Day (Three)

9.9K 571 13
                                    

Happy Reading!!!
.
.
.

Arsel memandang Gio yang baru saja memasuki ruangannya dengan membawa tas berisikan berkas, Arsel menutup laptopnya memasukkan ke dalam tas, setelah memahami materi meeting yang akan ia bawakan hari ini.

"Kapan pekerjaan ini selesai sialan! Bagaimana aku bisa menjelaskan kepada Hima dan menyusulnya ke Surabaya!" Arsel mengerang kesal.

"Di The Great Hotel, lantai sepuluh untuk meeting dilanjutkan lantai tiga untuk dansa."

Gio berdiri memandang atasannya dengan iba, Arsel nyaris gila! Terlebih kini sederet pekerjaan yang harus menyita banyak waktunya membuat ia seakan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Hima.

Arsel tersenyum miring, "Apakah mereka ingin menegoku dengan tawaran kedua?"

"Mungkin hanya untuk bersenang-senang," jawab Gio.

Arsel mengendikkan bahunya, "Just for fun yeah? Membuang waktuku saja."

"Berpikirlah jika ini wadah untuk menghilangkan stres anda itu," timpal Gio.

Arsel berdecak kesal, ia mengumpat dalam hati menertawakan dirinya sendiri karena gagal untuk meyakinkan Hima bersanding dengannya kembali.

Perasaan menyesal menyelimuti hatinya, kian hari ia semakin yakin jika Hima selama ini tidak bahagia bersamanya. Terlebih Karin juga tengah mengandung anaknya.

Arsel mengakui ini murni kesalahannya, namun bisakah Tuhan memberikan kesempatan agar Hima memaafkan segala kesalahannya yang banyak itu.

"Sudahlah jangan seperti pecundang! Berdiri tegakkan dagu anda! Selesaikan pekerjaan ini dan akan saya bantu untuk mengosongkan jadwal agar anda bisa pergi ke Surabaya, bukankah Nyonya di sana kan? Saya membaca postingan di instagram asli milik kampus yang mengadakan seminar tersebut. Damn! Nyonya genius brain!"

Arsel berdiri merapikan penampilannya, sebelum melenggang begitu saja di hadapan Gio.

"Cepat Gio! Kau berisik sekali!"

***

Mulutku, lidahku kelu ....
Tak pantas air mata mengalir menganak sungai.

Tak pantas kalimat ini terlontar dengan gamblang.

Kalimat keluhan yang mencerminkan tak bersyukurnya diri atas nikmat Tuhan.

Tak pantas raga ini jika termenung karena lenyapnya asa.

Hati ini Meraung meminta penjelasan bagaimana keadilan semesta.

Hukum alam yang tak menjanjikan, hati bimbang dan gelisah memikirkan masa depan.

Hati ini bertanya mengharubirukan memporak-porandakan jiwa yang nyaris lebur.

Rasanya ingin kembali beristirahat, diambil raganya oleh sang pencipta ditinggalnya tubuh yang terbujur kaku.

Batang tubuh yang hampa ditinggalkan sang raga.
Aku lelah, menjalani kehidupan, demi apapun aku ikhlas meninggalkan dunia dan seisinya, beristrihat tenang di sisi-NYA.

Kedua bola mata itu bertemu, ada sedikit perasaan tak enak jika ia harus nengutarakan maksudnya. Wahyu sudah lama bekerja pada Hima, dia sudah mengenal Hima lebih jauh dari pada keluarga Hima sendiri. Ia tak rela meninggalkan calon ibu itu. Meninggalkan pekerjaan yang sudah ditekuninya sejak lulus kuliah, menjadi asisten Hima adalah kebahagiaan tersendiri bagi Wahyu. Menemani perempuan itu dari belum jadi apa-apa hingga menjadi apa yang perempuan itu impikan.

Pelakor SosialitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang