pilar-pilar menjulang, rumah ini tempat di mana aku merasakan kesepian karena ditinggal Mama ke Jepang. Saat Papa dan Mama resmi berpisah, aku tinggal di sini bersama Kak Hamis juga beberapa Bibi asisten yang disewa Papa untuk merawatku dan Kak Hamis, mereka yang mengantikan peran seorang Ibu bagiku. Papa sendiri jarang pulang ke rumah, ia seakan melupakan tanggung jawabnya kepada kami, aku dan Kakak.

Aku merasa sangat kesepian ketika Kak Hamis memutuskan belajar ke luar kota, di Jogja tepatnya. Aku di sini sendiri di temani keheningan dan sedikit perasaan tak berguna, percuma aku hidup toh tidak ada yang peduli sekalipun itu orang tuaku sendiri, aku sudah pernah merasakan kehilangan sewaktu  kecil dan ternyata kini aku akan meraskan kehilangan untuk yang ke dua kali.

Kehilangan orang yang tinggi tempatnya di hati, sakitnya bukan main. Aku berharap tidak ada lagi makhluk di bumi yang merasakan sakit seperti yang kurasakan.

Saat aku mulai menjatuhkan hati kepadanya, saat itu pula aku berharap dialah orang yang mampu menghapuskan luka masa lalu. Namun, masalah kembali datang saat kami menjalani hubungan, hubungan kami bisa dinilai tidak sehat toxic relationship. Dimana aku percaya kepadanya dan memberikan sesuatu yang tak seharusnya aku berikan sebelum waktunya.

Aku memang terlahir di keluarga yang "Berada" namun tak semuanya bisa dibeli dengan uang bukan? Saat aku binggung harus kemana membagi luka, nenek datang di kehidupanku ia amat baik bahkan aku sendiri tak tahu jika kebaikannya itu hanyalah sampul untuk menjadikanku alatnya.

Setelah aku lulus SMA, cintaku pergi menimba ilmu di tempat kelahirannya, Jerman. Aku tetap setia menunggu dirinya pulang. Aku siap menjadi labuhan cintanya, aku siap menjadi "Rumah" ketika ia butuh istirahat dari penatnya sebuah kehidupan karena aku ... sungguh mencintainya.

Cinta telah membutakanku akan hal kecil yang menjadi kunci apakah aku benar-benar merasakan kebahagiaan. Nyatanya setiap omongan dari Kak Hamis yang menolak keras pernikahanku, aku akan berubah sikap kepadanya, seperti berkata kasar bahkan memusuhinya dan lebih parah lagi aku menyamakan dirinya dengan iblis yang tak menyukai kebahagiaan bagi seorang adik.

Saat itu Kak Hamis bercerita kepadaku jika ia mendengar percakapan antar tetua keluargaku dan keluarga Obrian.

Saat itu perusahaan milik Obrian berada di ambang kehancuran karena secara tiba-tiba semua penanam modal menarik bersamaan. Tidak ada yang mau memberikan "Suntikan modal" bahkan Bank sekalipun karena mereka pikir kehancuran perusahaan Obrian tinggal menjentikkan jari saja. Dibantu sokongan perusahan Waram Group yang maju menjadi penjamin, seperti namanya Waram Group merupakan perusahaan milik keluargaku lebih tepatnya Nenek, Waram Widari. Kerajaan bisnis Nenek menyasar hampir semua sektor perekonomian negara. Perusahaan Waram yang mulanya perusahaan percetakan merambah ke sektor lainnya seperti ekspedisi dan kontraktor.

Saat itu Nenek mengajukan win-win solution dengan Arsel harus menikahiku. Keluarga Obrian menyetujui namun mereka juga mengajukan beberapa syarat.

Saat itu aku dapat melihat kesungguhan Nenek memberikan sedikit kebahagiaan dengan menyatukanku dengan Arsel dan dengan senang hati pula Nenek melakukan sayarat tersebut.

Saham milik Obrian tertanam 58 % dan 38% bisa dikatakan milik Waram Group dan sisanya milik penanam saham lain. Nenek melakukan itu semua demi aku. Sehingga apapun alasan yang dikatakan oleh Kak Hamis seperti masuk telinga kanan, dan keluar telinga kiri.

Dua tahun berikutnya, bisnis Nenek benar-benar hancur. Bahkan sekarang nama Waram Group tidak terdengar lagi. Aku tidak tahu persis alasan yang mendasari, yang aku tahu kini aku memiliki cintaku seutuhnya.

Pelakor SosialitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang