Malam Kelabu

20.7K 1.1K 15
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.

"Dimana Hima?" tanya Arsel to the point kepada salah satu pekerja di rumah.

"Nyonya Hima belum pulang, Pak," jawabnya sopan sembari membungkukkan setengah badannya.

Arsel mendengus kesal ia menoleh ke arah Karin yang mengelus lengannya pelan. Diberikannya senyum Arsel kepada Karin yang dibalas dengan senyum manis Karin.

"Kita bisa ke sini lain kali," ujar Karin kepada Arsel.

"Benar-benar perempuan itu. Kemana dia?"

Kedua alis Karin tertaut. "Kau menghawatirkannya? "

Dengan cepat Arsel menggeleng. Lagi-lagi ia naif kepada perasaannya sendiri.

"Ouh syukurlah." Karin merasa lega.

Pandangan Karin menyapu rumah berlantai dua dengan cat biru muda yang mendominasi. Dalam hati ia nampak meremehkan, ia semakin percaya jika Hima tak lebih dari seorang istri pajangan.

Rumah yang nampak sederhana itu terlihat kalem, namun siapa sangka jika luasnya dua kali lipat dari rumah pemeberian Arsel padanya.

"Pak Arsel mau masuk dulu? " pelayan itu memepersilakan kepada suami dari nyonyanya tersebut, sebenarnya dalam hati ia bertanya-tanya siapakah perempuan yang kini mengaet lengan suami majikannya?

Pikir pelayan tersebut jika Nyonya Hima tau maka ia akan marah dengan hal ini.

"Tidak, ouh ya tolong siapkan makan malam untuk nanti," pinta Arsel.

Pelayan itu mengangguk patuh.

Di lain tempat Hima tersenyum miris. Melihat beberapa notif dari Arsel, ia urungkan untuk menelepon balik suaminya karena memang pekerjaannya belum tuntas.

Patutkah ia cemburu?
Disaat suaminya tidak mencintainya.
Ini hanya rasa sepihak yang bertepuk sebelah tangan karena Arsel hanya mencintai Karin.

"Mbak Hima ... ini ada undangan dari Universitas Negeri di Surabaya." Seseorang yang merupakan asitennya mengahamipiri Hima yang sedari tadi termenung.

"Ini sudah jam makan siang. Anda melewatkannya begitu saja. Apa ada yang mau dipesan? Biar saya bawakan. Mbak Hima mau makan apa?" tawar asistennya yang bernama Wahyu.

Hima memerima sodoran undangan dari Wahyu, ia menggeleng pelan. Memperhatikan cover undangan yang merupakan salah satu logo dari Universitas Negeri yang namanya tersohor di Jawa Timur.

"Tidak Yu. Aku udah kenyang."

Mendengar jawaban Hima. Membuat Wahyu mengernyit heran, pasalnya ia tak melihat Hima memakan apapun sejak tadi.

"Tolong bacakan Wahyu," titah Hima kepada Wahyu, dengan segera Wahyu menyetujui permintaan Hima. Ia membaca dengan saksama hingga tuntas undangan resmi secara hormat kepada Hima.

"Tanggal berapa, Yu?" tanya Hima. Ia membenarkan posisi duduknya menghadap Wahyu.

"Emm ... tujuh belas April."

"Apa agendaku saat itu?"

"Tidak ada. Mbak Hima 'kan bilang kalau Mbak ingin meluangkan waktu untuk diri sendiri."

"Tema?"

"Perempuan dan peradaban."

Lagi-lagi tema yang selalu membuat Hima antusias. "Perempuan dan peradaban memang tidak bisa dipisahkan."

"Yap benar Mbak Hima," ujar Wahyu menimpali.

"Yu, kamu apa nggak mau nikahin pacarmu?" goda Hima.

Pelakor SosialitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang